Penularan HIV/AIDS Surabaya Tertinggi di Jawa Timur

Trisna Eka Adhitya
Penyebaran HIV/AIDS di Kota Surabaya menjadi yang tertinggi di Jawa Timur

SURABAYA, iNews.id - Penyebaran HIV/AIDS di Kota Surabaya menjadi yang tertinggi di Jawa Timur. Tercatata, 323 pasien AIDS yang berau berasal dari Kota Pahlawan tahun 2021.

Data ini diperoleh dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Jawa Timur yang mengungkapkan, ada 323 pasien AIDS baru di Kota Surabaya, kemduian disusul Kabupaten Banyuwangi 186, dan Jember sebanyak 174. Fakta ini membuat semua pihak ketar-ketir, untuk itu perlu dilakukan antisipasi supaya penyebarannya tidak terjadi dengan cepat.

Anggota Komisi D DPRD Kota Surabaya Tjujuk Supariono mengatakan, Dinkes Kota Surabaya perlu lebih serius di tahun 2022 dalam penanganan kasus tingginya kasus HIV/AIDS di Kota Surabaya. “Jangan lupa bahwa kita punya target Three Zero 2030. Artinya tidak ada infeksi baru HIV, tidak ada kematian karena AIDS, dan tidak ada diskriminasi di tahun 2030. Saya menilai bahwa Informasi dan sosialisasi terkait HIV/AIDS pada masa pandemi ini tidak berjalan dengan baik, terutama pendidikan seksual untuk anak-anak sekolah. Saya memahami penanganan Covid-19 merupakan prioritas utama, tapi bukan berarti kita bisa mengesampingkan permasalahan lainnya. Apalagi kasus HIV/AIDS di Kota Surabaya ini tertinggi di Jawa Timur,” ungkap Tjujuk yang juga politisi PSI itu.

Menurutnya, berdasarkan laporan Ditjen P2P, Kementerian Kesehatan RI, selama pandemi Covid-19 tahun 2020, telah terdeteksi 50.626 kasus HIV/AIDS. Angka ini berpotensi lebih tinggi, sebab estimasi kasusnya adalah sebanyak 640.000. Kasus yang tidak terdeteksi ini dapat menjadi rantai penyebaran HIV/AIDS di masyarakat, terutama melalui hubungan seksual beresiko. 

Sementara itu, tercatat kasus HIV tertinggi adalah umur produktif di usia 20-29 tahun. Maka, dari sini bisa dilihat bahwa penularan HIV sudah terjadi pada masa remaja dan dewasa. “Miris melihat data ini, sebab mayoritas kasus ini terjadi pada anak-anak muda. Hal ini bisa dikatakan bahwa pendidikan seksual sejak dini yang kurang efektif dan juga kurang didukung oleh media massa. Terutama terkait penggunaan kontrasepsi yang menyebabkan kebijakan kita menjadi tidak tegas dan terkesan abu-abu. Kemudian di lingkungan kerja, pemanfaatan digitalisasi dan media sosial, advokasi publik dan serikat pekerja serta sosialisasi program HIV untuk perusahaan juga perlu secara gencar dilaksanakan. Tidak hanya untuk mengurangi angka HIV, namun juga untuk mematahkan stigma dan diskriminasi pada ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS,” ujar Tjutjuk.

Tjujuk juga menambahkan, penggalakan tes VCT atau tes HIV di Kota Surabaya kepada orang yang beresiko semakin digalakkan. Tujuannya untuk menekan penyebaran HIV.

“Agar upaya pencegahan HIV berhasil, orang yang hidup dengan, atau berisiko infeksi HIV perlu memiliki akses alat pencegahan yang efektif, seperti akses kontrasepsi dan jarum suntik steril. Kemudian, saya juga minta agar pelaksanaan mobile VCT atau tes HIV pada populasi berisiko dapat digalakkan di tahun 2022, untuk menekan kasus HIV di Surabaya. Saya optimis di tahun 2022, Kota Surabaya bisa nol angka HIV selama ada kerjasama yang baik,” pungkasnya.

Editor : Arif Ardliyanto

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network