33 Tahun Kuliah Trisnadi Akhirnya Jadi Sarjana, Skripsinya Bikin Geleng-Geleng

Ali Masduki
Trinadi Marjan ketika menjalani ujian skripsi di Stikosa AWS Surabaya. Foto: IG@stikosaaws

SURABAYA, iNewsSurabaya.id - 33 tahun kuliah, Trisnadi Marjan akhirnya jadi Sarjana. Skripsinya bikin geleng-geleng. Kabar kelulusan Trisnasi ini tentu membuat sebagian besar jurnalis tanah air kaget, lantaran tidak menyangka ternyata jurnalis foto senior tersebut selama ini belum menyandang gelar Sarjana.

Padahal, selama ini karya-karya foto Trisnadi sering mengantarkan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi lulus kuliah. Bahkan karya fotonya pernah dijadikan rujukan program doktor oleh salah satu fotografer ternama di Indonesia.

Kabar lulusnya Trisnadi ini dibagikan oleh Stikosa AWS lewat video singkat di akun resmi Intagram @stikosaaws. Dalam video yang dibagikan, tampak Trisnadi menjalani ujian skripsi di salah satu ruang kelas di Stikosa AWS pada Rabu (07/2).

"Perdana nih mahasiswa program studi Ilmu Komunikasi Stikosa-Aws ujian skripsi menggunakan tugas akhir karya. Selamat kepada kak Trisnadi yang telah menyelesaikan sidang hari ini!" tulisnya

"Buat temen-temen lainnya yang belum sidang, semangat ya!" lanjutnya.

Tidak main-main, Stikosa AWS mendatangkan penguji yang sangat kompeten. Di antaranya jurnalis foto senior sekaligus Majelis Etik PFI Surabaya Becky Subeki, Kepala Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara Biro Jawa Timur kepada Rachmat Hidayat, dan Pakar Komunikasi Politik Universitas Airlangga (Unair) Suko Widodo.

Yang bikin geleng-geleng, Trisnadi menghadirkan skripsi yang tidak biasa. Ia mendobrak tatanan skripsi konvesional dengan menawarkan skripsi berupa tugas akhir fotografi berjudul "Gunung Berapi di Pulau Jawa". Buku foto setebal 100 halaman tersebut membingkai dampak erupsi dengan apik. 

Kecekatan dan kejelian Trisnadi dalam menangkap momen dramatis disajikan secara monumental dalam skripsinya. Ada tiga peristiwa bencana alam bersejarah yang dirangkai. Yakni meletusnya Gurung Merapi, Gunung Kelud dan Gunung Semeru.

"Buku ini menjadi catatan jejak saya ketika mengabadikan peristiwa meletusnya Gurung Merapi, Gunung Kelud dan Gunung Semeru," kata dia. 

Lantas apa yang membuat mantan Lurah Kureksari, Sidoarjo ini jadi mahasiswa abadi? Romo, begitu akrab dipanggil mengungkapkan bahwa ia sebenarnya sudah ingin menyelesaikan kuliah sejak lama. Namun karena tuntutan pekerjaan, Romo terpaksa menundanya. 

"Saya berulang kali daftar ulang. Mungkin sudah tiga kali. Tapi setiap mau kuliah kok ya selalu ada kejadian besar," katanya melalui pesang singkat kepada iNewsSurabaya, Kamis (08/2/2024).

Peraih penghargaan Foto Jurnalistik Terbaik Anugerah Pewarta Foto Indonesia (PFI) 2009 ini mengaku bersyukur di kampusnya ada program khusus, sehingga para profesional bisa menyelesaikan studi dengan mulus dan tidak membatasi model skripsi.

Pesan Buku Gunung Berapi di Pulau Jawa

Melalui buku 'Gunung Berapi di Pulau Jawa', Trisnasi ingin berbagi cerita, berbagi pesan dan berbagi kisah tentang mengabadikan momentum bencana alam lewat bidikan lensa kamera. 

Setiap karya yang dihasilkan dan tersajikan dihasilkan melalui perhitungan yang matang dengan memperhatikan segala prinsip fotografi dan prinsip meliput bencana.

"Menantang tapi juga harus sangat mawas diri. Tak ada karya seharga nyawa. Bahwa saat terjun ke lokasi bencana, termasuk di dalamnya bencana erupsi gunung berapi, yang harus diperhatikan adalah keselamatan diri," tuturnya. 

Trisnadi sendiri memahami bahwa setiap naluri seorang jurnalis foto. Ketika ada peristiwa bencana, pasti dalam hatinya getaran ingin segera berangkat memotret dan mengambil gambar akan selalu muncul. Kadang bahkan terlalu tergesa-gesa sampai-sampai tidak melakukan persiapan yang matang.

"Tapi menurut saya, itu salah. Sejak sebelum berangkat harus melakukan persiapan yang sangat matang," ujarnya. 

Ia bilang, peralatan keamanan diri harus dipastikan dibawa. Jaket, sepatu boot, perlengkapan pertolongan pertama harus sudah ada di dalam tas. Sepatu boot sangat penting karena abu vulkanik di lokasi erupsi sangat panas bahkan bisa melelehkan alas kaki.

"Untuk saya pribadi, ketika terjun ke lokasi bencana memotret erupsi gunung berapi, yang saya bawa salah satunya adalah kondom. Jangan berpikiran kotor dulu. Alat ini bagi saya masuk dalam alat keselamatan," tegasnya.

Loh kok kondom? 

Menurutnya, alat kotrasepsi ini berguna sebagai petunjuk arah angin. Cara penggunaannya dengan meniup kondom seperti balon dan mengikatnya di ranting pohon. Beban kondom yang ringan karena terbuat dari sintetis tipis akan bergerak mengikuti arah angin.

Pergerakan angin ini sekaligus menunjukkan arah gerakan awan panas atau wedus gembel jika terjadi erupsi. Sehingga seorang fotografer harus mencari posisi yang berlawanan. Demikian pula dengan tanda-tanda erupsi harus dikenali dengan betul untuk memperkirakan situasi yang akan terjadi. 

Selain itu HT juga sangat penting. Alat komunikasi HT penting dibawa untuk berkoordinasi dengan rekan atau petugas di lapangan. Jika ada kejadian tak terduga dan butuh pertolongan HT bisa menjadi alat yang sangat diandalkan. Termasuk untuk sumber informasi jika ada peningkatan aktivitas vulkanis.

"Buku ini saya harapkan bisa menjadi sarana berbagi ilmu bagi seluruh rekan-rekan jurnalis foto dan fotografer terutama yang akan dan bersiap untuk turun langsung ke lokasi bencana erupsi gunung berapi. Buku ini tentu tak sempurna. Namun dari ketidaksempurnaan itu saya harap akan lebih banyak manfaat yang bisa dibagi," tutupnya.

Selama menjalani ujian skripsi, Trisnadi begitu lugas memaparkan setiap karya-karya fotonya. Sekitar 45 menit para pengujipun dibuatnya takjub. 

Mengapa? para penguji tidak menyangka orang sehebat Trisnadi ternyata masih menganggap penting soal pendidikan. Di sisi lain, saat kuliah dia kerap bandel.

Suko Widodo, sebagai penguji mengungkapkan masa lalu Trisnadi. Ia juga menyampaikan terimakasih kepada Rektor Stikosa AWS yang memberikan kesempatan bagi orang hebat, bahkan belum pernah tercatat dalam sejarah perguan tinggi.

"Tahun 1992 jadi mahasiswa saya, dan dia duduknya selalu paling belakang dan paling akhir, tapi pulangnya duluan," ucapnya.

Kurikulum Merdeka

Jika merujuk Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) No 53 Tahun 2023 yang dikeluarkan oleh Menteri Nadiem Makarim, syarat kelulusan bagi mahasiswa program sarjana (S1) atau Diploma 4 (D4) lebih fleksibilitas dalam penentuan tugas akhir.

Tugas akhir bisa berbentuk macam-macam. Bisa berbentuk prototipe, proyek, atau bentuk lainnya. Tidak hanya skripsi atau disertasi. 

Dalam hal ini, kemerdekaan diberikan kepada setiap kepala program studi (Prodi) untuk menentukan cara mengukur standar capaian kelulusan mahasiswanya.

Nadiem menekankan bahwa perguruan tinggi memiliki otonomi untuk merumuskan kompetensi sikap dan keterampilan secara terintegrasi. Perguruan tinggi dapat merumuskan kompetensi sikap dan keterampilan secara terintegrasi.

Peraturan baru ini menghadirkan perubahan signifikan dibandingkan aturan lama. Di antaranya adalah peniadaan kewajiban penerbitan makalah di jurnal ilmiah terakreditasi untuk mahasiswa magister, serta keberagaman bentuk tugas akhir, termasuk untuk program studi yang telah menerapkan kurikulum berbasis proyek.

Langkah ini diharapkan akan meningkatkan kualitas pendidikan tinggi di Indonesia dengan menyesuaikan diri dengan kebutuhan dan dinamika zaman. Prodi akan lebih leluasa menentukan syarat kompetensi lulusan, apakah itu melalui skripsi, proyek, prototipe, atau bentuk lain yang relevan dengan bidang studi.


 

Editor : Ali Masduki

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network