Ibu Kota Negera (IKN) Nusantara yang ditetapakan di Kalimantan Timur tak bisa lepas dari Majapahit. Presiden RI Joko Widodo secara khusus meminta kepada Gubernur Khofifah Indar Parawansa untuk mengambil air dan tanah dari Kerajaan Majapahit sebagai simbol pemersatu.
Sumber air dan tanah tersebut akan ditancapkan di IKN Nusantara, Kalimantan Timur. Pengambilan ini bertujuan supaya ada kesinambungan kebesaran Kerajaan Majapahit yang mampu menyatukan nusantara.
“Pengambilan sumber mata air bumi Majapahit tak lepas dari sejarah masa lampau yang masih ada hubungannya dengan nama ‘Nusantara’ yang dijadikan sebagai nama Ibu Kota Negara. Nusantara dalam refrensi yang saya baca bagian dari sumpah amukti palapa yang diikrarkan oleh Maha Patih Gajah Mada,” kata Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa.
Keputusan mengambil tanah Kerajaan Majapahit bukan tanpa alasan. Dalam sejarah yang ditulis di Okezone.com, penguasa Mongol, Khubilai Khan mengirim utusan ke Singhasari untuk meminta sang raja mengakui kekuasannya. Raja Kertanegara yang sadar akan keagungannya dan kekuasannya tidak sudi menyerah.
Dalam Negarakartagama, Kertanegara disebutkan telah menguasai seluruh Jawa, Sunda dan Madura. Ia mengirim ekspedisi militer ke Malayu, menguasai Pahang di Semenanjung Malayu, juga menaklukkan Bali dan memboyong rajanya sebagai tawanan pada 1284. Dia juga menguasai Gurun, pulau di wilayah timur Nusantara, dan Bakulapura atau Tanjungpura di barat daya Kalimantan.
Utusan Mongol terakhir datang pada 1289. Namun, mukanya dirusak dan telinganya dipotong oleh Kertanegara. Akibatnya Khubilai Khan murka, ia mengirim angkatan perang Mongol berlayar menuju Jawa pada 1292. Mereka dipimpin oleh Shi Bi, Ike Mese, dan Gao Xing. Dua nama pertama orang Mongol, yang ketiga Tionghoa.
Sumber air dan tanah tersebut akan ditancapkan di IKN Nusantara, Kalimantan Timur
Dalam catatan Dinasti Yuan dituliskan, ketika Kaisar Shizu (Khubilai) menaklukkan orang-orang barbar di keempat penjuru dunia dan mengirimkan para perwira ke berbagai negara di seberang lautan, Jawa adalah satu-satunya negara yang harus diserang dengan sebuah angkatan perang.
Dari berita Cina, tentara Mongol sampai ke Majapahit pada 1 Maret 1293. Sebelumnya, mereka mendarat di Tuban, mendirikan perkemahan di tepi Sungai Brantas.
Namun peta perpolitikan di tanah Jawa telah berubah. Raja Kertanegara telah tewas dibunuh oleh Raja Jayakatwang dari Kediri. Hal tersebut tidak diketahui oleh Jenderal Ike Mese.
Kedatangan Pasukan Mongol diketahui oleh Raden Wijaya yang telah bermukim di kawasan hutan Tarik, dekat Muara Kali Brantas.
Raden Wijaya adalah menantu Kertanegara. Ia menikah dengan 4 orang putri Kertanagara, yaitu Tribhuwaneswari, Narendraduhita, Jayendradewi, dan Gayatri. Tribhuwaneswari dipilih sebagai permasiuri, sedangkan yang lainnya sebagai istri selir.
Sedangkan dalam Pararaton disebutkan bahwa Raden Wijaya hanya menikahi dua putri Kertanegara saja. Selain itu, Raden Wijaya juga memperistri seorang putri Kerajaan Dharmasraya dari Sumatera bernama Dara Petak. Putri ini dibawa dari Ekspedisi Pamalayu oleh Kerajaan Singasari di tanah Melayu pada 1275 hingga 1286 M.
Ilustrasi : Sumber air dan tanah tersebut akan ditancapkan di IKN Nusantara, Kalimantan Timur
Kedatangan pasukan Mongol disambut oleh Raden Wijaya dengan suka cita, akan dimanfaatkan untuk membalas dendam kepada Raja Jayakatwang yang telah menghancurkan Kerajaan Singhasari dan membunuh Raja Kertanegara.
Raden Wijaya dengan didampingi oleh Aryawiraraja, penguasa Sumenep menemui Jenderal Ike Mese. Mereka menyakinkan Jenderal Ike Mese akan ikut berperang. Raden Wijaya menawarkan bantuan dengan iming-iming harta rampasan perang dan putri-putri Jawa yang cantik
Bergabunglah dua kekuatan yaitu pasukan Tar Tar di bawah Pimpinan Jenderal Ike Mese dan pasukan Raden Wijaya, menyerang Kerajaan Kediri.
Pada 20 Maret 1293, tentara gabungan Raden Wijaya dan Mongol mengepung Jayakatwang. Mereka kocar-kacir dan terjun ke Sungai Brantas. Lebih dari 5.000 pasukan mati terbunuh. Jayakatwang mundur ke istana bersama pengikutnya. Namun, dia berhasil dikepung. Sorenya, Jayakatwang menyerah.
Ilustrasi : Sumber air dan tanah tersebut akan ditancapkan di IKN Nusantara, Kalimantan Timur
Setelah kekalahan Kediri, Jendral Shih Pi meminta janji putri-putri Jawa tersebut. Namun dengan kecerdikan Adipati Arya Wiraraja, utusan Mongol di bawah pimpinan Jendral Kau Tsing diminta menjemput para putri tersebut di Desa Majapahit tanpa membawa senjata.
Alasannya, para putri yang dijanjikan masih trauma dengan senjata dan peperangan yang sering kali terjadi.
Sementara Raden Wijaya minta izin pulang ke Majapahit. Dia beralasan ingin menyiapkan upeti bagi kaisar. Dia pulang dengan dikawal dua perwira dan 200 prajurit.
Kemudian diadakan pesta besar-besaran untuk merayakan kemenangan mereka, yang disambut dengan antusias oleh seluruh bala tentara Mongol, arak disajikan dalam jumlah besar, seluruh pasukan Mongol berpesta pora.
Setelah seluruh pasukan Mongol larut dalam suasana kemenangan, tiba-tiba pasukan Raden Wijaya menyerang Prajurit Mongol yang berkemah di Daha dan Canggu.
Serangan Pasukan Raden Wijaya yang mendadak tidak diperhitungkan oleh Tentara Mongol. Tentara Mongol kalang kabut dihantam oleh pasukan Raden Wijaya. Mereka yang selamat berlari menuju ke kapal mereka di muara Kali Brantas.
Hal ini diikuti oleh pengusiran pasukan Mongol Tar Tar baik di pelabuhan Ujung Galuh (Surabaya) maupun di Kediri oleh pasukan Madura dan laskar Majapahit.
Peristiwa kekalahan Pasukan Mongol di tanah Jawa terus dikenang oleh Dinasti Yuan. Tercatat dalam arsip Dinasti Yuan, termasuk dalam catatan Marcopolo.
Mongol kehilangan 3.000 prajurit. Panglimanya, Shin Bi dan Iki Mese dihukum. Mereka gagal menunaikan tugas. Sisanya kembali ke Tiongkok pada 24 April 1293.
Dua tahun setelah Kertanegara dihabisi Jayakatwang, Khubilai Khan wafat pada 18 Februari 1294. Pasukan Mongol pulang dengan membawa lebih dari 100 tawanan, peta, daftar penduduk, surat bertulis dari Bali, dan barang lainnya yang bernilai sekira 500 ribu tail perak.
Jadi kejayaan Majapahit ini yang menjadikan sumber air dan tanah akan ditanam di Ibu Kota baru yang berada di Kalimantan Timur.
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait