SURABAYA, iNEWSSURABAYA.ID — Penyakit tuberkulosis (TBC) kini menjadi ancaman serius di Kota Surabaya. Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya mengambil langkah tegas untuk mengendalikan penyebaran TBC dengan menggiatkan pencegahan, pemberian pengobatan gratis, hingga penerapan sanksi sosial.
Salah satu langkah konkret yang diambil adalah pengobatan TBC gratis secara rutin bagi seluruh pasien. Namun, bagi pasien TBC yang mangkir atau menolak berobat, Pemkot Surabaya tidak akan tinggal diam. Mereka akan dikenakan sanksi tegas berupa penonaktifan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan BPJS Kesehatan.
Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, menegaskan pentingnya kesadaran pasien untuk menjalani pengobatan rutin. Menurutnya, pasien yang tidak patuh berobat berpotensi menjadi sumber penularan baru.
"Kalau sudah tahu sakit, kenapa tidak mau diobati? Ini bisa menular ke orang lain. Maka kami akan membekukan KTP warga Surabaya yang tidak mau berobat," tegas Eri, Senin (28/4/2025).
Sebagai Ketua Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI), Eri mengingatkan bahwa pengalaman menghadapi pandemi Covid-19 harus menjadi pelajaran penting. Sama seperti Covid-19, penyebaran TBC yang tidak ditangani serius bisa membahayakan banyak orang.
Berdasarkan Peraturan Wali Kota (Perwali) Surabaya Nomor 117 Tahun 2024 tentang Penanggulangan TBC, pasien TBC Sensitif Obat (SO) dan Resisten Obat (RO) yang mangkir berobat selama lebih dari satu minggu tanpa konfirmasi akan diberi peringatan hingga sanksi sosial.
Langkah-langkah yang diambil antara lain:
- Kunjungan langsung ke rumah pasien oleh puskesmas dan Tim Hexahelix (gabungan dari kecamatan, kelurahan, RT/RW, Babinsa, Bhabinkamtibmas, tokoh agama, kader kesehatan).
- Jika tetap mangkir, rumah pasien akan dipasangi stiker bertuliskan “Mangkir Pengobatan”.
- Bila pasien tetap menolak berobat, Pemkot akan menonaktifkan NIK, KK, dan BPJS Kesehatan.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Surabaya, Nanik Sukristina, menambahkan bahwa tindakan ini bertujuan untuk menekan angka drop-out pengobatan TBC, sekaligus memastikan warga Surabaya mendapatkan hak kesehatan yang layak.
"Jika pasien kembali berobat, KK dan BPJS mereka bisa diaktifkan kembali sesuai ketentuan," terang Nanik.
Aturan tegas ini tidak hanya berlaku untuk warga asli Surabaya, tetapi juga untuk penduduk pindahan dari luar kota.
Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) Surabaya, Eddy Christijanto, menjelaskan, setiap penduduk yang pindah ke Surabaya wajib menjalani skrining TBC di puskesmas sebelum pencetakan KTP.
"Kalau hasil skrining TBC menunjukkan gejala tapi pasien menolak berobat, maka KTP mereka tidak akan diterbitkan," tegas Eddy.
Sistem ini diterapkan berbasis laporan dari Dinas Kesehatan yang akan langsung terintegrasi dengan Dispendukcapil Surabaya.
Seluruh langkah yang diambil Pemkot Surabaya bertujuan mendukung program eliminasi TBC tahun 2030. Upaya ini meliputi: Skrining TBC secara masif, Pengobatan gratis dan berkelanjutan, Penanganan tegas bagi pasien yang tidak patuh, dan Pelibatan aktif seluruh elemen masyarakat melalui Tim Hexahelix
Dengan kolaborasi erat antarinstansi dan partisipasi masyarakat, diharapkan Kota Surabaya dapat bebas dari ancaman TBC di masa depan.
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait
