ABK Kapal Ikan di Banyuwangi Diduga Jadi Korban Kekerasan, Dokumen Ditahan Kapten

Siswanto
Dugaan Kekerasan ABK Kapal Ikan di Banyuwangi, Dokumen Disita hingga Korban Trauma kini melaporkan kasusnya ke kepolisian. Foto iNewsSurabaya/siswanto

BANYUWANGI, iNewsSurabaya.id – Kasus dugaan kekerasan terhadap anak buah kapal (ABK) mencoreng dunia pelayaran Indonesia. Empat ABK KMP PISCES IX GT.162 No.7827/Bc yang berlayar di bawah bendera PT Tiga Sinergi Berjaya mengaku menjadi korban penahanan dokumen dan perlakuan tidak manusiawi saat bekerja di kapal ikan tersebut.

Kapal berangkat dari Pelabuhan Tanjung Wangi, Banyuwangi, pada 16 Juni 2025 dengan total 26 kru. Namun, empat ABK yang direkrut melalui agen tenaga kerja justru mengalami pengalaman pahit. Mereka dikontrak dengan Perjanjian Kerja Laut (PKL) untuk satu trip enam bulan, tetapi hak-hak mereka diduga tidak terpenuhi.

Menurut keterangan awal, kapten kapal menahan dokumen penting para ABK, termasuk identitas pribadi. Kondisi ini membuat mereka kehilangan kendali atas hak dasar sebagai pekerja laut.

“Selain penahanan dokumen, korban juga mengaku sering mendapat intimidasi hingga perlakuan kasar,” ungkap Novianto Sanjaya, S.Tr.Pel., S.H., M.H., perwakilan YLBHKI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Kawah Ijen). 

Yang lebih mengejutkan, setidaknya ada lima ABK lain yang mengalami nasib serupa. Bahkan, satu di antaranya diduga dipaksa turun di tengah laut dan dipindahkan ke kapal lain. Hingga kini, keberadaan ABK tersebut masih misterius.

Setelah kapal berlabuh di sekitar Tanjung Wangi, keempat korban nekat mencari bantuan. Berbekal pencarian di Google, mereka menemukan alamat YLBHKI di Jalan Kepiting No. 34–35, Kelurahan Tukangkayu, Banyuwangi. Dari sanalah laporan resmi dilayangkan ke Polresta Banyuwangi.

Aparat kini menangani kasus tersebut melalui tim Resmob Polresta Banyuwangi. Para korban sudah dimintai keterangan dan dijadwalkan menjalani visum et repertum untuk memastikan bukti medis dugaan kekerasan.

Selain dugaan kekerasan, YLBHKI juga menemukan indikasi pelanggaran administratif pada dokumen PKL. Sesuai aturan, PKL harus mengacu pada Permen No.33 Tahun 2021 tentang tata kelola kapal perikanan, dengan tanda tangan pejabat Syahbandar. Namun, dokumen yang dimiliki korban disebut tidak memuat tanda tangan tersebut.

“Sejak awal keberangkatan sudah janggal. Patut dipertanyakan bagaimana pengawasan dari KSOP Kelas III Tanjung Wangi. Ini persoalan serius dalam tata kelola pelaut perikanan,” tegas Novianto.

Keempat ABK yang berasal dari Sumatera Selatan, Sumatera Utara, dan Sidoarjo, Jawa Timur kini berada dalam pendampingan hukum. Sementara pihak keluarga masih menunggu kepastian kondisi mereka.

“Kasus ini tidak boleh berhenti hanya di meja laporan. Selama pelaku masih berada di kapal, keselamatan korban tetap terancam. Kami mendesak aparat segera bertindak tegas agar kasus ini tidak menjadi preseden buruk,” pungkas Novianto.

Editor : Arif Ardliyanto

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network