SURABAYA, iNewsSurabaya.id – Sebuah video yang memperlihatkan jenazah seorang kakek bernama Ahwa mendadak viral di media sosial. Video tersebut disertai narasi bahwa Ahwa meninggal dunia akibat pembongkaran atap rumah yang ditempatinya. Informasi itu pun menyebar cepat dan memicu kegelisahan warga.
Namun, warga Jalan Kepatihan VII, RT 06 RW 02, Kecamatan Bubutan, Surabaya, merasa perlu meluruskan cerita yang berkembang. Mereka menegaskan bahwa narasi dalam video viral tersebut tidak sepenuhnya mencerminkan peristiwa yang terjadi di lapangan.
Ketua RT 06, Agustinus Setyo Jayadi, menyampaikan bahwa kabar yang menyebut almarhum meninggal karena pengusiran atau tekanan pihak tertentu adalah keliru. Menurutnya, kematian kakek Ahwa tidak berkaitan langsung dengan proses pengosongan rumah yang sebelumnya telah disepakati bersama.
Agustinus menjelaskan, Ahwa merupakan adik dari Teng Lind Fen, penyewa rumah yang telah lebih dahulu meninggal dunia. Rumah tersebut adalah milik H. Husain dan awalnya disewa oleh orang tua Teng Lind Fen. Setelahnya, hak sewa diteruskan secara keluarga hingga akhirnya ditempati oleh Ahwa bersama Teng Lind Djay.
“Perlu kami luruskan, kakek Ahwa bukan pemilik rumah. Ia tinggal berdasarkan kelanjutan sewa keluarga yang secara hukum sudah berakhir pada tahun 2020,” ujar Agustinus, Senin (29/12/2025).
Ia menambahkan, sejak masa sewa berakhir, rumah tersebut masih ditempati tanpa pembayaran sewa hingga hampir lima tahun. Kondisi itulah yang mendorong pemilik rumah melakukan pembongkaran sebagian kecil atap bangunan pada Jumat, 31 Oktober 2025, sekitar pukul 10.00 WIB, sebagai bagian dari rencana renovasi agar rumah dapat disewakan kembali.
Dalam proses tersebut, sempat muncul perbedaan pandangan mengenai uang kompensasi. Pemilik rumah menawarkan bantuan sebesar Rp15 juta, nilai yang juga diberikan kepada penghuni lain. Namun, pihak penyewa melalui keponakannya mengajukan permintaan kompensasi sebesar Rp50 juta.
Perselisihan itu kemudian dimediasi di Polsek Bubutan pada 31 Oktober 2025, dengan pendampingan aparat kelurahan, kecamatan, serta unsur RT dan RW. Hasilnya, kedua belah pihak menandatangani kesepakatan tertulis bahwa rumah akan dikosongkan dalam waktu sepuluh hari.
“Tidak ada pengusiran paksa. Pengosongan dilakukan berdasarkan kesepakatan bersama yang ditandatangani di hadapan aparat kepolisian,” tegas Agustinus.
Terkait wafatnya kakek Ahwa, Agustinus menegaskan bahwa peristiwa tersebut terjadi pada 12 November 2025, tepat sepuluh hari setelah kesepakatan damai ditandatangani. Pada dini hari sekitar pukul 03.00 WIB, almarhum pingsan saat memindahkan barang-barang pribadinya secara mandiri sebagai bagian dari proses pindah rumah.
“Warga langsung memberikan pertolongan dan menghubungi ambulans. Almarhum dibawa ke RS Soewandie, namun sekitar pukul 07.00 WIB dinyatakan meninggal dunia akibat kelelahan fisik,” jelasnya.
Ia juga membantah adanya intimidasi atau keributan seperti yang tergambar dalam video viral. Kehadiran sejumlah orang di lokasi, kata Agustinus, semata untuk membantu proses pengangkutan barang karena waktu pengosongan hampir habis.
“Tidak ada bentrokan. Bahkan pemilik rumah menawarkan kendaraan untuk mengangkut barang-barang tanpa biaya,” ungkapnya.
Hal senada disampaikan Ketua RW 02, Suyono. Ia menegaskan bahwa warga sekitar justru menunjukkan kepedulian dengan memberikan bantuan dan memastikan almarhum mendapatkan penanganan medis.
“Kami berharap masyarakat tidak lagi menyebarkan video atau narasi yang tidak sesuai fakta. Mari lebih bijak menerima dan menyebarkan informasi agar situasi lingkungan tetap kondusif,” pungkas Suyono.
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait
