Viral! Lansia Naik Ambulans Demi Tebus Pupuk Subsidi di Jombang, Aturan Bikin Sulit Netizen Geram

JOMBANG, iNEWSSURABAYA.ID – Sebuah video mengharukan mendadak viral di media sosial, memperlihatkan seorang perempuan lanjut usia (lansia) yang terbaring lemah di dalam ambulans, berhenti di depan kios pupuk di Desa Pucangsimo, Kecamatan Bandarkedungmulyo, Jombang.
Perempuan tersebut datang dalam kondisi sakit untuk menebus pupuk subsidi yang menjadi haknya. Ia tetap berusaha hadir sendiri, meski fisiknya tak memungkinkan.
Video tersebut memicu perbincangan hangat, terutama terkait aturan yang mengharuskan penerima pupuk subsidi hadir langsung. Sistem Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) mengatur bahwa penerima wajib menunjukkan identitas, berfoto, dan menandatangani bukti penerimaan di aplikasi digital. Jika ingin diwakilkan, harus ada surat kuasa resmi.
Kepala Desa Pucangsimo, M. Soni, mengonfirmasi kejadian ini dan menyebut aturan tersebut menyulitkan petani kecil.
"Seharusnya ada kebijakan yang lebih fleksibel. Petani kecil bukan penipu, mereka hanya ingin mendapatkan haknya. Jika sudah terdaftar di RDKK, mengapa tidak bisa diwakilkan?" ujar Soni, Selasa (25/2/2025).
Menurutnya, selain prosedur yang rumit, petani juga sering menghadapi masalah keterlambatan distribusi pupuk. “Pupuk itu harus tersedia saat masa pemupukan, bukan setelahnya,” tambahnya.
Sementara itu, penjaga kios pupuk, Khusnul Khotimah, membenarkan bahwa lansia dalam video tersebut memang datang ke kiosnya dengan ambulans. Namun, ia menolak anggapan bahwa aturan terlalu rumit.
"Cukup membawa KTP dan KK. Jika diwakilkan, harus anggota keluarga dalam satu KK yang membawa identitas," jelasnya.
Respons Warganet: Harus Ada Solusi!
Video ini memicu reaksi luas dari masyarakat. Banyak yang menilai aturan ini perlu ditinjau ulang agar tidak memberatkan petani, terutama mereka yang sudah lanjut usia atau dalam kondisi sakit.
Bagaimana menurut Anda? Apakah aturan ini perlu direvisi agar lebih ramah bagi petani kecil? Tulis pendapat Anda di kolom komentar!
Editor : Arif Ardliyanto