Krisis Hotel di Jawa Timur: Okupansi Anjlok, Hari Kerja Pegawai Dipangkas, Ancaman PHK Mengintai
SURABAYA, iNEWSSURABAYA.ID – Industri perhotelan di Jawa Timur tengah menghadapi krisis serius. Tingkat hunian (okupansi) hotel terus merosot, bahkan hanya mencapai angka 20 persen di beberapa daerah. Imbasnya, banyak hotel terpaksa memangkas hari kerja karyawan hingga muncul ancaman Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jawa Timur, Dwi Cahyono, menyebut okupansi hotel saat Hari Raya Idulfitri 2025 hanya mencapai 65 hingga 70 persen. Angka ini anjlok dibandingkan Lebaran tahun lalu yang menyentuh 90 persen. “Tahun ini turun hampir 20 persen. Ini sangat mengkhawatirkan,” ujarnya, Rabu (9/4/2025).
Menurut Dwi, penurunan ini dipengaruhi oleh melemahnya daya beli masyarakat dan kebijakan larangan study tour oleh salah satu pemerintah provinsi. “Larangan study tour berdampak besar terhadap okupansi hotel, terutama di kota-kota wisata,” jelasnya.
Sebelum Lebaran, okupansi hotel di Jatim sudah terpuruk di angka 25–30 persen. Setelah Lebaran pun, tren penurunan diperkirakan akan berlanjut akibat kebijakan efisiensi anggaran dari pemerintah.
Dwi mengungkapkan bahwa beberapa hotel di Jawa Timur telah memangkas hari kerja karyawan dari enam hari menjadi empat hari per minggu. Situasi ini mengingatkan pada masa-masa sulit saat pandemi COVID-19. “Kalau kondisi ini terus berlanjut, PHK tidak bisa dihindari,” kata Dwi.
Sektor Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition (MICE) menjadi salah satu yang paling terdampak. Berdasarkan survei PHRI bersama Horwath HTL, lebih dari 50 persen hotel berbintang melaporkan penurunan pesanan dari instansi pemerintah akibat efisiensi anggaran.
Hasil survei yang melibatkan 726 responden dari 717 hotel di 30 provinsi ini menunjukkan:
- 42 persen hotel menyatakan ruang pertemuan tidak terpakai
- 18 persen mengalami penurunan permintaan saat hari kerja
- 50 persen lebih melaporkan penurunan pendapatan lebih dari 10 persen (November 2024 vs 2023)
- 30 persen lebih mengalami penurunan pendapatan di atas 40 persen (Januari 2025 vs tahun sebelumnya)
- 56 persen memperkirakan pendapatan tahunan turun antara 10–30 persen
Yang lebih mengkhawatirkan, 88 persen hotel memprediksi akan melakukan PHK, 58 persen berisiko gagal bayar pinjaman bank, dan 48 persen terancam tutup akibat defisit operasional.
PHRI berharap pemerintah bisa lebih bijak dalam menerapkan efisiensi anggaran. Dwi menegaskan bahwa rapat, seminar, dan kegiatan resmi pemerintah di hotel menyumbang hingga 55 persen dari pendapatan industri perhotelan. “Kami setuju efisiensi, tapi jangan hilangkan seluruh kegiatan di hotel,” pintanya.
Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur mencatat, Tingkat Penghunian Kamar (TPK) hotel berbintang di bulan Februari 2025 berada di angka 47,80 persen, sedikit menurun dibanding Januari 2025 yang sebesar 47,83 persen. Sementara itu, TPK hotel non-bintang justru anjlok ke 21,28 persen, turun dari 21,96 persen.
Artinya, dari setiap 100 kamar hotel berbintang di Jatim, hanya sekitar 47–48 kamar yang terisi setiap malam.
Editor : Arif Ardliyanto