get app
inews
Aa Text
Read Next : Jangan Klik Sembarangan! UMKM Wajib Tahu Adanya Ancaman Kejahatan Siber, Ini Kata Pakar dari Unair

Kritik Dilindungi Hukum, Sistem Informasi Jadi Pilar Demokrasi Digital Modern

Selasa, 06 Mei 2025 | 16:45 WIB
header img
Supangat, Ph.D., ITIL., COBIT., CLA., CISA Direktur Direktorat Sistem Informasi (DSI) Yayasan Perguruan 17 Agustus 1945 (YPTA) Surabaya. Foto iNEWSSURABAYA/ist

SURABAYA, iNEWSSURABAYA.ID – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 115/PUU-XXII/2024 dan 105/PUU-XXII/2024 menjadi tonggak penting dalam memperkuat kebebasan berpendapat di Indonesia. Melalui putusan ini, MK menegaskan bahwa kritik terhadap pemerintah maupun institusi publik di media sosial tidak bisa dijerat pidana, selama ditujukan untuk kepentingan umum.

Dalam putusannya, MK menyatakan bahwa penggunaan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) tidak bisa lagi dijadikan dasar untuk membungkam suara rakyat yang menyampaikan aspirasi secara terbuka. Kritik yang membangun dan bertujuan memperbaiki kebijakan kini dilindungi secara hukum.

MK juga menafsirkan ulang istilah “orang lain” dalam Pasal 27A dan Pasal 45 ayat (4) UU ITE. Institusi publik, jabatan, atau profesi resmi tidak lagi termasuk dalam definisi ini. Artinya, masyarakat bisa menyampaikan kritik terhadap lembaga atau pejabat publik tanpa takut dijerat pasal pencemaran nama baik.

Putusan ini berdampak luas pada pengembangan sistem informasi, terutama di sektor pendidikan, pemerintahan, dan swasta. Sistem informasi kini bukan sekadar alat bantu administrasi, tapi juga harus menjadi ruang dialog yang terbuka, transparan, dan akuntabel.

Sistem informasi yang baik harus mendorong partisipasi publik, menerima umpan balik, dan membangun kepercayaan melalui keterbukaan data. Ini adalah prasyarat untuk menciptakan tata kelola digital yang demokratis dan berorientasi pada kepentingan publik.

Kebebasan berekspresi tetap harus diimbangi dengan tanggung jawab sosial. Di sinilah pentingnya literasi digital dan kebijakan moderasi konten yang adil. Kritik yang disampaikan secara etis dan berbasis data tidak boleh disamakan dengan ujaran kebencian.

Institusi pendidikan memiliki peran strategis dalam menanamkan budaya berpikir kritis dan bertanggung jawab. Sistem informasi di lingkungan kampus harus menjadi ruang aman untuk berekspresi, termasuk melalui forum internal, portal informasi publik, hingga sistem aduan digital.

Teknologi dan Hukum Harus Saling Menguatkan

Ke depan, sistem informasi harus dirancang sebagai ruang digital yang inklusif dan aman. Tidak hanya menjaga keutuhan data, tapi juga membangun budaya komunikasi yang sehat. Kolaborasi antara teknologi, kebijakan, dan kesadaran masyarakat menjadi pondasi utama.

Putusan MK ini menjadi pengingat bahwa hukum harus berkembang seiring zaman. Ketika masyarakat aktif di dunia digital, maka sistem informasi harus menjadi penjaga nilai-nilai demokrasi, bukan alat pembatas ekspresi.

Teknologi informasi yang adaptif, kebijakan yang berpihak pada keterbukaan, dan edukasi literasi digital yang merata akan menjadikan sistem informasi sebagai pilar utama dalam memperkuat demokrasi digital Indonesia. Ruang digital harus tetap menjadi milik bersama yang aman, inklusif, dan mendukung kemajuan masyarakat.

Penulis: 

Supangat, Ph.D., ITIL., COBIT., CLA., CISA

Direktur Direktorat Sistem Informasi (DSI) Yayasan Perguruan 17 Agustus 1945 (YPTA) Surabaya

 

Editor : Arif Ardliyanto

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut