Yahudi Isfahan, Perang Israel-Iran dan Hadis Nabi Tentang 70 Ribu Pengikut Dajjal

Oleh: Ulul Albab
Ketua ICMI Orwil Jawa Timur
NAMA Isfahan, kota tua di Iran bagian tengah, kini viral di berbagai platform digital. Hal ini terkait dengan perang Israel-Iran saat ini, dihubungkan dengan hadis sahih Imam Muslim yang menyebut Dajjal akan diikuti "70.000 orang dari Isfahan, mereka mengenakan jubah panjang." Narasi ini terasa relevan di tengah meningkatnya ketegangan geopolitik antara Israel dan Iran.
Pertanyaannya: Benarkah "Yahudi Isfahan" terkait dengan narasi Dajjal? Dan bagaimana seharusnya umat Islam menyikapinya dengan cerdas, tenang, dan penuh hikmah?
Sejarah dan Realitas Yahudi di Iran
Isfahan bukan nama asing dalam sejarah peradaban Islam dan Yahudi. Sejak Kekaisaran Persia, komunitas Yahudi telah menetap di sana, bahkan sebelum Islam. Setelah Islam berkembang, mereka diakui sebagai ahl al-dhimmah, warga negara yang dilindungi.
Konstitusi Iran modern memberi perwakilan Yahudi di parlemen, bersama komunitas Kristen dan Zoroastrian.
Jumlah mereka kurang dari dua ribu orang. Mereka bukan kelompok militan, zionis, atau berafiliasi dengan Israel. Mereka warga negara Iran yang setia, banyak menolak ekspansi militer Zionis. Menyebut mereka "tentara Dajjal" adalah tuduhan yang berlebihan.
Memahami Hadis: Perspektif Ulama
Ulama seperti Ustadz Adi Hidayat dan Ustadz Abdul Somad menekankan bahwa hadis tentang Dajjal dan pengikutnya tak boleh dibaca tekstual. Diperlukan pemahaman kontekstual, ruhani, dan bijaksana.
Gus Baha menambahkan bahwa simbol dalam hadis sering mengandung makna lain: Dajjal bukan hanya sosok, tapi bisa berupa sistem kebatilan yang menipu, memalingkan manusia dari kebenaran.
Basirah (mata batin) penting. Kita tak dituduh untuk menuduh kelompok etnis atau agama tertentu. Yang diperintahkan adalah mawas diri. Sudahkah kita siap menghadapi zaman di mana kebenaran bisa tampak seperti kebatilan, dan sebaliknya?
Narasi Dajjal di Agama Lain
Narasi "musuh akhir zaman" bukan eksklusif Islam. Dalam Kristen ada Antikristus, dan dalam Yudaisme ada konsep false messiah. Keresahan tentang kekuatan jahat yang menyamar sebagai pembebas adalah keresahan universal.
Yang perlu dibangun bukanlah kebencian, melainkan kesadaran bahwa dunia butuh lebih banyak cahaya akhlak, ilmu, dan welas asih.
Geopolitik dan Provokasi Digital
Perang Israel-Iran, konflik Timur Tengah, dan narasi "tanda-tanda kiamat" mudah dipelintir media sosial. Gambar, potongan hadis, dan narasi bombastis disebar tanpa verifikasi, membangun kepanikan yang melampaui fakta.
Ini berbahaya. Islam mengajarkan keteguhan, bukan ketakutan. Rasulullah tak pernah meminta umatnya paranoid, tapi menjadi umat yang berilmu, cermat membaca zaman, dan menjaga ukhuwah.
Kita harus waspada terhadap narasi ekstrem yang menjadikan musuh imajiner sebagai alasan untuk menyulut kebencian. Sebaliknya, mari kita bangun narasi tathbiq al-hikmah: menerapkan hikmah dalam menyikapi kompleksitas zaman.
Editor : Ali Masduki