Dulu Kena PHK, Kini Ibu-ibu Jombang Hidupkan Ekonomi Lewat Tenun Tradisional
JOMBANG, iNewsSurabaya.id – Pandemi Covid-19 sempat merenggut sumber penghidupan banyak keluarga. Namun bagi sejumlah ibu rumah tangga di Desa Penggaron, Kecamatan Mojowarno, Kabupaten Jombang, masa sulit itu justru menjadi titik balik untuk bangkit dan berkarya.
Mereka yang dulunya buruh pabrik sarung dan harus menerima pahitnya pemutusan hubungan kerja (PHK) massal, kini menjelma menjadi penggerak ekonomi kreatif melalui Sentra Tenun Wastra Sejahtera. Dari tangan-tangan terampil para perempuan tangguh ini, lahir berbagai produk tenun khas Jombang yang mulai dikenal hingga luar daerah.
Beragam hasil karya diproduksi di sentra ini, mulai dari sarung goyor, kain lurik, kain motif, kain dobi dengan tekstur timbul, hingga selendang berwarna alam. Tak berhenti di situ, mereka juga mengembangkan produk lain seperti blangket serta inovasi terbaru berupa tirai bambu yang kini mulai diminati pasar.
Proses pembuatan kain tenun bukan pekerjaan instan. Setiap lembar kain melewati tahapan panjang dan penuh ketelatenan. Dimulai dari memintal benang, lalu midang, yakni menghitung dan menata benang sesuai kebutuhan motif. Benang kemudian digambar, diikat, dan dicelupkan ke warna pilihan sebelum diurai, dipalet, dan akhirnya ditenun secara manual.
Tahap akhir adalah penjahitan atau penyambungan kain hingga siap dipasarkan. Untuk menyelesaikan satu potong kain, para perajin membutuhkan waktu rata-rata dua hari, tergantung tingkat kerumitan motif dan kondisi mesin tenun yang terkadang mengalami kendala teknis. Dalam kondisi normal, mereka mampu memproduksi hingga tiga potong kain setiap pekan.
Siti Khoirul Uma, salah satu pengelola Sentra Tenun Wastra Sejahtera, menuturkan bahwa saat ini terdapat sekitar 15 perajin, mayoritas ibu-ibu yang terdampak PHK pada 2021 lalu.
“Waktu itu pabrik tempat ibu-ibu bekerja tutup karena pandemi. Daripada berhenti total dan tidak berpenghasilan, kami akhirnya berinisiatif memproduksi sendiri di sini,” ujar perempuan yang akrab disapa Uma, Minggu (28/12/2025).
Menurut Uma, sistem kerja di sentra tersebut dibagi sesuai kemampuan. Sebagian perajin bekerja langsung di lokasi untuk menenun dan midang, sementara lainnya mengerjakan proses awal seperti pencelupan warna dari rumah masing-masing. Pola kerja dilakukan secara borongan agar lebih fleksibel bagi para ibu rumah tangga.
Soal upah, nilainya bervariasi tergantung jenis pekerjaan. Untuk midang berkisar Rp10 ribu hingga Rp15 ribu, menenun sarung Rp45 ribu per potong, kain Rp75 ribu, dan selendang sekitar Rp30 ribu.
“Alhamdulillah, meski sederhana, omzetnya masih cukup untuk perputaran dan membantu ekonomi keluarga,” tutur Uma.
Menariknya, pesanan tenun khas Jombang ini tak hanya datang dari wilayah sekitar, tetapi juga dari luar Pulau Jawa seperti Kalimantan. Meski demikian, Uma mengakui promosi tetap menjadi tantangan utama. Untuk itu, pemasaran terus digencarkan melalui media sosial agar produk tenun lokal semakin dikenal luas.
Ke depan, Uma berharap Sentra Tenun Wastra Sejahtera bisa terus berkembang dan menjadi sumber inspirasi bagi masyarakat sekitar.
“Harapannya ke depan lebih bagus lagi, lebih berkarya, dan bisa menginspirasi banyak orang. Semoga semakin banyak yang datang dan mengenal Tenun Wastra Sejahtera,” pungkas ibu rumah tangga berusia 41 tahun tersebut.
Editor : Arif Ardliyanto