Ikfina membeberkan dua rancangan strategi yang harus dilakukan Pemkab Mojokerto dalam menekan angka stunting. Pertama, yang sudah terlanjur lahir, ketika usia belum dua tahun kita harus dorong dengan gizi, jadi intervensi gizi anak stunting jadi tidak stunting batasnya dua tahun.
Kedua, bagaimana yang hamil-hamil ini jangan sampai lahir stunting, maka angka stunting akan turun karena penyebabnya stunting itu ada dua garis besar tersebut.
Dalam kasus stunting di Kecamatan Jatirejo sendiri, masih terdapat 563 dari total 1.218 keluarga di Desa Jatirejo yang beresiko stunting. Hal tersebut menjadi atensi tersendiri bagi Pemkab Mojokerto. “Banyak yang usianya di atas 35 tahun dan 353 orang di desa Jatirejo usianya terlalu tua. Ini harus kita pastikan sehingga semua ini harus KB agar tidak hamil,” jelas Ikfina.
Ia juga menjelaskan, ada empat indikator penilaian keluarga resiko stunting, yang pertama prasejahtera, yakni keluarga yang tidak punya sumber penghasilan tetap.
Kemudian fasilitas lingkungan tidak sehat, seperti keluarga yang tidak memiliki sumber air bersih. Dan yang ketiga pendidikan di bawah SLTP.
“Selain dibawah SLTP yang beresiko stunting, ada Push empat terlalu yaitu usia diatas 35 tahun, punya anak jaraknya kurang dari dua tahun, anak lebih dari tiga, dan pernikahan di usia dini,” bebernya.
Selain itu, perlu adanya kerjasama dalam menurunkan stunting di wilayah Kabupaten Mojokerto antara TPPS Kecamatan dengan stakeholder lainnya. “Adanya kerjasama melalui Pustu, Pukesmas, Posyandu dan tim pendamping keluarga ini akan menjadi ujung tombak dalam mendapatkan informasi dan memantau perkembangan,” paparnya.
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait