SURABAYA, iNews.id - Surabaya menjadi kota bisnis dan terkenal ramah terhadap warganya. Namun di kota yang terkenal hijau ini, ada sedikit tinta yang mengotori nama baik Kota Pahlawan ini.
Kota Pahlawan sedikit tercemar, fakta ini terlihat dengan kurangnya pelayanan terhadap warga yang mengaku sudah 10 tahun lebih tidak menerima aliran air bersih. Yang lebih memalukan lagi, mereka bertempat tinggal di tengah kota. Mereka harus susah payah untuk mendapatkan aliran air bersih demi memenuhi kebutuhan keseharian.
Padahal, mereka juga telah melaporkan ke PDAM, namun respon yang diberikan tidak menggembirakan, hanya mendapatkan janji-janji yang tak kunjung dipenuhi. "Sudah 10 tahun air PDAM mati. Kita sudah berkali-kali lapor ke pihak PDAM bahkan datang ke kantor PDAM tapi hasilnya nihil. Pipa saluran PDAM sampai sekarang belum diperbaiki," ujar Mohammad Zulkarnaen warga Blauran Kidul gang1 nomor 8 Surabaya.
Zul mengatakan, ada sekitar 20 rumah yang tidak mendapat layanan air bersih PDAM. "Pemukiman ini perbatasan. Jadi barisan rumah di sebelah barat masuk Blauran Kidul gang 1, sedangkan di sisi timur masuk Kebangsren," imbuhnya.
Zulkarnaen menjelaskan, dulu pernah ada petugas PDAM yang datang ke kampung, mereka datang untuk melakukan pengukuran. Namun sampai sekarang tetap saja tidak ada perbaikan. "Tunggu anggaran," ucap Zul menirukan perkataan dari pihak PDAM Surya Sembada.
Untuk memenuhi kebutuhan air bersih, warga membeli ke penjual air keliling. "Warga mendapatkan air bersih, untuk mencuci, masak, mandi dengan membeli air gledekan. Setiap bulan habisnya Rp500 ribu sampai Rp 600 ribu. Kalau tidak ada penjual air gledekan kita beli air galon isi ulang," ungkapnya.
Menurut Zul, dirinya memanfaatkan air sumur untuk mandi. Tapi kondisi airnya keruh. "Mau gimana lagi. Terpaksa untuk menghemat biaya. Padahal kita ini tinggal di pusat kota," keluhnya.
Tia warga lainnya menambahkan, meski air bersih PDAM tidak mengalir, warga tetap dikenakan tagihan untuk administrasi. "Ketika bulan Januari, Maret, April tagihannya sekitar Rp 18 ribuan. Namun setelah itu naik menjadi sekitar Rp 60 ribu lebih. Tidak dapat air tapi tetap disuruh bayar," keluhnya.
Akibatnya ada sedikitnya 3 warga yang berhenti menjadi pelanggan PDAM, karena keberatan membayar.
Wakil Ketua Komisi B Anas Karno prihatin atas kondisi warga tersebut. Apalagi perkampungan ini letaknya dipusat kota, pusat kegiatan bisnis segi empat emas, dekat dengan kampung Ketandan dan Tunjungan Romansa yang saat ini menjadi ikon wisata Surabaya. Politisi PDIP Surabaya itu meminta, supaya PDAM Surya Sembada segera menangani persoalan tersebut, sehingga warga tidak lagi susah akan air bersih.
"Sebenarnya ini perkara mudah. Wong jaringan pipa di kampung ini sudah ada. Didukung juga jaringan dikampung sekitarnya juga ada. Apalagi aliran air di kampung tetangga juga normal," jelasnya.
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait