SURABAYA, iNews.id - Bersinergi dengan Komunitas Tolong Menolong dan Komunitas CB Internet (KCBI) Peduli, Elvira Devinamira, Puteri Indonesia 2014 melakukan program kemanusiaan berupa bedah rumah (renovasi rumah).
Rumah yang dibedah adalah milik Supardi (64), berlokasi di pinggiran bozem dan masuk di kawasan Tambak Asri, Kelurahan Morokrembangan, Kecamatan Krembangan, Kota Surabaya.
Pelaksanaan bedah rumah ini sendiri berlangsung selama kurang lebih 24 hari dan menghabiskan anggaran hampir Rp 20 juta.
Sayangnya, Elvira Devinamira tidak bisa hadir saat serah terima rumah usai dibedah dan diwakili oleh Daniel Lukas Rorong selaku Ketua Komunitas Tolong Menolong (KTM), Sabtu (13/8/2022).
"Posisi Elvira (Puteri Indonesia 2014) saat ini sedang berada di luar negeri. Jadi, menyuruh saya untuk mewakili serah terima. Tapi setelah agendanya kosong, beliau berjanji akan datang menjenguk ke lokasi bedah rumah," kata Daniel sembari berpose dan bersalaman dengan Supardi (64 tahun), si pemilik rumah.
Dijelaskan oleh Daniel, kondisi rumah Supardi atau yang akrab dipanggil Pak Odong ini diketahui berdasarkan informasi dari masyarakat.
Supardi sendiri tinggal bersama istri dan anak angkatnya yang masih berusia 10 tahun, di rumah petak yang kumuh serta tak layak huni berukuran 3 meter x 6 meter.
Menurut Daniel, dengan tidur beralaskan kasur lusuh dan barang-barang bekas serta kondisinya bocor saat hujan.
Sirkulasi udaranya juga sangat buruk. Ditambah kondisi kamar mandi yang seadanya tanpa ada WC.
Sehingga saat maaf, BAB, langsung dibuang di bozem yang berada di depan rumahnya.
"Namun saat ini, Pak Supardi sudah memiliki WC di dalam rumah. Kondisi rumahnya pun sudah bagus dan sangat layak huni dibanding sebelumnya," jelas Daniel yang sudah menjadi relawan kemanusiaan sejak tahun 2010 lalu.
Supardi pun terlihat senang dan tak lupa mengucapkan terima kasih atas bantuan bedah rumah yang diterimanya.
"Terima kasih pada Mbak Elvira (Puteri Indonesia 2014) serta dua komunitas sosial (Komunitas Tolong Menolong dan KCBI Peduli). Saat ini, saya dan keluarga tak perlu melek'an untuk berjaga-jaga saat hujan deras akibat atap bocor. Serta tak perlu bingung saat mau BAB lagi," ucapnya.
Untuk diketahui, Pak Supardi sendiri sehari-hari berprofesi sebagai tukang becak yang sudah diilakoni sejak tahun 1983 sampai sekarang, dengan penghasilan yang sangat minim berkisar Rp 10 ribu sampai Rp 30 ribu per hari.
Tak jarang, pulang dengan tangan hampa dikarenakan sepi penumpang.
"Kalah bersaing dengan ojol (ojek online)," kata Supardi singkat.
Kondisi berbeda diakui Supardi sekitar tahun 80an sampai akhir 90an saat kawasan Tambak Asri masih menjadi lokalisasi.
"Ya, pokoknya Alhamdullilah. Berapapun yang saya dapat, tetap disyukuri. Yang penting halal dan saya tetap diberikan kesehatan agar bisa bekerja," ucapnya yang juga kerap bekerja serabutan seperti menjadi kuli bangunan.
Beruntung, Supardi dibantu istrinya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dengan bekerja jadi buruh cuci dan setrika di tetangganya dengan penghasilan hanya Rp 50 ribu per minggu.
Editor : Ali Masduki
Artikel Terkait