MALANG, iNewsSurabaya.id - Tragedi memilukan di Malang membuat dunia menyorotnya. Apalagi dari 125 korban yang meninggal, ada sekitar 33 korban masih berstatus anak dibawah umur.
Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian PPPA Nahar mengatakan, ada 33 anak meninggal dunia dalam kejadian di Malang. “Sebanyak 33 anak meninggal dunia, 8 anak perempuan dan 25 anak laki-laki, dengan usia antara 4 tahun sampai 17 tahun,” katanya.
Peristiwa itu disusul bentrokan dengan aparat lalu memicu penembakan gas air mata membabi buta ke arah tribun penonton dan jalan keluar.
“Semua yang bertanggung jawab harus bertanggung jawab atas bencana ini, terlepas dari status atau posisi mereka,” kata Phil Robertson, Wakil Direktur Asia untuk Human Rights Watch yang berbasis di New York, Senin (3/10), seperti dilaporkan Straits Times.
“Tidak cukup bagi Polri dan PSSI melakukan penyelidikan sendiri karena mereka mungkin tergoda untuk mengecilkan atau melemahkan akuntabilitas penuh dari pejabat yang terlibat,” tambahnya dalam sebuah pernyataan.
Dr Bobi Prabowo, Direktur RS Kanjuruhan, seperti dilansir Straits Times mengatakan kepada wartawan bahwa mereka yang dibawa ke rumah sakit pada Sabtu malam sebagian besar menderita trauma, sesak napas, dan kekurangan oksigen.
“Ketika Anda berada dalam situasi kekurangan oksigen, karena gas air mata, dan Anda panik pada saat yang sama, hal berikutnya yang bisa terjadi adalah Anda pingsan,” katanya.
Korban insiden di Malang. Foto Okezone
Beberapa pasien menderita banyak luka karena terinjak-injak oleh orang banyak, kata Dr Prabowo. Ester Andayanengtyas mengatakan kepada BBC, Senin (3/10), putrinya yang berusia 17 tahun, Debora, menderita luka serius, termasuk patah leher dan pembengkakan di otak dari peristiwa itu.
“Saya minta dia tidak menonton pertandingan hari itu. Dia tidak pulang, paginya teman-temannya mencarinya,” kata Andayanengtyas.
“Kami mencarinya di UGD, tapi dia tidak ada di sana. Rumah sakit menyuruh kami untuk melihat kamar mayat. Kebingungan terjadi karena putri saya tidak membawa kartu identitas,” ujarnya.
Saksi lain melaporkan mendengar orang tua berteriak “di mana anak saya” di antara kekacauan, dan seorang pria mengatakan kepada BBC bahwa dia melihat orang tua pingsan saat melindungi anak-anak mereka.
“Seorang ibu pingsan saat memeluk anaknya, di sebelahnya anak laki-laki pingsan,” katanya.
“Kemudian beberapa pendukung mengangkat ibu dan anak itu untuk keluar dari stadion. Mereka tidak sadar ketika digendong itu karena gas air mata,” ujarnya.
Ketika kemarahan meningkat terhadap polisi, Menko Polkam Mahfud MD mengumumkan bahwa satuan tugas khusus dibentuk untuk penyelidikan.
“Kami meminta Polri untuk menemukan pelaku yang telah melakukan kejahatan dalam beberapa hari ke depan,” kata Mahfud MD.
“Kami meminta mereka untuk … mengambil tindakan terhadap mereka dan kami juga berharap polisi nasional akan mengevaluasi prosedur keamanan mereka,” paparnya.
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait