Cininta Pertiwi, Strategy, Learning, and Knowledge Curator of Dala Institute sekaligus penyusun NCCC White Paper menjelaskan bahwa tujuan dari White Paper ini adalah sebagai panduan untuk semua pelaku kepentingan terkait dari publik, swasta, dan pemerintah dalam memperkuat hubungan antara unsur alam dan manusia.
"Kedua aspek tersebut perlu berjalan dengan dengan seimbang demi mencapai target pembangunan berkelanjutan," ujarnya.
Selain itu, kata dia, objektif lain dari White Paper ini adalah untuk menyediakan sebuah kerangka kerja dalam memandu proses pengelolaan sumber daya alam, serta upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
Irfan Darliazi Jananto, Perwakilan Direktorat Lingkungan Hidup Bappenas sepakat dengan pentingnya unsur community dalam melindungi alam.
“Pengembangan social capital adalah penentu dalam melindungi dan membuat ekosistem kita berkelanjutan. White Paper ini mengingatkan kita semua bahwa segala bentuk aktivitas ekonomi yang berhubungan dengan sumber daya alam, komunitas, dan karbon tidak boleh menyeleweng dari hukum dan tradisi lokal yang kerap dianut selama beratus-ratus tahun demi melindungi alam di sekitar para penduduk,” ungkapnya.
Sementara itu, Andhyta Firselly Utami, Ekonom Lingkungan Hidup dan Co-Founder Think Policy, yang juga hadir sebagai panelis pada diskusi tersebut berpendapat bahwa untuk mendorong NCCC diperlukan perubahan paradigma pembangunan, dimana perlu adanya perubahan paradigma sosial yang saat ini masih sangat mengedepankan pertumbuhan ekonomi.
“Banyak orang terpaku dengan angka Produksi Domestik Bruto (PDB), pertumbuhan ekonomi jangan sampai menjadi indikator tunggal yang melupakan dampak negatif dari industrialisasi yang tidak terkontrol,” jelasnya.
Lebih lanjut Andhyta menjelaskan kombinasi yang dibutuhkan adalah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dengan emisi serendah mungkin.
“Sudah sepantasnya kecepatan pertumbuhan ekonomi tidak melampaui ketersediaan sumber daya alam bumi kita. Memang, biasanya diperlukan momentum khusus buat sebuah perubahan paradigma atau konsep baru untuk bisa diadopsi masyarakat luas, seperti yang terjadi saat peristiwa Great Depression di Amerika Serikat pada 1929 yang berakhir dengan perkenalan konsep GDP oleh ekonom Simon Kuznets,” tambahnya.
Deputi Direktur SDGs Center Universitas Padjadjaran, Ahmad Komarulzaman, berpendapat bahwa peran pemimpin sangat penting untuk mendorong sebuah konsep pembangunan. Momentum paska pandemi dapat dijadikan sebagai saat yang tepat untuk
melakukan sosialisasi NCCC.
“Saat ini momentum post COVID sedang menahan pembangunan dalam waktu yang cukup lama dan semua orang punya kesempatan untuk berpikir ulang untuk konsep pembangunan, hal lainnya SDGs ini mau selesai dan sekarang sudah ada diskusi post 2030. Ketika pembicaraan SDGs ini selesai, NCCC bisa punya panggung sendiri,” tuturnya.
Editor : Ali Masduki
Artikel Terkait