SURABAYA, iNewsSurabaya.id - Bagi masyarakat Indonesia, mendengar kata penggusuran, digusur dan tergusur, bukan sesuatu yang aneh.
Bagi kebanyakan orang, hal itu dianggap biasa, lantaran saking populernya berita penggusuran menghiasi laman media massa.
Bahkan tidak banyak yang peduli dan mau ikut andil membela kaum yang tergusur. Jika adapun, hanya segelintir aktivis yang advokasi.
Mirisnya lagi, penumpang gelap kerap menunggangi kepedihan korban penggusuran. Padahal selama ini mayoritas yang tergusur adalah lahan dan hunian masyarakat bawah.
Dengan dalih apapun, penggusuran lahan dan hunian masyarakat ini rupanya memiliki dampak yang besar.
Selain terlunta-luntanya warga yang tidak mendapat jaminan hidup, ada hal yang lebih berharga yang dirampas. Yakni sejarah dan budaya.
Padahal, sejarah sangat fundamental dalam pembentukan identitas nasional. Kesadaran sejarah merupakan sumber inspirasi untuk membangkitkan rasa kebangsaan dan tanggung jawab. Kesadaran sejarah juga penting bagi sutu bangsa, karena dapat membimbing manusia kepada pengertian sebagai bangsa.
Lebih jauh lagi, pengetahuan sejarah dan budaya lokal sangat penting dipahami, agar mendapatkan informasi mengenai asal- usul khazanah serta kebudayaan dan kekayaan. Keahlian di bidang-bidang tertentu lainya yang pernah diraih oleh umat pada masa terdahulu, serta dapat mengambil ibrah atau pelajaran dari kejadian-kejadian dan perjuangannya.
Kisah ironi dari penggusan itupun menjadi topik hangat usai pemutaran film pendek "Layang-Layang" yang digagas oleh Yayasan Kreasitama Sinema Kita.
Film garapan para sineas kota Pahlawan ini memang bercerita tentang kisah korban penggusuran. Bagaimana konflik keluarga terjadi, yang akhirnya memaksa keluarga ini untuk menjual tanah yang telah mereka tempati sejak lama.
Ironisnya, penggusuran seringkali dilakukan oleh oknum-oknum yang berkuasa.
Penulis dan Sutradara film, Ada Ryo Maestro, mengungkapkan bahwa film ini diproduksi untuk mengirim pesan langsung ke End User melalui diskusi lanjutan.
"Terdapat pelanggaran HAM yang terjadi pada proses penggusuran yang bisa kita sebut tragedi kemanusiaan," tegas Ryo.
Sementara menurut Wahyuni Widya, Senior Advisor Gusdurian ,CMARS, ada sesuatu yang berharga dihilangkan dalam penggusuran.
“Ketika terdapat tempat yang digusur maka ada sejarah dan budaya yang turut hilang, dan pasti ada hak yang dilanggar," tuturnya.
“Penggusuran itu adalah pelanggaran berat atas hak asasi manusia," tegas Wahyuni dalam sesi screening film ‘Layang-Layang’ dan Diskusi 'Sepetak Eksistensi' bersama Kreasitama Foundation, pada 21 Maret 2023, di Coffee Toffee Unair Surabaya.
Diskusi ini berjalan hangat dengam dihadiri beberapa komunitas seperti Gerdu Suroboyo, ITS, Pemuda Katolik Surabaya, Wani, Kartar Mleto, Kartar Karang Rejo, Rujag Ulek Channel, CIPHOC Unitomo, Actthinkclub, SMELEH, dari Musisi, Sineas Surabaya, serta dari undangan dari Bekasi dan Madura.
Editor : Ali Masduki
Artikel Terkait