Itjen Kemendikbud Puji PPDB Jatim, Ini Terobosan yang Dilakukan, Provinsi Lain Bisa Tiru

Saipul Yudi
Itjen Kemendikbud memuuji PPDB Jatim dengan Terobosan yang Dilakukan, Provinsi Lain Bisa meniru sistem yang diterapkan. Foto iNewsSurabaya/saipul

SURABAYA, iNewsSurabaya.id - Tim Inspektorat Jendral (Itjen) Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbud-Ristek) melakukan monitoring terkait persiapan pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di Jawa Timur. Hasilnya diluar dugaan, Jatim memiliki sistem penerimaan PPDB sangat bagus. 

"Untuk mengawal kebijakan khususnya PPDB SMA/SMK Negeri di Jatim, " kata Pengendali Teknis Tim Itjen Kemendikbud-Ristek Hudi Sulistyo di Dinas Pendidikan Jawa Timur.

Ada beberapa poin yang menjadi catatan tim Itjen Kemendikbud-Ristek dalam kebijakan baru PPDB 2023 yang dikeluarkan Pemerintah Provinsi Jatim, yakni Golden Ticket untuk Ketua OSIS, Hafiz Quran, kuota khusus ADEM, dan kuota siswa SMP-LB.

Hadi menilai adanya kebijakan baru PPDB 2023 yang dikeluarkan Jatim cukup bagus. Misalnya saja pada jalur Afirmasi yang mengakomodir elemen masyarakat menengah ke bawah.

Kemudian jalur akademik dan non-akademik yang mengakui seluruh kegiatan kejuaraan untuk dihitung poin dalam PPDB.

"Apa yang dilakukan Jatim ini patut diapresiasi. Karena pendidikan untuk semua elemen. (Untuk kebijakan baru ini) pada prinsipnya dalam PPDB harus objektif, transparansi, dan akuntabel. Sosialisasi pun sudah dilakukan di seluruh wilayah Jatim oleh Dinas Pendidikan," katanya senin,(10/4/2023).

Tim Irjen Kemendikbud-Ristek juga menyoroti soal kebijakan khusus PPDB untuk daerah batasan antarprovinsi. Hadi mengatakan pihaknya memberikan keluwesan bagi provinsi untuk aturan zonasi pada daerah berbatasan ini.

Kemendikbud-Ristek melakukan evaluasi terhadap proses PPDB yang telah berlangsung sejak tahun 2019. Salah satunya terkait mekanisme perubahan zonasi.

Hadi menekankan, hal tersebut, sesuai aturan Permendikbud No. 1 tahun 2021 tentang mekanisme perubahan zonasi diserahkan ke otonomi daerah, baik persentase maupun pembagian zonasi setiap kabupaten/kota.

"Di Jatim ini aturannya (persentase zonasi) 50 persen. Ini sudah disesuaikan dengan kondisi daerah di Jawa Timur, yang penting tetap transparansi," katanya.

Sebaliknya, lanjut Hadi, jika di Jatim misalnya akan menggunakan persentase zonasi di bawah 50 persen atau 25 persen, maka daerah harus konsultasi berdasarkan rasionalisme dan jajakan kajian akademis.

Dalam mengontrol jalannya pelaksanaan PPDB tahun 2023, Kemendikbud-Ristek akan menggunakan audit forensik jejak digital yang akan dilakukan pada bulan Juli. Langkah ini untuk menanggapi dan menyelesaikan persoalan manipulasi data Kartu Keluarga yang banyak ditemui dalam PPDB tiap tahun.

"Makanya berkaitan dengan objektivitas dan akuntabilitas kementerian akan melakukan audit forensik jejak digital untuk menanggapi pengaduan masyarakat. Kalau betul, kami akan audit forensik untuk melihat kecurangan secara sistem. Ini cara kementerian untuk melihat pelaksanaan PPDB," katanya.

Sementara itu, terkait sistem zonasi di daerah perbatasan, Kepala UPT Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan (TIKP) Dinas Pendidikan Jatim, Alfian Majdi mengatakan tahun ini pihaknya membuat kebijakan dengan meniadakan persentase zonasi untuk daerah perbatasan antarprovinsi.

"Sekolah yang berada di wilayah perbatasan bisa menerima siswa sesuai jumlah pagu yang dimiliki. Namun, penerimaan akan dilakukan secara luring setelah proses PPDB daring tuntas," katanya.

Misalnya saja di SMAN 1 Kasiman Bojonegoro, jika pagu yang disediakan 300 siswa, namun yang baru terisi melalui sistem PPDB 200 siswa. Maka, sisanya akan dipenuhi dari siswa yang ada di wilayah perbatasan Jawa Timur-Jawa Tengah.

"SMAN 1 Kasiman ini berada di perbatasan Bojonegoro Jawa Timur dan Blora Jawa Tengah. Sekolah ini sangat dekat dengan wilayah Cepu. Di mana siswa hanya cukup berjalan 5 menit untuk sampai sekolah. Nah ini yang kami akomodir, untuk mendaftar PPDB di Jatim tapi secara luring lewat jalur zonasi karena memang sangat dekat," ujarnya.

Selain itu, ditiadakannya kuota untuk wilayah perbatasan antarprovinsi karena kebutuhan yang lebih tingi untuk pemenuhan pagu di sekolah-sekolah perbataan. Alfian mengakui jika anak-anak Jawa Tengah mayoritas bersekolah di Jatim.

"Jika dibatasi persentase hanya 2,5 sampai 3 persen saja siswa yang masuk. Nah ini kan sangat disayangkan. Apalagi jumlah pagu yang terpenuhi tidak sampai 50 persen di sekolah itu. Karenanya kita tiadakan kuota ini," katanya.

Editor : Arif Ardliyanto

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network