SURABAYA, iNewsSurabaya.id - Majalah Panjebar Semangat terus menapaki lika-liku industri pers tanah air. Hingga 90 tahun, media bahasa Jawa ini bahkan sukses mempertahankan eksistensinya dalam menebar semangat para pejuang bangsa.
Namun bertahan di industri media selama 90 tahun bukanlah perkara mudah. Jatuh bangun sudah biasa. Diera disrupsi media ini, majalah Panjebar Semangat atau majalah Penyebar Semangat bisa menjadi rujukan dan contoh dalam mengelola industri media.
Sejumlah pelajar mengenakan pakaian tradisional ikut nyekar di makam pahlawan nasional Dr. Soetomo, ketika ulang tahun ke 90 Majalah Panjebar Semangat.
Tepat pada momentum peringatan ulang tahunnya ke-90, CEO sekaligus Pimpinan Redaksi Majalah Panjebar Semangat, Arkandi Sari meluncurkan buku "Menunggangi Waktu Bersama Panjebar Semangat". Buku ini berisi catatan perjalanan majalah tertua di kota Surabaya tersebut.
"Buku ini menceritakan suka duka ketika memegang tongkat panji-panji Panjebar Semangat. Jadi digambarkan ketika dulu pertamakali terbit, kemudian generasi kakaknya kakek saya, kakek saya dan mertua saya hingga saya," kata Arkandi Sari.
Generasi ketiga penerus majalah lokal berbahasa Jawa ini mengisahkan tentang perjuangan para pendiri hingga Penyebar Semangat menggapai zaman keemasan. Kala itu, dikisaran tahun 1960-an oplah majalahnya menembus angka 66 ribu eksemplar.
Malajah Panjebar Semangat pernah juga mencapai titik kesuksesan yang tidak bisa diikuti media lainnya. Pada tahun 2017-2020, majalah ini digemari oleh orang Suriname. Tapi karena terkendala ongkos kirim akhirna berhenti. Saat itu ongkos kirim dibantu kedutaan Indonesia, tapi ketika duta besar diganti, pengiriman juga berhenti.
Seiring berjalannya waktu dan perubahan zaman, oplah Panjebar Semangat pun semakin menurun. Meskipun oplah turun, Arkandi tidak patah arang.
"Karena saya memegang amanah dari kakek 'Mati urip majalah iku kudu anak putu' (Hidup mati majalah harus sampai ke anak cucu)," ucapnya. Amanah itulah yang memompa pengelola keluarga besar Panjebar Semangat.
Diakui Arkandi, mengelola Panjebar Semangat bukanlah untuk kepentingan bisnis semata. Ia bilang, merawat warisan leluhurnya merupakan salah satu jalan dalam melestarikan budaya Indonesia. Setiap artikel yang diterbitkan oleh majalah ini sarat dengan narasi positif dan edukasi, terutama dalam mempertahankan bahasa Jawa.
Tapi sayangnya, niat baik para penerus Panjebar Semangat kurang mendapat dukungan baik dari perusahaan-perusahaan swasta ataupun pemerintah. Hampir tidak ada perusahaan yang mau memasang iklan.
Sejauh ini, hidup majalah legendaris ini murni dari pelanggan. Ketika pelanggan turun atau agen lambat membayar, maka pengelola harus pontang-panting sampai menggunakan dana pribadi.
"Tapi bagaimanapun sebisanya harus bisa mempertahankan. Alhamdulillah keluarga besar Panjebar Semangat benar-benar loyal dengan keberadaan majalah ini. Jadi kita bersama-sama untuk mempertahankan dan menjaga agar kita tetap aksis sampai kapanpun," terangnya.
Jatuh Bangun Majalah Panjebar Semangat
Panjebar Semangat didirikan pada tanggal 2 September 1933 di Surabaya oleh pahlawan nasional Dr. Soetomo, yang juga salah satu pendiri Budi Utomo. Sejak saat itu tidak pernah absen melayani pembaca. Alasan menggunakan bahasa Jawa sederhana, kala itu masyarakat Indonesia masih belum banyak yang bisa bahasa Indonesia. Halamannya pun tidak banyak, hanya berupa lembaran 4 halaman.
Terbitan perdama Majalah Panjebar Semangat dipajang di kantor.
Arkandi mengatakan, Panjebar Semangat waktu itu digunanakan DR Soetomo untuk menyampaikan pesan-pesan dalam menghimpun semangat masyarakat untuk melawan penajajajan.
"Alhamdulillah sejak terbit, kecuali saat di beredel Jepang kita gak pernah telat satu kalipun terbit," kata dia.
Bahkan ketika masa reformasi 1997-1999, Panjebar Semangat tidak mau mati. Majalah ini terbit setengah halaman. Dari 52 halaman menjadi 26 halaman.
Hantaman berat kemudian berlanjut ketika wabah pandemi Covid-19 menyerang. Pengelola harus memutar otak supaya Penyebar Semangat tetap sampai ke pembaca loyalnya.
Pandemi menjadi hantaman bagi Panjebar Semangat, karena pembayaran dari agen seret. Sedangkan roda kehidupan terus berjalan. Sehingga cover Panjebar Semangat diganti dari art paper menjadi HVS. Tapi kita bersyukur tidak ada pelanggan yang komplain," ungkap Arkandi.
Bertahan di Tengah Digitalisasi Media
Arkandi Sari bercerita, dirinya resmi bergabung ke majalah Penyebar Semangat pada tahun 2009. Sebelumnya dia hanya berada dibalik layar untuk mendukung sang suami.
Sejumlah pelajar membaca Majalah Panjebar Semangat.
Pada awalnya Panjebar Semangat tidak memiliki website, kemudian Arkandi menghadirkan website dan e-magazine. Itu untuk merangkul pembaca dari generasi muda.
"Kita berusaha menyesuaikan dengan kondisi sekarang. Kami juga berusaha menggelar event-event di sekolahan, lomba tulisan Jawa supaya anak muda menoleh," katanya.
Untuk mengenalkan kepada anak usia dini, dua minggu sekali Panjebar Semangat menerbitkan sisipan Narayana. Isinya tentang pengetahuan dasar yang disajikan melalui gambar lucu-lucu. Harapannya agar Orangtua mengajari si anak dan mengenal bahasa Jawa, kemudian mencintai bahasa Jawa.
"Ini upaya menjaga eksisensi Panjebar Semangat," tegasnya.
Di versi online, konten yang disematkan oleh Panjebar Semangat sama dengan versi cetak. Namun untuk bisa mengakses, pelanggan harus mengeluarkan kocek Rp40 ribu setiap bulan. Jika ingin lebih mudah, pelanggan bisa download aplikasi Panjebar Semangat versi android.
"Versi online ini lumayan dapat respon dari generasi muda, hanya saja masih fluktuatif atau datang dan pergi. Setidaknya kita berusaha dengan kondisi sekarang ini. di Andorid juga sudah ada aplikasi.
Di Usianya yang 90 ini, Arkandi Sari berharap ada perhatian dari pemerintah. Setidaknya kebijakan. Misalnya ada himbauan sekolah SD wajib berlangganan 1 eksemplar Panjebar Semangat. Itu akan sangat membantu.
Arkandi bilang, sejauh ini Panjebar Semangat sering roadshow ke sekolah-sekolah dengan menggelar dongeng bahasa Jawa. Namun kalau tidak ada dukungan pemerintah rasanya sulit juga.
"Selama ini pelanggan kami pensiunan pegawai negeri dan guru. Mereka nantinya juga habis dan belum tentu digantikan oleh penerusnya," imbuhnya.
Pertunjukan Ludruk memeriahkan ulang tahun ke-90 Majalah Panjebar Semangat
Perlu diketahui, Panjebar Semangat diprodusi menggunakan mesin cetak sendiri. Uniknya, mesin yang dipakai keluaran tahun 1969. Sejumlah teknologi kuno buatan 1940 juga masih dipakai sampai sekarang. Seperti mesin plat untuk stempel dan pembuat plat nama pelanggan. Mesin hitung kuno pun masih difungsikan.
Itulah sepenggal cerita majalah berbahasa Jawa tertua yang rutin terbit mingguan sejak awal didirikan. Kisah selengkapnya bisa langsung dibaca di buku "Menunggangi Waktu Bersama Panjebar Semangat" yang ditulis oleh Arkandi Sari.
Salah satu teknologi kuno ini masih difungsikan oleh Majalah Panjebar Semangat
Sebagai media senior menggunakan bahasa khusus, yaitu bahasa Jawa, Panjebar Semangat layak dijadikan gurunya para jurnalis dan layak dikategorikan sebagai warisan budaya tak benda.
Sugeng Ambal Warso Panjebar Semangat. Rahayu!
Editor : Ali Masduki
Artikel Terkait