2024, APJII Berharap Bisa Penuhi Kecepatan Internet 100 Mbps

Ali Masduki
Ketua Wilayah APJII Jatim, Ayom Rahwana (kiri) bersama Ketua Umum APJII Muhammad Arif (kanan) di sela Rakerwil APJII Jawa Timur, Selasa (30/1/2024), di Surabaya. Foto/Istimewa

SURABAYA, iNewsSurabaya.id - Tahun 2024, Menterin Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) berharap tidak ada lagi kecepatan internet dengan bandwith dibawah 100 Mbps. 

Hal itu juga menjadi harapan Asosiasi Penyelenggaran Jasa Internet Indonesia (APJII) agar masyarakat di wilayah manapun bisa menikmati kecepatan internet 100 Mbps.

Namun sayangnya, saat ini APJII masih terkendala dengan cost regulation seperti sewa kabel dan utilitas lainnya serta persoalan perizinan bagi Internet Service Provider (ISP). 

Hal ini ditegaskan Ketua Wilayah APJII Jawa Timur, Ayom Rahwana, di sela Rakerwil APJII di
 di Surabaya, Jawa Timur, Selasa (30/1/2024).

Secara industri, APJII Jawa timur juga berharap tidak ada lagi kecepatan internet di bawah 100 Mbps. Untuk itulah, APJII Jawa Timur juga minta cost regulation bisa turun. 

“Sekarang ini, problem yang kami hadapi adalah pemda-pemda mulai berpikir untuk menaikkan harga, seperti sewa kabel dan utilitas. Namun masyarakat sebagai pengguna internet akan membayar mahal apabila persoalan perizinan serta pajak tinggi dalam pemasangan jaringan tak kunjung diselesaikan. Ambillah contoh di Surabaya, cost regulation yang dikeluarkan itu Rp20 ribu per meter. Kemarin saja, kami pasang di Sidoarjo sepanjang 14 kilometer itu biayanya Rp96 juta, mahal sekali. Belum lagi adanya oknum aparat penegak hukum yang kerap 'mengerjai' para penyedia layanan internet dengan alasan perizinan,” ungkapnya.

Meski demikian, lanjut Ayom, APJII baik di pusat maupun daerah terus mendorong pemerintah untuk komunikasi lagi karena pemerintah daerah (Pemda) berpatokan pada peraturan pusat. 

Pemerintah daerah sebenarnya mulai paham dengan regulasi dari pusat, hanya saja implementasinya tidak ada peraturan yang bisa dibilang cukup baik di unit bisnisnya. 

Misalnya, kalau harga sewa dan lainnya dinaikkan sehingga menjadi mahal bagaimana anggota APJII bisa memberikan harga murah untuk kecepatan internet dengan bandwith 100 Mbps.

Ayom melihat usaha pemda membangun fasilitas untuk kepentingan masyarakat mendapat informasi digital sudah lebih baik, namun masih terpencar-pencar, tidak semua wilayah.

 Imbasnya, tidak semua wilayah  dimana masyarakat bisa mendapatkan literasi digital dengan baik.

“APJII Jawa Timur bisa saja memaksakan kecepatan internet dengan bandwith 100 Mbps tapi harganya tidak bisa murah. Kalau tidak murah, resikonya masyarakat tidak bisa mengakses internet sesuai target yakni dengan kecepatan 100 Mbps,” tegasnya.

Ayom mengatakan selama 2023 lalu, APJII Jawa Timur telah melakukan komunikasi dengan Pemda  Jember, Nganjuk, Madiun dan Pemkot Surabaya. 

Masih belum sinkron terkait bagaimana menyusun PAD dan mengarahkan cita-cita tentang digitalisasi karena  melibatkan dua dinas yang berbeda dan pemikirannya yang berbeda-beda.

Ayom menambahkan penggunaan internet di Indonesia terus tumbuh. Menurutnya, berdasarkan data survei tahunan yang APJII lakukan, pada bulan Juni 2023, tingkat penetrasi internet secara nasional sekitar 78,01 persen dari total populasi Indonesia, atau sekitar 215 juta jiwa, telah menggunakan internet. Di Jawa Timur sendiri, tingkat penetrasi internet 77,6 persen.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum APJII Muhammad Arif, menegaskan, pentingnya kolaborasi multisektoral yang strategis untuk merumuskan dan mengimplementasikan kebijakan yang mendukung pengembangan ekosistem digital yang kuat dan merata di seluruh Indonesia. 

"Salah satu tantangan yang dihadapi adalah memastikan bahwa akses internet mencapai daerah-daerah terpencil yang saat ini belum terjangkau. Pertumbuhan pengguna internet yang rendah adalah sinyal perluasan layanan internet ke seluruh penjuru wilayah Indonesia terhambat. Salah satu faktor penyebabnya adalah regulasi yang tidak harmonis antara pemerintah pusat dan daerah,”paparnya.

Arif mengharapkan pemerintah daerah mempermudah upaya pembangunan infrastruktur internet hingga pelosok, bukan malah menjadikannya sebagai sumber pendapatan daerah. 

Dampak ekonomi dari layanan internet yang lebih luas akan jauh lebih besar daripada pendapatan pajak daerah yang justru menghambat perluasan jaringan.

Arif optimis kolaborasi tersebut bisa terwujud. Pihaknya telah bertemu dengan Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) dan menyampaikan soal kolaborasi dengan membangun mindset yang digital. Jangan bicara digitalisasi kalau secara mindset digital belum terbangun. 

“Ketika ISP hadir di wilayah, justru Pemda bisa meng-kolaborasi dan mendorong keberadaan ISP untuk kerja sama mengatasi blankspot di wilayah tersebut. Sehingga ini akan memberikan manfaat bagi masyarakat dan pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut dan bukan sebaliknya ISP hadir di wilayah malah dijadikan obyek untuk meningkatkan pendapatan daerah,”tuturnya.

Arif mengakui masalah ini juga merupakan masalah nasional. Biasanya, di daerah ada oknum yang menanyakan soal perijinan ISP. Padahal perizinan ISP berlaku secara nasional dan tercatat di Kemenkominfo sekitar seribu lebih ISP legal. 

“Nah, di daerah banyak oknum yang mencari hal-hal yang sebenarnya tidak berhubungan dengan subtansi perizinan ISP karena dari sisi perijinan sudah clear di pusat. Mereka memanggil pihak ISP dan menanyakan perijinan dan hal-hal di luar perizinan sesuai unit-unit bisnis ISP. Tentunya ini menghabiskan energi, pihak ISP tidak bisa menjalankan bisnisnya. Syukurlah, dengan komunikasi yang intens, APJII sudah mendapatkan solusi yang saat ini sedang disusun MoU dan PKS sehingga ada kerja sama lebih baik lagi dengan pemerintah ke depan,”pungkasnya.
  

Editor : Ali Masduki

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network