SURABAYA, iNewsSurabaya.id - Masyarakat Ketenagalistrikan Indonesia (MKI) mengungkap tantangan implementasi program di transisi energi di Indonesia.
Sebagaimana diketahui, proses transisi energi yang tengah dilakukan di berbagai negara termasuk Indonesia menghadirkan sejumlah potensi dan tantangan.
Tingginya kebutuhan dana dalam proses transisi energi membutuhkan investasi tidak hanya dari dalam negeri tetapi juga dari luar negeri agar realisasi program dapat dilaksanakan. Namun demikian, upaya memperluas akses terhadap investasi global untuk program transisi energi kerap terkendala dengan regulasi.
Oleh karenanya, guna merumuskan solusi berkenaan dengan kebutuhan regulasi yang dapat mempercepat terlaksananya proses transisi energi, Masyarakat Ketenagalistrikan Indonesia (MKI) menggelar webinar seri episode lima yang kali ini bertema “Regulasi dan Kebijakan yang dibutuhkan untuk mendukung masuknya investasi global dalam Percepatan Transisi Energi di Indonesia”.
“MKI sebagai wadah bagi pelaku industri ketenagalistrikan merasa perlu mendukung pemerintah untuk mencari solusi terhadap berbagai tantangan transisi energi yang kami semua rasakan, sehingga webinar seri kelima kami selenggarakan spesifik membahas tentang regulasi,” ujar Ketua Umum MKI, Evy Haryadi.
Bersama dengan Kasatgas Transisi Energi Nasional, Rachmat Kaimuddin, JETP, PT SMI (Persero), World Bank, ADB, dan IBM, MKI berharap dapat dirumuskan masukan agar tantangan investasi dapat ditangani.
“MKI terus membangun komunikasi dengan stakeholder khususnya dibidang pendanaan agar obstacle sektor finance yang dialami dapat terurai karena NZE 2060 dan target-target capaian prosesnya perlu kita atasi bersama,” ujar Haryadi.
Selain pendanaan, kebijakan berkenaan dengan pemanfaatan produk lokal (Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN)) dan digitalisasi turut menjadi isu bersama yang perlu dicermati.
“Berdasar hasil diskusi kami di internal MKI terdapat tantangan lain yang perlu segera ditangani, yakni kewajiban TKDN dan digitalisasi, ini menjadi tantangan karena penyediaan EBET (energi baru dan energi terbarukan) masih belum ekonomis tetapi di sisi lain kami tetap harus memperhatikan TKDN,” tambahnya.
Niat baik untuk memaksimalkan potensi lokal di satu sisi dapat mendorong up scaling industri dalam negeri tetapi ketersediaan material dan kemampuan masyarakat untuk membeli produk listrik yang dihasilkan perlu diperhatikan agar trilemma energy tetap tercapai.
“Industri ketenagalistrikan sangat antusias dengan rencana transisi energi yang dicanangkan pemerintah tetapi tentu saja industri ini agar sustain perlu memperhatikan keekonomian proyek. Sehingga kami membutuhkan dukungan pemerintah agar isu tentang local content dapat dicarikan solusinya agar tetap kompetitif,” tutur Haryadi.
Hal ini senada dengan penyampaian perwakilan dari ADB dan World Bank yang menyatakan bahwa keekonomian proyek perlu diperhatikan agar lender mau berinvestasi di Indonesia.
“Kami berharap dengan penyelenggaraan webinar ini, kami pelaku industri dapat memberikan masukan kepada pemerintah agar kebijakan dan aturan khususnya berkaitan dengan transisi energi dapat juga memperhatikan kebutuhan dunia industri,” pungkasnya.
Editor : Ali Masduki
Artikel Terkait