SURABAYA, iNewsSurabaya.id - Pj Gubernur Jawa Timur (Jatim) Adhy Karyono menilai seluruh civitas rumah sakit perlu memahami etika profesi dan hukum kesehatan. Karena tidak menutup kemungkinan rumah sakit akan menghadapi gugatan atau tuntutan hukum dari pasien yang tidak puas.
Adhy juga berpesan, untuk menghindari tuntutan hukum itu, setiap Sumber Daya Manusia (SDM) di rumah sakit harus terus menjunjung tinggi norma-norma, etika, disiplin dan hukum sesuai dengan kode etik profesi kesehatan.
"Salah satu tuntutan yang sering didengar dalam dunia kesehatan adalah tuntutan Malpraktek. Ini terjadi akibat ketidakpedulian, kelalaian atau kurangnya keterampilan dan kehati-hatian dalam memberikan pelayanan," katanya saat menghadiri Sharing Session bertema Aspek Etik Hukum Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit, Risiko Tindakan Medis dan Potensi Terhadap Tuntutan Hukum serta Upaya Restorative Justice di RSUD Dr. Soetomo Surabaya, Senin (25/3/2024).
Maka dari itu, Adhy mengingatkan kepada tenaga medis yang ada di semua tingkatan rumah sakit supaya menjaga profesionalitasnya. Ditambah lagi, rumah sakit harus bersinergi dengan kejaksaan. Seperti halnya yang telah diterapkan oleh RSUD Dr. Soetomo yang bersinergi dengan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim. "Langkah ini dapat memberikan pengetahuan lebih bagi para tenaga medis dalam melaksanakan tugas dengan pedoman kedokteran sesuai aturan hukum yang berlaku," ujarnya.
Menurutnya, peningkatan etika profesi dan hukum kesehatan, harus dilakukan agar dapat memberikan pelayanan yang berkualitas sesuai standar yang ditetapkan. Ia pun menyebut, salah satu kunci utama untuk menciptakan pelayanan yang baik itu dari komunikasinya.
"Terpenting komunikasi yang efektif, komunikasi secara humanis dan penyelesaian hukum secara baik menjadi kunci penyelesaian setiap persoalan yang terjadi antara rumah sakit kepada pasien maupun masyarakat," terangnya.
Sementara itu, Kepala Kejati Jatim, Mia Amiati menjelaskan, dalam pelayanan kesehatan terdapat hak dan kewajiban dua belah pihak. Pertama pemberi pelayanan kesehatan dalam hal ini tenaga medis dan tenaga kesehatan, kedua ialah penerima layanan yaitu pasien.
Dalam implementasi pelaksanaan pelayanan kesehatan, Mia mengungkapkan bahwa masih sering ditemukan adanya ketidaksesuaian yang mengakibatkan terjadinya permasalahan terhadap hak-hak pasien. Seperti kurangnya komunikasi antara pihak terkait. "Kunci utamanya adalah komunikasi. Tanpa komunikasi yang baik akan mengakibatkan kesalahan penyampaian informasi secara fatal sehingga berdampak terhadap laporan," ungkapnya.
Pengutan komuikasi inilah yang juga dipakai oleh Kejati dalam Restorative Justice (RJ). Mia pun menerangkan, dalam UU Kesehatan Pasal 306 Ayat 3 UU Nomor 17 Tahun 2023, tenaga medis atau tenaga kesehatan yang telah melaksanakan sanksi disiplin yang dijatuhkan terdapat dugaan tindak pidana, aparat penegak hukum dengan mengutamakan penyelesaian perselisihan lewat mekanisme keadilan restoratif sesuai ketentuan peraturan perundangan.
Tujuan RJ, lanjut Mia adalah mengedepankan pemulihan kembali keadaan semula, bukan pembalasan atau pemberian sanksi pidana berupa penempatan kemerdekaan seseorang. "Lewat Restorative Justice, kami mengakomodir kepentingan para pihak termasuk korban, karena korban dilibatkan dalam penentuan sanksi bagi tersangka," tegasnya.
Pada kesempatan yang sama, Direktur RSUD Dr. Soetomo, Prof. Cita Rosita Sigit Prakoeswa dr SpKK(K) mengatakan, kegiatan ini memberikan kesadaran akan pentingnya menjaga tertib hukum dalam memberikan pelayanan kesehatan, memitigasi dan mengelola risiko.
"Harapan kami para SDM RSUD Dr. Soetomo mendapatkan pemahaman tentang aspek etik hukum pelayanan kesehatan, waspada dan bertindak secara benar dalam mengelola risiko tindakan medis, senantiasa mengutamakan patient safety serta meningkatkan kualitas layanan kesehatan di RSUD Dr. Soetomo," tutupnya.
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait