Legenda Sniper Indonesia, Sisakan 1 Butir Peluru Untuk Tembak Kepalanya Sendiri

Oktavianto Prasongko
Tatang Koswara, legenda siper Indonesia. (Foto: Youtube)

SURABAYA, iNews.id - Cara kerja sniper Indonesia yang sangat mematikan di medan pertempuran. Medan tempur Remexio yang berbukit yang terletak di belakang Kota Dili memang terkenal kuburan bagi pasukan TNI karena banyaknya prajurit yang gugur. 

Sebelum berangkat ke Pegunungan Remexio yang terletak sekitar 30 Km dari Kota Diri, Tatang Koswara membekali diri dengan senapan Winchester M-70 berperedam suara lengkap dengan 50 butir peluru kaliber 7,62 mm berwarna putih.

Sesuai dengan doktrin pelatihan sniper Gun Barret, setiap sniper yang berangkat ke medan perang diperintahkan membawa 50 butir peluru. 

Sebanyak 49 butir peluru untuk menembak musuh dan 1 butir peluru yang tersisa untuk snipernya sendiri. Melalui doktrin latihan sniper, Tatang ditekankan untuk mati bunuh diri daripada tertangkap musuh.

Prinsip menyediakan 1 butir peluru untuk menembak dirinya sendiri itu tidaklah asing dikalangan pasukan khusus. Pasukan legiun asing Prancis misalnya, juga mempunyai prinsip sisakan 1 butir peluru untuk dirinya sendiri daripada menyerah lalu ditangkap musuh dan disiksa habis-habisan.

Pasukan Jepang pada Perang Dunia ke-2 juga mempunyai prinsip sisakan 1 butir peluru untuk dirinya sendiri atau lebih ngeri lagi sisakan 1 granat untuk dirinya sendiri dan mati berkeping-keping bersama pasukan musuh yang mengelilinginya.

Dengan misi tempur One Way Ticket atau misi bunuh diri ini, Tatang sudah paham apa yang harus dihadapi oleh karena itu dia sering membawa foto keluarga. Kalau harus gugur di medan perang dia merasa mati ditengah-tengah keluarganya.

Perangkat tempur lain yang dibawa Tatang Kisworo adalah teropong siang dan malam, radio komunikasi, senapan serbu AK-47 untuk kepentingan membela diri, obat-obatan sekedarnya, makanan tahana lama untuk 2 hari berupa geplak atau tepung padat dan pakaian kamuflase. 

Akan tetapi dalam misi pada daerah paling rawan ini yaitu di Timorleste, Kolonel Edi Sudrajat menyertakan pengawal dari satuan Kopassus yaitu Letnan Ginting. Letnan Ginting membekali dirinya dengan senapan serbu AK-47 dan teleskop.

Mendapat pengawalan dari seorang prajurit yang masih muda dan hanya mengenakan pakaian tempur warna hijau loreng itu, Tatang justru merasa terganggu karena bukan merasa mengawal malahan Tatang justru harus melindungi pengawalnya tersebut.

Dalam misi tempur, seorang sniper berdasar dari didikan Gun Baret harus ditemani seorang Spotter (Observer) yang bertugas sebagai partner yang juga berkemampuan sniper dan dilengkapi dengan senapan penembak jitu. 

Antara sniper dan spotter juga harus latihan bersama agar kerjasama di medan tempur lebih mudah termasuk ketika harus berkomunikasi dengan bahasa isyarat.

Seorang spotter yang dibekali dengan senapan serbu juga harus siap melaksanakan misi melindungi apabila dalam keadaan terdesak sehingga tembakan yang dilancarkan terus-menerus ke musuh bisa menjadikan partnernya selamat. 

Dalam kondisi yang paling terdesak pun seorang spotter harus siap mengumpankan dirinya sebagai sasaran tembak sehingga partnernya ada kemungkinan bisa selamat dan harus bisa menjalankan tugasnya secara maksimal.

Secara psikologis Tatang Kusworo juga terganggu karena pengawalnya berpangkat lebih tinggi yaitu berpangkat perwira, sedangkan dirinya berpangkat Sersan Satu (Sertu) atau bintara. 

Akan tetapi dalam misi tempur yang harus bertaruh nyawa tersebut Tatang harus memerintah dan mengatur strategi tempur karena pengalaman tempur Letnan Ginting masih minim, khususnya dalam taktik tempur sniper.

Menurut Tatang Kusworo, jika penembak jitu sudah mulai memakan korbannya maka korban-korban yang panik biasanya akan mencari tempat persembunyian yang paling tinggi lalu menghujaninya dengan mortar atau senapan mesin. 

Jika senjata berat tersebut tidak ada maka dia akan memuntahan peluru senapan serbunya dengan cara membabi buta.

Dalam jarak tembak radius 300 meter, senapan serbu yang ditembakkan dengan cara membabi buta bisa membabat semua sasaran dengan cara telak dan mematikan. Sulit untuk menghindari peluru yang dilakukan serentak dan membabi buta oleh puluhan prajurit sekaligus. 

Untuk menghindari akibat yang bisa fatal itu Tatang lalu mengajak Letnan Ginting untuk bersembunyi di tepi tebing jurang yang dari sisi lokasi sangat tersembunyi dan tidak mungkin didatangi oleh pasukan musuh. Lokasi tersebut harus dicapai meskipun banyak semak berduri dan banyak ularnya.

Saat bertemu ular Tatang memang tidak masalah karena dia bisa menyngkirkan ular dengan mudah tanpa harus membuat Letnan Ginting terganggu. 

Setelah menemukan tempat yang dicari maka Tatang pun mengeluarkan senapan M-70 nya didampingi Ginting yang dari teknik kamuflase masih kurang maksimal. 

Tatang hanya berharap bahwa rekannya yang masih muda tersebut untuk tidak berbuat ceroboh. Sebab apabila berbuat kecerobohan bisa mengakibatkan nyawa keduanya melayang.

Dalam situasi kritis tersebut Tatang memang harus bertindak sebagai pengendali meskipun pangkat Ginting jauh lebih tinggi. 
Penilaian Tatang ternyata tepat, esok harinya posisi ketinggian yang disarankan Ginting ternyata diperiksa oleh patrol musuh yang jumlahnya ratusan. 

Tidak berapa lama kemudian pasukan Fretilin berkumpul di tempat ketinggian itu dan mereka sudah menyiapkan rencana untuk menyerbu pasukan TNI.

Jarak mereka hanya sekitar 50 meter dan apabila ditembak oleh para gerilyawan itu akibatnya sangat beresiko, posisi Tatang dan Ginting pasti akan ketahuan. 

Tatang terkejut dengan pasukan musuh yang jumlahnya ratusan itu, akan tetapi tugas untuk menghambat musuh atau bahkan memukul mundur musuh harus tetap dilakukan.

Untuk memecah perhatian lawan lalu Tatang mengontak Kolonel Edi Sudrajat dengan radio agar pasukan TNI yang berpatroli menyerang pasukan Fretilin itu dari sisi timur. Tidak berapa lama tembakan gencar pun meletus dari arah timur kelompok pasukan Fretilin. 

Di depan Tatang pasukan musuh juga sudah mulai pecah perhatiannya kemudian Tatang melakukan penilaian apakah tembakan senyap yang akan dilakukannya aman bagi dirinya maupun bagi pengawalnya.

Untuk menghindari malapetaka, Tatang yang sudah memasang peredam memerintah Ginting agar tidak melepaskan tembakan kecuali dalam kondisi sangat terdesak karena suara atau arah asal tembakan akan memberitahu posisi mereka berdua. 

Setelah melakukan perhitungan yang cermat bahwa musuh sudah berada di jarak 300 meter maka Tatang pun mulai membidik dan satu per satu menjatuhkan musuh potensial khususnya yang memegang senjata otomatis.

Tembakan jitu Tatang yang semuanya tepat menghantam di kepala musuh langsung menimbulkan suasana kacau yang pada posisi jarak tembak 300-600 meter tersebut. Musuh membalasnya dengan tembakan secara membabi buta sehingga akurasi tembakan senapan serbu sudah tidak maksimal lagi.

Atasan Tatang akhirnya baru sadar dengan kemampuan special Tatang terutama dalam jarak 300-900 meter karena Tatang berhasil membuat lawan-lawanya jatuh akibat tembakan jitu yang semua pas di kepalanya. 

Diam-diam Letnan Ginting meneropong dan menghitung sasaran yang berhasil dijatuhkan Tatang dalam misi tempur di Pegunungan Remexio. 

Sedikitnya 49 orang musuh berhasil dirobohkan dan dia juga menyaksikan bagaimana komandan yang sedang naik kuda yang tiba-tiba terjatuh akibat tembakan jitu Tatang yang tepat menghantan bagian kepala.

Kekacauan komando pasukan musuh langsung terlihat begitu meninggalnya sang komandan. Beberapa gerilyawan Fretilin menembakkan senjata secara membabi buta ke berbagai arah. 

Seorang personil pembawa radio yang sedang melakukan komunikasi terpaksa ditembak Tatang di bagian dada karena jarak tembaknya sudah berada di jarak 900 meter. Pelurunya menembus dada sekaligu merusakkan alat komunikasi yang dibawanya.

Letnan Ginting hanya bisa geleng-geleng kepala melihat aksi tempur Tatang dengan mata kepalanya sendiri tersebut. Hasilnya adalah hari itu misi tempur sukses karena pasukan musuh melarikan diri. 

Dari 50 butir peluru yang dibawa Tatang ke medan perang hanya meninggal sisa 1 butir peluru yang dibawanya kembali ke markas.

Dalam setiap tugas pengendapan ternyata Tatang tidak pernah membawa buku catatan yang biasa dibawa oleh sniper untuk menghitung korban yang terbunuh. Tatang bahkan juga tidak begitu peduli dengan jumlah musuh yang telah dirobohkannya. 

Akan tetapi diam-diam Letnan Ginting menghitungnya dan sekalgus menjadi saksi betapa piawainya saat itu Tatang bertempur sebagai sniper.

Kekaguman Letnan Ginting akan kemampuan penembak jitu Tatang kemudian dilaporkan kepada Kolonel Edi Sudrajat dan tercatat secara resmi namanya masuk daftar sniper terbaik kelas dunia. 

Kolonel Edi Sudrajat yang selanjutnya mengetahui kepiawaian Tatang hanya bisa berkomentar “Kamu benar-benar gila”.

Berdasarkan bahan tercatat inilah, ada penulis buku sniper asal Amerika Serikat yang bernama Peter Brook Smith, lewat bukunya berjudul Sniper: Training, Technique dan Weapons, memasukkan prestasi Tatang sebagai sniper kelas dunia dengan berhasil membunuh 41 orang. 

Jumlah membunuh 41 yang dicatat Peter sebenarnya adalah jauh dari hitungan yang riil karena Tatang sendiri dalam misi tempurnya di Timor-Timur mengaku telah menumbangkan sasarannya lebih dari 100 orang.

Tatang merangkan, “Hampir semua musuh bersenjata yang saya tembak kena di kepala. Semua Sniper memang didoktrin untuk menembak musuh di bagian kepala karena langsung membuat korbannya mati tanpa merasakan apa-apa. Bahkan sama sekali tidak tahu siapa yang telah membunuhnya,” ujar Tatang.

Tatang Koswara wafat pada tanggal 3 Maret 2015 akibat karena serangan jantung. Para rekan seperjuangannya yang melayat semua terkejut atas sikap Tatang yang tidak mau mengurus sertifikat veteran perang Timor-Timur mengingat pemerintah memberikan tunjangan veteran sekitar 2 juta rupiah tiap bulannya. 

Tatang selalu menekankan apabila perjuangannya di Timor-Timur adalah demi tegaknnya NKRI dan bukan untuk mencari pangkat serta penghargaan.

“Kebetulan tugas saya adalah sebagai seorang sniper yang telah dilatih oleh negara jadi saya harus bertempur seperti seorang sniper professional. Bertempur dengan cara menyusup di garis belakang musuh, di jantung pertahanan lawan untuk membuat kekacauan,” tegas Tatang.

“Pengalaman tempur sebagai seorang sniper ini harus saya tularkan ke prajurit sniper TNI berikutnya sehingga akan bermanfaat dalam pertempuran. Selamat dalam peperangan, bisa pulang dan bercerita mengenai kisah tempurnya,” tutupnya.

(Penulis: Oktavianto Prasongko)

Editor : Ali Masduki

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network