Akademisi dan Aktivis Tolak Pameran Industri Tembakau Internasional di Surabaya

Ali Masduki
Dari kiri, Thoriq Haidar Al Roychan Ghozali, Arie Soeripan, Prof. Santi Martini, dan Dr. Sri Widati, usai memberikan keterangan pers di Surabaya, Kamis (08/8/2024). Foto: iNewsSurabaya/Ali Masduki

SURABAYA, iNewsSurabaya.id - Research Group Tobacco Control (RGTC) Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga (FKM Unair) bersama aktivis dari berbagai elemen menolak rencana digelarnya pameran internasional World Tobacco Asia (WTA) dan World Vape Show (WVS).

Pameran industri tembakau internasional tersebut rencananya bakal diselenggarakan di Kota Surabaya pada 9-10 Oktober 2024 mendatang.

Menurut Prof. Dr. Santi Martini, dr., M.Kes. Ketua RGTC FKM Unair sekaligus Dekan FKM Unair, WTA dan WVS serta pameran lainnya yang serupa di level nasional maupun internasional jelas akan mencoreng nama baik Kota Surabaya sebagai Kota Layak Anak

"Tidak hanya mempromosikan produk rokok maupun alat penunjang lainnya, pameran WTA menjadi gerbang peningkatan produksi dan pemasaran rokok khususnya di Indonesia," tegasnya kepada wartawan di Surabaya, Kamis (08/8/2024). 

Prof Santi menuturkan, WTA akan menjadi wadah para industri tembakau untuk mengembangkan kualitas produksinya. Lebih lanjut, acara ini memberikan ruang bagi promosi produk tembakau yang dapat menghambat langkah-langkah pengendalian tembakau yang telah diterapkan. 

"Bukankah semangat Indonesia adalah untuk menurunkan dampak akibat rokok?" ucapnya,

Berdasarkan pengamatan pada laman resmi penyelenggara, hanya sebanyak 25% dari total stakeholder atau perusahaan yang mengikuti WTA dan WVS merupakan perusahaan asal Indonesia. Sedangkan sisanya adalah perusahaan asing. 

Kata Prof Santi, hal ini menunjukkan dominasi industri rokok asing yang sangat kuat dalam acara tersebut, dengan banyak dari mereka berambisi untuk melakukan ekspansi pasar ke Indonesia. 

Keikutsertaan perusahaan-perusahaan asing ini mengindikasikan ketertarikan besar terhadap pasar tembakau di Indonesia yang dinilai ‘potensial’, serta menggambarkan ancaman serius bagi kesehatan masyarakat Indonesia akibat meningkatnya penetrasi produk tembakau dari luar negeri.

"Jelas, kehadiran acara ini bertentangan dengan upaya keras pemerintah, berbagai lembaga kesehatan, dan organisasi masyarakat sipil yang terus berjuang untuk mengurangi dampak negatif tembakau di Indonesia," terangnya,

Di sisi lain, Ketua Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat (IAKMI) Jawa Timur Dr. Sri Widati, S.Sos., M.Si. juga menyinggung penghargaan Kota Layak Anak (KLA) yang disandang oleh kota Surabaya. 

"Kota Surabaya berhasil meraih penghargaan Kota Layak Anak (KLA) Tahun 2023 Kategori Utama keenam kali berturut-turut dengan nilai tertinggi se-Indonesia," ujarnya 

"Kota Surabaya memahami betul terkait dengan pentingnya hak dan perlindungan anak. Dimana salah satu indikator Kota Layak Anak adalah pemenuhan kesehatan dasar dan kesejahteraan. Salah satu komponennya adalah Iklan, Promosi dan Sponsor rokok serta terselenggaranya Kawasan Tanpa Rokok," lanjutnya.

Untuk itu, pengendalian produk tembakau adalah langkah krusial dalam meningkatkan kesehatan masyarakat Indonesia. 

Selama ini, kata Sri Widati, produk tembakau telah menjadi penyebab utama berbagai penyakit kronis seperti kanker paru-paru, penyakit jantung, dan gangguan pernapasan. 

Melalui hal ini, pengendalian rokok diupayakan melalui berbagai kegiatan dengan landasan UU Kesehatan Nomor 17 tahun 2023, PP Kesehatan Nomor 28 Tahun 2024 dan Peraturan regional tentang Kawasan Tanpa Rokok.

Sri Widati menyebut, semangat pengendalian rokok di Indonesia khususnya di Surabaya tertuang dalam PP Kesehatan bertujuan untuk menurunkan prevalensi perokok dan mencegah perokok pemula, menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat dampak merokok, dan meningkatkan kesadaran dan kewaspadaan masyarakat terhadap bahaya merokok dan manfaat hidup tanpa merokok, 

Selain itu juga untuk melindungi Kesehatan perorangan, keluarga, masyarakat, dan lingkungan dari bahaya konsumsi dan/atau paparan zat adiktif berupa produk tembakau dan rokok elektronik yang dapat menyebabkan dampak buruk Kesehatan, ekonomi, dan lingkungan; dan mendorong dan menggerakkan masyarakat untuk aktif terlibat dalam upaya pengendalian produk tembakau dan rokok elektronik.

"Di usia PP yang baru disahkan ini, kita sudah dihadapkan dengan tantangan intervensi industri rokok yang tetap gencar melakukan kegiatan yang bertujuan mempromosikan produk tembakau dan rokok elektronik, salah satunya kegiatan internasional World Tobacco Asia (WTA)," ungkap Sri Widati.

Dalam kesempatan yang sama, Arie Soeripan dari Komunitas Wanita Indonesia Tanpa Tembakau (WITT) Jawa Timur berharap pemerintah khususnya pemerintah kota Surabaya terketuk hatinya agar tidak membuka pintunya terhadap event yang dapat merugikan masa depan anak bangsa.

"Semoga pemkot Surabaya sebagai tuan rumah mau mendengarkan keluhan kami," ucapnya.

Sementara perwakilan Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) Jawa Timur, Thoriq Haidar Al Roychan Ghozali, menyatakan bahwa IPM siap turun langsung menyerahkan rekomendasi penolakan  WTA dan WVS kepada Pemkot Surabaya.

Menurutnya, pengendalian produk tembakau adalah langkah tepat untuk mencegah generasi bangsa terpapar asap rokok, bahkan jadi perokok aktif. Pengendalian tembakau, kata dia, juga menjadi salah satu tindakan kongkrit dalam perubahan.

"Cita-cita Indonesia Emas 2045 bakal menjadi Indonesia (C)emas jika tidak ada perubahan. Ayo kita gaul tanpa ngepul, sehat tanpa sebat," tegasnya.

Selain itu, kegiatan ini mendapat dukungan dari Forum Anak Jawa Timur sebagai perwakilan anak Kota Surabaya dan jejaring pengendalian tembakau dari daerah lain di Indonesia sebagai bentuk penguatan upaya dalam melindungi generasi muda yang sehat terhindar dari ancaman bahaya asap rokok.

Isu rokok menjadi masalah penting mengingat tingginya angka perokok dini di Indonesia. Menurut Data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023 yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan RI menunjukkan bahwa jumlah perokok aktif diperkirakan mencapai 70 juta orang, dengan 7,4% di antaranya perokok berusia 10-18 tahun. 

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, persentase penduduk Indonesia berusia 15 tahun ke atas yang merokok sebesar 28,62% pada 2023. 

Persentase tersebut meningkat 0,36% poin dari tahun lalu yang sebesar 28,26%. Jumlah rokok yang dikonsumsi di Indonesia pada tahun 2020 mencapai tiga ratus dua puluh dua miliar batang atau setara dengan uang sebesar Rp 282 triliun. 

Sebuah angka yang fantastis dan mengkhawatirkan. Menurut Data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023 yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan RI menunjukkan bahwa jumlah perokok aktif diperkirakan mencapai 70 juta orang, dengan 7,4% di antaranya perokok berusia 10-18 tahun. 

Data ini menunjukan bahwa prevalensi perokok aktif di Indonesia terus meningkat. Usia pertama kali merokok tertinggi ada pada rentang usia 15-19 tahun yaitu sebesar 52,8% dan usia 10-14 tahun sebesar 44,7%. 

Artinya sejak Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama sudah banyak remaja yang mulai merokok. Bahkan sebesar 2,6% sudah merokok sejak usia 5-9 tahun. Usia yang seharusnya masih di pangkuan orang tua dan belajar banyak hal di hidupnya.

Rokok mengandung 4000 zat kimia, diantaranya 400 beracun dan 40 bersifat karsinogenik atau menyebabkan kanker. Sehingga tidak salah jika rokok menjadi faktor risiko kedua penyebab kematian setelah hipertensi dimana 6 dari 10 kematian akibat stroke, jantung, diabetes, PPOK, hipertensi dan kanker dipengaruhi oleh rokok.

Editor : Ali Masduki

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network