Alasan Pegiat Lingkungan Tolak Kopi Sachetan

Ali Masduki
Aksi #Stopmakanplastik beberapa waktu lalu di Surabaya. (Foto: Ali Masduki)

SURABAYA, iNews.id - Aksi dan kampanye "Tolak Kopi Sachetan" serta plastik sekalai pakai terus datang dari kalangan pegiat lingkungan.

Maklum saja, ternyata plastik sekali pakai atau sachet merupakan masalah yang belum terselesaikan hingga saat ini. Keberadaanya dianggap sangat mengkhawatirkan bagi lingkungan. 

Koordinator Co.ensis (Community of environment sustainable), Ananta Putra Karsa mengungkapkan, Indonesia merupakan negara ke-2 penyumbang terbesar sampah plastik setelah China.

Dari 8 juta ton sampah per tahun, yang dapat dikelola pemerintah hanya 3 juta ton. Sedangkan 5 juta ton sisanya dibakar dan ditimbun, serta 2.6 juta ton sampah dibuang ke sungai dan berakhir di laut. 

"Hampir setengah produk plastik kemasan yaitu plastik multi-layer sekali pakai yang sulit didaur ulang karena strukturnya yang berlapis-lapis," terangnya, Kamis (10/3).

Pada tahun 2017, 438 juta ton plastik di produksi secara global. Sepertiganya digunakan sebagai kemasan sekali pakai dan terus meningkat sebanyak 40% dalam dekade berikutnya. 

Dari beberapa penelitian di negara berkembang ASEAN pada tahun 2019, dari 164 juta sampah sachet yang digunakan oleh setiap orang per hari adalah 62%. Itu merupakan sachet multi-layer sama dengan 101 juta sachet multi-layer terbuang setiap hari. 

Ananta Putra mengatakan, sampah terbanyak adalah sampah sachet dari minuman seperti kopi dan jus sebanyak 21 %. Diperkirakan jumlah kemasan sachet yang terjual sekitar 1.3 triliun pada tahun 2027 yang berpotensi menjadi sampah dan mencemari lingkungan.

Plastik sachet terdiri dari 4 lapis material, diantaranya lapisan luar (HDPE/OPP/PS/kertas), lapisan perekat (Lem polyolefine, polyurethane), dan lapisan pelingung udara/ kelemban/ cahaya (EVOH/PP/PE/PVA/Aluminium) TiO2, serta apisan Dalam (LDPE/PP/PA)

"Plastik sachet memiliki kandungan senyawa kimia yang berbahaya seperti phthalate sebagai zat pemlastis, dioxin, senyawa berflourinasi, BFRs (Brominated Flame Retardants), Bisphenols A, dan lain-lain," jelasnya.

Sachet banyak digunakan di wilayah pedesaan sebanyak 700 ribu ton. Padahal sebagian besar desa masih tidak terlayani sistem pengelolaan sampah desa, karena layanan pemerintah hanya menjangkau area perkotaan dan yang terlayani rute angkutan sampah ke TPA. 

Ananta melanjutkan, smpah plastik sachet yang terakumulasi di lingkungan perairan karena hanyut dan tertumpuk dibantaran sungai akan mencemari air sungai yang dimanfaatkan sebagai bahan baku air PDAM

Bahkan sampah sachet yang tertumpuk akan mengalami degradasi menjadi masalah baru. Yaitu terbentuknya mikroplastik.

"Mikroplastik adalah bagian terkecil dari plastik yang telah mengalami degradasi dan berukuran (mikroskopis) <5mm. Mikroplastik rentan dikonsumsi oleh makhluk hidup dan masuk dalam rantai makanan," bebernya.

Berdasarkan informasi dan penelitian, menunjukkan bahwa terjadi pencemaran di Sungai Brantas berupa tumpukan sampah plastik yang memungkinkan adanya mikroplastik.

Untuk itu, Co.Ensis yang merupakan komunitas peduli lingkungan melakukan penelitian mikroplastik di air sedimen dan biota air Sungai Brantas pada bulan Februari-Maret 2022.

Dari 3 wilayah yang dilewati oleh Sungai Brantas, ditentukan 9 titik pengambilan sampel diantaranya yaitu Jembatan Lama Ploso, Kawasan Industri Ploso, Dam Karet Menturus, Kesamben, Gedeg, Jembatan Gajah Mada, Perning, Legundi dan Driyorejo. 

Dari hasil penelitian Co.ensis menemukan bahwa semua sampel air, sedimen dan biota terkontaminasi mikroplastik dengan jumlah total 7540 partikel.

Rata-rata kelimpahan mikroplastik pada air permukaan sebesar 207 partikel/100L, pada kolom perairan sebesar 314 partikel/100 L. Sedangkan pada sedimen rata-rata kelimpahannya 83 partikel/50 gram. 

Biota sungai Brantas telah terkontaminasi mikroplastik. Diantaranya yaitu ikan dengan rata-rata kelimpahan 159 partikel/ekor, crustacea dengan rata-rata kelimpahan 15 partikel/ekor dan pada Bivalvia sebanyak 23 partikel/ekor. 

"Dari temuan hasil penelitian, kami khawatir terkait dampak mikroplastik pada lingkungan dan biota di Kali Surabaya," lanjut Ananta Putra. 

Melihat ancaman lingkungan yang disebabkan sampah plastik, komunitas Co.ensis mendesak para pemangku kepentingan dan stakeholder terkait agar:

Pertama, pada BBWS sungai Brantas untuk Melakukan pencegahan dan pengawasan kerusakan kualitas air sungai dengan melakukan upaya pembersihan sungai.

Kedua, pada DLH jawa timur menyediakan papan larangan membuang sampah ke sungai dan menambah fasilitas pembuangan sampah.
.
Ketiga, pada produsen penghasil plastik, untuk bertanggung jawab menarik kembali atas sampah produksinya

Keempat, pada masyarakat untuk memilah sampah menjadi tiga yakni; sampah residu dibuang di TPA, sampah daur ulang dikumpulkan di Bank Sampah, dan sampah organik dimanfaatkan sebagai pupuk.

Kelima, Mengajak masyarakat Tolak Produk Sachetan, memboikot produk kemasan sachet dan kembali menggunakan produk curah tanpa kemasan, mengembangkan usaha refill produk rumah tangga menggunakan kemasan lama yang dapat diisi ulang

Keenam, Menolak solusi palsu penanganan sachet yang menambah pencemaran mikriplastik ke lingkungan seperti mengolah sampah sachet menjadi campuran batu bata, aspal, dan ecobrick.

Editor : Ali Masduki

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network