Guna memastikan validitas data, Khofifah melibatkan dua dokter untuk mengidentifikasi balita stunting dari 25 anak yang dikumpulkan. Hasilnya, hanya satu anak yang menunjukkan indikasi stunting. "Jadi menurut saya dan dua dokter, dari 25 balita itu, hanya satu yang stunting," ungkapnya.
Khofifah menekankan bahwa program penanggulangan stunting harus berjalan seiring dengan inisiatif lain, seperti Makan Bergizi Gratis (MBG). Untuk itu, ia mendorong sinergi antara pemerintah daerah, Dinas Kesehatan, Badan Gizi Nasional (BGN), serta program-program Kemenkes seperti cek kesehatan gratis.
"Antara bupati, wali kota, PKK, dan pembina Posyandu harus memastikan Bulan Timbang selaras dengan metode yang menjadi acuan Kemenkes. Diperlukan evaluasi dan koreksi bersama agar data yang digunakan benar-benar akurat," jelasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua TP PKK Jatim, Arumi Bachsin Emil Dardak, mengajak Ketua TP PKK Kabupaten/Kota untuk lebih peka terhadap kondisi sosial masyarakat. Ia menegaskan pentingnya program PKK yang berfokus pada dampak nyata bagi masyarakat, seperti kesehatan mental anak, pengentasan stunting, pendidikan, peningkatan kualitas keluarga, dan ketahanan keluarga.
"Harapan saya, kita bisa memaksimalkan semua upaya ini. Saya optimis kita mampu memperbaiki berbagai permasalahan yang ada," tutup Arumi.
Perbedaan data stunting antara Kemenkes dan Bulan Timbang menjadi sorotan Gubernur Khofifah. Ia menilai, pentingnya evaluasi ulang agar kebijakan penanganan stunting berbasis data yang lebih akurat. Dengan sinergi antara pemerintah daerah, PKK, dan berbagai pihak terkait, diharapkan angka stunting di Jawa Timur dapat ditekan secara efektif.
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait