Prof Budi menyebut gangguan reproduksi yang kerap terjadi yaitu hipofungsi ovarium. Artinya, suatu kejadian ovarium mengalami penurunan fungsi sehingga tidak dapat terjadi ovulasi.
“Hipofungsi menyebabkan tidak terjadinya ovulasi sehingga berahi tidak terjadi dan ujungnya ternak tidak dapat menghasilkan pedet (anakan sapi),’’ jelas pakar FKH.
Dari dua penyebab di atas, Prof Budi berharap adanya upaya peningkatan kewaspadaan. Seperti halnya memperketat biosecurity yakni tindakan pertahanan pertama, pencegahan, dan pengendalian masuknya wabah agar aman.
“Terutama bagi negara-negara yang terdeteksi penyakit lumpy skin maupun negara-negara sekitarnya. Selain itu juga memperketat rantai pasar yang sangat panjang dari peternak hingga konsumen akhir,” tuturnya.
Selanjutnya, untuk mencapai swasembada daging, Guru Besar FKH UNAIR meminta pemerintah mengeluarkan regulasi terkait sapi lokal.
Sementara pihak akademisi dan Balai Penelitian Pengembangan (Balitbang) bisa mengembangkan sapi lokal unggul. Kemudian diperkuat oleh pihak swasta terkait pemberdayaan korporasi peternakan sapi lokal di daerah-daerah.
Ia mengatakan pemenuhan daging sapi lokal Indonesia dapat tercapai jika ketiga pihak tersebut berkolaborasi dengan baik. “Sehingga tidak ada lagi ketergantungan impor sapi bakalan maupun daging luar negeri,” katanya.
Editor : Ali Masduki
Artikel Terkait