SURABAYA, iNEWSSURABAYA.ID - Seorang ibu rumah tangga di Kebraon, Astri (59), sukses mengembangkan bisnis busana muslimah hingga menjangkau pasar luar pulau dan luar negeri seperti Malaysia. Waktu itu sekitar tahun 2003–2004, kondisi ekonomi Astri tidak menentu. Meski suaminya seorang kontraktor, namun belum cukup memenuhi kebutuhan sehari-hari. Akhirnya, tetapi Astri berinisiatif mencoba berdagang.
Awalnya saya hanya jualan baju keliling tetangga. Barangnya ambil dari Pasar Turi, sistemnya bayar nyicil tiga kali. Dari jualan kecil-kecilan, Astri memberanikan diri menyewa tempat di Pasar Turi. Barang dagangannya pun mulai diambil dari Tanah Abang, khususnya baju muslim.
“Pas lebaran ramai, tapi habis lebaran langsung anjlok. Akhirnya saya cari produk yang stabil, ketemu sama Zoya,” ujar Astri berkisah, Rabu (30/4/2025).
Selama lima tahun menjadi mitra Zoya, Astri banyak belajar soal pengelolaan toko dan pemasaran. Ia bahkan tercatat punya toko terbanyak di Surabaya, sampai sembilan toko. Namun, di titik itu, ia mulai berpikir: '“kenapa terus membesarkan merek orang?”
Tahun 2008, Astri pun memutuskan membuat brand sendiri, mengambil nama dari anaknya: Nisrina. Produksi awal dilakukan dengan sistem maklon di Bandung. Produk pertama adalah kerudung basic yang saat itu sudah mulai ditinggalkan Zoya.
“Awalnya kalah jauh, mereka produksi 23 ribu, saya cuma seribu. Tapi pelan-pelan naik karena kualitas kami bagus dan harga lebih murah,” ucapnya.
Lambat laun, Nisrina Hijab berkembang pesat. Sebelum pandemi, mereka punya 20 toko di berbagai kota, termasuk Surabaya, Solo, Gresik, Malang, dan Jakarta. Agen pun pernah mencapai 50 orang, menyebar hingga Kalimantan dan Papua.
Jenis produk yang ditawarkan pun makin beragam. Mulai dari kerudung, ciput, pashmina, bergo, inner gamis, hingga manset. Produksi harian mencapai 3.500–5.000 potong. Bahkan sempat menembus 13 ton per bulan sebelum pandemi.
Namun, badai COVID-19 membuat mereka harus menutup 17 dari 20 toko. Astri menyebut masa itu sebagai momen terberat sekaligus paling menyadarkan.
“Tiga tahun saya berkutat di gudang, dua rumah penuh barang. Tapi alhamdulillah, pandemi juga bikin kami terbebas dari utang. Itu berkah tersendiri,” katanya.
Saat ini, Nisrina Hijab mengandalkan penjualan online yang menyumbang sekitar 60 persen omzet. Mereka aktif di Shopee dan beberapa marketplace lain, mengirim hingga ratusan paket per hari, terutama saat Ramadan.
“Dulu offline yang kuat, sekarang online lebih mendominasi. Shopee paling tinggi penjualannya,” tambah Nisrina (25), putri Astri yang kini memegang kendali operasional.
Dengan lebih dari 10 ribu member terdaftar, Nisrina Hijab terus bertahan mengikuti tren pasar, termasuk lewat live jualan harian dan riset desain ke Malaysia.
“Kami adaptasi terus. Gayanya anak sekarang beda, saya belajar dari anak saya sendiri,” ujar Astri.
Sementara Nisrina menambahkan, pengiriman ke luar negeri, seperti Malaysia, masih berjalan satu hingga dua kali per bulan. Produk mereka dijual mulai Rp12 ribu untuk bandana hingga Rp247 ribu untuk kerudung premium.
“Kami fokus mempertahankan kualitas dan tetap terjangkau. Itu yang bikin pelanggan loyal,” tutupnya.
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait
