SURABAYA, iNews.id - Perang Rusia-Ukraina tak kunjung usia. Terhitung sudah lebih dari tiga bulan agresi Rusia ke Ukraine berjalan dan masih berlanjut, bahkan belum menemukan titik terang.
Menurut Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Prodi Hubungan Internasional Universitas Airlangga (Unair) I Gede Wahyu Wicaksana, jika dikaji secara geostrategis, hal ini disebabkan karena keinginan kuat Rusia untuk tetap mempertahankan wilayah tradisionalnya guna membuat adanya ekuilibrium kekuatan dan rezim survival.
“Rusia melakukan low intensity war. Ini artinya hanya menyerang di beberapa bagian untuk melumpuhkan beberapa sektor tertentu. Tujuannya bukan untuk menjatuhkan rezim, menguasai negara, mengokupasi, atau menjajah,” terangnya.
Wahyu menjelaskan, low intensity war yang dilakukan Rusia kepada Ukraina ini ditujukan untuk mengembalikan supremasi Rusia di Eropa Timur, khususnya negara-negara pecahan Uni Soviet termasuk Ukraina, karena wilayah tersebut merupakan wilayah tradisional Rusia. Tentu hal ini ditujukan guna menjamin keamanan wilayah Rusia itu sendiri.
Ekuilibrium Kekuatan
Menurut Wahyu, tujuan Rusia mengembalikan supremasi Rusia di Eropa Timur khususnya negara-negara pecahan Uni Soviet ini bukan untuk menghancurkan dominasi Amerika Serikat melainkan untuk menjaga adanya perimbangan kekuatan dunia.
“Rusia ingin eksis berdampingan. Amerika Serikat boleh tinggal di Amerika Barat, Amerika Latin, atau boleh di manapun. Akan tetapi Rusia juga punya wilayah, jadi punya kavlingnya masing-masing. Kalau kavlingan wilayah yang secara tradisional adalah milik Rusia kemudian diganggu, jelas Rusia akan bereaksi,” ujarnya.
Selain itu, Wahyu juga menilai bahwa pecahnya perang Rusia-Ukraina hingga berlarut-larut disebabkan adanya sindrom negara superpower.
“Amerika Serikat sudah tambah satu, dia ingin satu setengah, sudah satu setengah dia ingin dua, dan seterusnya. Itulah mengapa berbagai negara termasuk Rusia ingin menggeser perimbangan kekuasaan dunia yang sebelumnya sangat sangat condong ke Amerika,” terang Wahyu.
Rezim Survival
“Presiden Rusia, Vladimir Putin, selama tujuh belas tahun memerintah menghadapi oposisi yang di mana oposisi digerakkan oleh kekuatan Barat,” jelas Wahyu.
Hal inilah juga yang membuat low intensity war dilakukan oleh Rusia kepada Ukraina untuk melindungi rezim yang ada atau yang secara konseptual dikenal dengan sebutan rezim survival.
Editor : Ali Masduki
Artikel Terkait