Museum Pawitra di Ubaya Trawas Resmi Dibuka, Bupati Ikfina Fahmawati: Bukan Sekedar Tempat Informasi
MOJOKERTO, iNews.id - Bupati Mojokerto Ikfina Fahmawati menilai bahwa keberadaan Museum Pawitra yang dibangun oleh Universitas Surabaya (Ubaya) di kampus Ubaya Trawas, bukan hanya sebagai tempat informasi terkait peninggalan-peninggalan leluhur.
Akan tetapi juga menjadi pusat kreatifitas, inovasi, hingga menumbuhkan kebanggaan terhadap kekayaan bangsa Indonesia.
"Museum Pawitra ini luar biasa. Disini tempat dimana kita mendapatkan banyak informasi terkait dengan peninggalan-peninggalan leluhur kita di zaman Majapahit dan sebelumnya, terutama yang berhubungan dengan berbagai perkembangan sejarah," katanya usai meresmikan Museum Pawitra, Sabtu (04/6/2022).
Museum yang berdiri di Ubaya Penanggungan Center, Ubaya Integrated Outdoor Campus, Jl. Udayana Desa, Brenjang, Tamiajeng, Kec. Trawas, Kabupaten Mojokerto tersebut menampilkan ratusan situs yang ditemukan di puncak Gunung Penanggungan.
Rektor Ubaya Benny Lianto menjelaskan, selain untuk melestarikan cagar budaya Gunung Penanggungan, Museum Pawitra merupakan komitmen Ubaya untuk meningkatkan penghargaan dan kepedulian masyarakat, khususnya generasi muda terhadap budaya. Agar generasi muda mau menjaga dan melestarikan budaya.
Saat ini, lanjut Benny, kepedulian terhadap budaya cenderung menurun. Sehingga dibutuhkan informasi yang dikemas menarik, salah satunya dalam bentuk museum. Hanya saja, museum harus disesuaikan dan diadaptasikan dengan generasi muda.
"Oleh karena itu, Museum Ubaya kali ini agak berbeda. Karena menggunakan teknologiVirtual Reality (VR). Sehingga mereka bisa belajar budaya dengan lebih baik dengan lebih lengkap," terangnya.
Benny yakin, jika generasi muda bisa belajar dengan baik, maka muncul kecintaan dan kebanggaan terhadap budaya.
"Saya percaya, jika generasi muda cinta terhadap budaya maka bangsa ini makin hari makin besar. Hanya bangsa yang mengharga budayalah yang bisa menjadi bangsa yang besar," tuturnya.
Nama Pawitra sendiri diambil dari nama lain Gunung Penanggungan. Museum Pawitra difungsikan sebagai pusat informasi arkeologi dan budaya yang ada di Gunung Penanggungan mulai abad 10-16 Masehi.
Direktur Integrated Outdoor Campus (IOC) Ubaya Trawas, Prof. Joniarto Parung, mengatakan museum ini juga menjadi sarana bagi pelajar, mahasiswa, dan dosen peneliti yang ingin melakukan eksplorasi sejarah dan wisata.
Museum Pawitra ini mulai dibangun selama empat bulan. Saat itu, Ubaya mendapat dana hibah matching fund dari Kemendikbudristek pada tahun 2021.
Museum Pawitra ini, kata Joni, berbeda dengan museum pada umumnya. Dulunya merupakan galeri foto dan akhirnya direnovasi menjadi museum agar lebih hidup.
“Kami (Ubaya) ingin menjadikan museum ini sebagai sumber inspirasi, belajar, serta motivasi untuk cinta budaya bangsa,” ujarnya.
Ruang depan Museum Pawitra terbagi menjadi empat bagian. Sisi utara memperlihatkan penemuan artefak bukti kehidupan yang pernah terjadi di kaki Gunung Penanggungan.
Visualisasi hikayat Gunung Pawitra yang berdasar pada naskah Tantu Panggelaran tahun 1635 M dapat dilihat di sisi selatan museum.
Di sisi barat ada miniatur candi serta relief arca dan peninggalan-peninggalan lainnya yang ditemukan di atas gunung.
Bagian dalam museum menampilkan foto-foto situs penting yang didokumentasikan tim ekspedisi Universitas Surabaya (Ubaya) di atas Gunung Penanggungan.
“Nah, ini menjadi keunikan Museum Pawitra. Pengunjung tidak hanya mendapat informasi sejarah, namun juga dapat menghayati nilai baik leluhur lewat refleksi kehidupan di sisi Timur,” jelas Prof. Joni.
Peresmian ini menandakan operasional Museum Pawitra yang terbuka untuk umum. Museum ini juga menawarkan paket-paket pendidikan karakter cinta budaya, khususnya berkaitan dengan sejarah Gunung Penanggungan, ke sekolah-sekolah.
Kehadiran Museum Pawitra diharapkan menjadi referensi bagi masyarakat yang ingin melestarikan kearifan lokal lewat budaya yang diwariskan leluhur.
“Harapannya bisa menjadi tempat pelajar dan pendidik untuk belajar tentang keberagaman yang pernah terjadi pada era Kerajaan Majapahit di Gunung Penanggungan,” tandasnya.
Editor : Ali Masduki
Artikel Terkait