SURABAYA, iNews.id - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) meminta pemerintah daerah (Pemda) mengalokasikan anggaran perlindungan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (Jamsostek) bagi pegawai non-Aparatur Sipil Negara (ASN) di daerah.
Hal tersebut disampaikan Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Keuangan Daerah (Keuda) Kemendagri, Agus Fatoni, secara virtual pada acara lanjutan Monitoring dan Evaluasi Kepesertaan Non ASN Pemda Tindak Lanjut Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 2021 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan di provinsi Jawa Timur, Kamis (09/6/2022).
Sebelumnya kegiatan serupa juga telah dilakukan di provinsi DI Yogyakarta dan Jawa Tengah.
Agus Fatoni menyampaikan, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan merupakan penyelenggara yang ditunjuk negara untuk memberikan perlindungan Jamsostek bagi pegawai non-ASN.
“Khusus bagi pemerintah daerah yang telah mengalokasikan anggaran Jaminan Sosial Ketenagakerjaan bagi pegawai pemerintah dengan status non-Aparatur Sipil Negara pada APBD untuk segera melakukan pendaftaran kepesertaannya dan menyesuaikan pembayaran iuran Jaminan Sosial Ketenagakerjaan kepada BPJS Ketenagakerjaan,” tuturnya.
Fatoni mengatakan, fokus Kemendagri dalam menjalankan Inpres Nomor 2 Tahun 2021 yakni dengan mendorong seluruh kepala daerah untuk mengalokasikan anggaran dalam rangka optimalisasi pelaksanaan program Jamsostek.
Hal itu juga termasuk memastikan seluruh pekerja, terutama para pekerja di Pemda baik sebagai honorer, guru dan tenaga kependidikan, perangkat Desa dan BPD, hingga Perangkat RT/RW dengan status non-ASN untuk menjadi program peserta aktif Jamsostek.
"Upaya ini agar memberikan perlindungan serta meningkatkan kesejahteraan bagi seluruh pekerja dan keluarganya," tegasnya.
Inpres tersebut, tambah Fatoni, telah ditindaklanjuti oleh Kemendagri melalui Permendagri Nomor 27 Tahun 2021 dan Surat Edaran Mendagri Nomor 842.2/5193/SJ tentang Implementasi Pelaksanaan Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan di Pemerintah Daerah.
Aturan ini menjadi pedoman bagi Pemda untuk mengalokasikan anggaran dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Fatoni mengimbuhkan, regulasi tersebut mengatur terkait penganggaran tahun 2022. Dalam konteks itu, Pemda didorong agar mengalokasikan anggaran perlindungan Jamsostek bagi para pegawai non-ASN, dari tingkat Provinsi hingga Kelurahan/Desa.
“Memastikan Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan dicantumkan ke dalam arah kebijakan melalui Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dan menjadi acuan dalam penyusunan Peraturan Daerah (Perda) tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah setiap tahunnya,” tegasnya.
Di akhir paparannya, Fatoni meminta Pemda untuk terus aktif dalam melaporkan jumlah pegawai non- ASN di jajarannya.
Dia mewanti-wanti agar tidak ada pegawai yang tertinggal dalam pelaksanaan program tersebut. Bila menemui kendala, jelas Fatoni, Pemda dapat segera melaporkannya kepada Menteri Dalam
Negeri (Mendagri) melalui Dirjen Bina Keuda Kemendagri setiap triwulan, paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
Selaras dengan Agus, Deputi Direktur Wilayah BPJS Ketenagakerjaan Jawa Timur, Deny Yusyulian yang hadir dalam kegiatan ini sangat mendukung kegiatan Monitoring dan Evaluasi Kepesertaan Non ASN di Jawa Timur ini.
Tentunya kegiatan yang terleksana juga merupakan tindaklanjut Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 2021 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.
“Di Jawa Timur sendiri Dari 15.186.329 penduduk bekerja di Jawa Timur, sudah menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan sebanyak 4.099.934 atau sejumlah 27%. Artinya masih terdapat sisa pekerja yang belum terlindungi sebanyak 11.086.395 jiwa,” jelas Deny.
Berdasarkan data dari BPJAMSOSTEK Jawa Timur, penganggaran tenaga kerja NON ASN termasuk Honorer Kabupaten/Kota, Honorer Guru dan Tenaga Kependidikan, DPRD, Badan Permusyawaratan Desa, Perangkat Desa, dan RT/RW yang telah terealisasi di tahun 2022 adalah sebanyak 404.214 Pekerja dengan jumlah penganggaran sebesar Rp 95 Milyar.
Disamping itu, fokus utama pemerintah daerah terutama di Jawa Timur yang juga dibahas dalam agenda Monitoring dan Evaluasi ini juga untuk melindungi pekerja rentan yang memiliki resiko kecelakaan kerja tinggi.
Deny menuturkan, pekerja rentan adalah pekerja sektor informal dengan risiko kerja yang tinggi serta berpenghasilan sangat minim. Sedangkan pekerja bukan penerima upah lainnya yang rentan terhadap gejolak ekonomi serta tingkat kesejahteraan di bawah rata-rata.
"Tahun ini penganggaran biaya untuk pekerja rentan di Jawa Timur sebesar 2,9 milyar rupiah yang dialokasikan kepada 40.674 pekerja. Ini bentuk keseriusan pemerintah dalam memberikan jaminan perlindungan ketenagakerjaan melalui BPJAMSOSTEK kepada seluruh pekerja rentan seperti nelayan, petani, tukang becak dan marbot masjid serta pekerja rentan lainnya," paparnya.
Diharapkan kegiatan ini menjadi pendorong bagi seluruh Pemprov dan Pemda dalam menindaklanjuti Inpres Nomor 2 Tahun 2021 ini.
Mengingat pentingnya perlindungan sosial BPJS Ketenagakerjaan bagi pekerja Non ASN akan sangat membantu keluarga peserta apabila terjadi Kecelakaan Kerja atau resiko sosial ekonomi akibat kerja, serta membantu pemerintah daerah dalam menanggulangi munculnya kemiskinan baru di Jawa Timur.
“Tentu, kami mengharapkan progress yang baik setelah kegiatan ini dilaksanakan, dan seluruh pekerja NON ASN di Jawa Timur dapat terlindungi program BPJS Ketenagakerjaan agar tidak ada kecemasan saat bekerja serta keluarga dirumah pun merasa tenang,” ujar Deny.
Kegiatan ini dihadiri oleh perwakilan dari Pemerintah Daerah sebanyak 38 Kabupaten/Kota se provinsi Jawa Timur, serta diikuti juga oleh Tim Koordinasi, Sinkronisasi dan Pengendalian Inpres Nomor 2 tahun 2021 yang terdiri dari Kemenko PMK, Sekretariat Kabinet dan Kantor Staf Presiden.
Editor : Ali Masduki
Artikel Terkait