Dwi menambahkan jika timnya memilih untuk menggunakan tepung porang karena ingin Indonesia memiliki banyak inovasi pengolahan dari umbi porang. Selama ini Indonesia hanya mengekspor bahan mentah dari umbi porang.
"Kedepannya dengan salah satu ide yang kami cetuskan berupa cookies akan muncul inovasi inovasi baru cara pengolahan umbi porang, sehingga menambah nilai ekonomi dari umbi porang dan mampu membantu perekonomian para petani porang yang cukup banyak di Jawa Timur," ungkap Dwi.
Muhammad Fachruddin, Agung Firmansyah dan Azizatur Rofi'ah. (Foto: Dok Unusa)
Dwi mengungkapkan, kesulitan yang dialami mereka saat mengolah umbi porang adalah karena termasuk jenis tanaman tahunan, sehingga harus menunggu hingga satu sampai dua tahun baru bisa dipanen.
“Selain itu harga tepung porang juga cukup mahal dan harganya di pasaran tidak setabil, sehingga dalam mengolahnya menjadi tepung kami langsung berkerjasama dengan petani untuk membelinya," ucap Dwi.
Untuk cookiesnya, Dwi menjelaskan satu wadah cookiesnya terdapat coco chip membentuk huruf braille hingga membentuk kata-kata motivasi.
"Kami ingin memberikan kesan untuk penyandang tunanetra mendapatkan motivasi dari kata-kata penyemangat dari setiap membeli Co-Man," ungkapnya.
Editor : Ali Masduki
Artikel Terkait