MOJOKERTO, iNews.id – Kasus stunting terus menjadi momok bagi masyarakat. Tercatat di Kabupaten Mojokerto, angka stunting ditemukan masih cukup tinggi menyentuh 27,4 persen.
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mojokerto langsung bergerak untuk melakukan penanganan serius. Pasalnya, pemerintah pusat telah menargetkan program penurunan stunting di tahun 2024 Indonesia terbebas dari stunting hingga 14 persen.
Bupati Mojokerto Ikfina Fahmawati mengatakan, Sejak tahun 2018 telah disusun strategi penurunan kasus stunting. Namun, belum bisa berjalan maksimal karena tekendala pandemi Covid-19.
“Rencana aksi penurunan stunting sudah disusun sejak 2018 dan terkendala pandemi covid-19. Saat ini pemerintah mulai bergerak lagi setelah pandemi covid melandai,” katanya.
Ia meminta Tim Penggerak (TP) Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) dilingkup desa untuk turut berperan menurunkan angka stunting. Karena TP PKK desa yang tergabung Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS), akan menjadi ujung tombak yang nanti bersentuhan langsung dengan masyarakat.
“Angka stunting di Kabupaten Mojokerto sendiri, saat ini menyentuh angka 27,4 persen. Pemerintah pusat sudah menargetkan kita pada dikahir tahun 2022 kita diminta angka penurunan stunting di wilayah kita sampai 22.557 balita, pada tahun 2023 akhir sebesar 18.789 balita, dan di tahun 2024 menurunkan hingga sampai 15.031 balita,” ujarnya.
Ikfina membeberkan dua rancangan strategi yang harus dilakukan Pemkab Mojokerto dalam menekan angka stunting. Pertama, yang sudah terlanjur lahir, ketika usia belum dua tahun kita harus dorong dengan gizi, jadi intervensi gizi anak stunting jadi tidak stunting batasnya dua tahun.
Kedua, bagaimana yang hamil-hamil ini jangan sampai lahir stunting, maka angka stunting akan turun karena penyebabnya stunting itu ada dua garis besar tersebut.
Dalam kasus stunting di Kecamatan Jatirejo sendiri, masih terdapat 563 dari total 1.218 keluarga di Desa Jatirejo yang beresiko stunting. Hal tersebut menjadi atensi tersendiri bagi Pemkab Mojokerto. “Banyak yang usianya di atas 35 tahun dan 353 orang di desa Jatirejo usianya terlalu tua. Ini harus kita pastikan sehingga semua ini harus KB agar tidak hamil,” jelas Ikfina.
Ia juga menjelaskan, ada empat indikator penilaian keluarga resiko stunting, yang pertama prasejahtera, yakni keluarga yang tidak punya sumber penghasilan tetap.
Kemudian fasilitas lingkungan tidak sehat, seperti keluarga yang tidak memiliki sumber air bersih. Dan yang ketiga pendidikan di bawah SLTP.
“Selain dibawah SLTP yang beresiko stunting, ada Push empat terlalu yaitu usia diatas 35 tahun, punya anak jaraknya kurang dari dua tahun, anak lebih dari tiga, dan pernikahan di usia dini,” bebernya.
Selain itu, perlu adanya kerjasama dalam menurunkan stunting di wilayah Kabupaten Mojokerto antara TPPS Kecamatan dengan stakeholder lainnya. “Adanya kerjasama melalui Pustu, Pukesmas, Posyandu dan tim pendamping keluarga ini akan menjadi ujung tombak dalam mendapatkan informasi dan memantau perkembangan,” paparnya.
Editor : Arif Ardliyanto