SURABAYA, iNews.id - Islam telah mengatur bukan saja hubungan antara manusia dan Allah, tapi juga antara sesama manusia dan alam. Oleh karena itu, seorang muslim diwajibkan untuk berbuat baik kepada siapapun tanpa melihat status sosialnya.
Sebagai agama yang anti terhadap diskriminasi, Islam tidak memandang kelas sosial seseorang. Setiap manusia dipandang sama kecuali takwanya, dan diberikan hak dan tanggung jawab masing-masing. Tak terkecuali hak dan kewajiban seorang majikan terhadap pelayan atau pembantu.
Oleh karena itu, meski seorang pembantu bertugas untuk membantu dan melayani beberapa kebutuhan majikan, bukan berarti seorang majikan bebas memperlakukannya. Selain memiliki kewajiban, mereka pun memiliki hak-hak yang harus selalu dipenuhi oleh tuannya.
Adapun hak-hak mereka adalah sebagai berikut:
1. Dibayar
Dibayar adalah hak yang harus dipenuhi seorang majikan pada pembantunya. Perbuatan tidak membayar seorang pembantu sesuai dengan perjanjian adalah termasuk perbuatan zalim.
Rasulullah bersabda:
مَطْلُ الْغَنِيِّ ظُلْمٌ
Menunda membayar hutang bagi seorang bagi orang yang kaya (mampu) adalah kezaliman (HR. Bukhari no 2287).
Jika Rasulullah menyebut menunda untuk membayar utang atau upah terhadap orang yang berhak menerimanya adalah sebuah kezaliman, apalagi jika tidak membayarnya, atau membayar tidak sesuai dengan perjanjian.
Dalam hadis qudsi, Allah mengancam dengan ancaman keras bagi hamba-Nya yang tidak membayar upah pekerja. Rasulullah bersabda:
قَالَ اللَّهُ ثَلاَثَةٌ أَنَا خَصْمُهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، رَجُلٌ أَعْطَى بِي ثُمَّ غَدَرَ، وَرَجُلٌ بَاعَ حُرًّا فَأَكَلَ ثَمَنَهُ، وَرَجُلٌ اسْتَأْجَرَ أَجِيرًا فَاسْتَوْفَى مِنْهُ، وَلَمْ يُعْطِ أَجْرَهُ
Allah berfirman, “Aku akan menentang tiga golongan di hari kiamat, (pertama) orang yang berinfaq kemudian dia menariknya kembali, (kedua) orang yang menjual orang merdeka kemudian memakan uangnya, (ketiga) orang yang mempekerjakan pekerja dan telah mendapatkan hasilnya, tetapi tidak memberikan upah.” (HR. Bukhari no. 2227).
Editor : Ali Masduki