SURABAYA, iNewsSurabaya.id - Fraksi NasDem DPRD Jawa Timur mendukung penuh perjuangan para tenaga kesehatan (Nakes) yang menolak draf Rancangan Undang-undang (RUU) Kesehatan Omnibus Law. Penolakan RUU oleh nakes secara serentak di Indonesia tersebut karena dianggap menciderai hak para dokter, perawat, dan tenaga medis lainnya.
Anggota Fraksi NasDem DPRD Jatim, Muzammil Syafi'i mengaku para nakes yang tergabung dalam IDI Jatim dan organisasi profesi kesehatan lainnya mendatangi dewan karena ingin memperjuangkan ekstensi organisasi profesinya. Sebab draf RUU yang mereka terima akan dihapus. Dalam RUU itu konsekuensinya adalah tidak adanya lembaga/organisasi yang mengawasi etik dokter.
Muzammil menjelaskan, pasal yang dianggap menciderai para nakes adalah adanya liberalisasi di RUU. Regulasi itu memperbolehkan rumah sakit memperkerjakan dokter asing di Indonesia tanpa adanya filter. Tak hanya itu saja, dalam draf itu kemungkinan diperbolehkan jual beli organ manusia.
"Maka mereka menolaknya. Kami dari DPRD mempunyai kewajiban menyalurkan aspirasi mereka. Fraksi NasDem akan memperjuangkan itu kalau memang betul apa yang mereka sampaikan," kata Muzammil dalam keterangannya, Rabu (30/11/2022).
Muzammil menyebut masuknya dokter asing akan menjadi kekhawatiran bersama karena bisa mengancam eksistensi para nakes dan menimbulkan pengangguran. Dampak tenaga kesehatan asing banyak masuk ke Indonesia, rumah sakit terancam tutup
"Maka perlu perlindungan untuk kelangsungan rumah sakit," tuturnya.
Sementara adanya sanksi hukuman penjara bagi Nakes yang malpraktik, Muzamil menilai suatu hal yang wajar. Jika tidak, tidak ada kehati-hatian dari dokter saat melakukan tindakan medis.
"Ada aturan yang menjelaskan kesalahan - kesalahan karena dokter juga manusia. Cuma kalau kriminalisasi tidak boleh, asalkan sesuai protap. Kalau menyalahi protap wajar disanksi," tegasnya.
Sementara Ketua F-NasDem DPRD Jatim, Suyatni Priasmoro menegaskan, fraksinya sangat mendukung aksi dan hal-hal yang diperjuangkan oleh IDI Jatim dan organisasi profesi kesehatan lainnya. Mereka berjuang penolakan RUU Kesehatan Omnibus Law karena banyak kelemahan yang dapat merugikan Nakes Indonesia.
"Intinya kami setuju dan sepakat dengan IDI dan organisasi profesi lain di bidang kesehatan terus berkolaborasi dan bekerjasama memperjuangkan hal-hal yang bermanfaat untuk kemaslahatan nakes," paparnya.
Suyatni berharap agar kerjasama tidak hanya menyangkut kepentingan organisasi profesi kesehatan saja. Tetapi diharapkan semakin terbuka dalam kerjasama untuk memperjuangkan hal-hal aspek-aspek lain yang menyangkut perlindungan kesehatan masyarakat pada umumnya.
"Katakan ada draf RUU Kefarmasian dan RUU Pengawasan obat dan makanan," ujarnya.
Suyatni menilai IDI dan organisasi profesi kesehatan lainnya perlu kerjasama dengan elemen lainnya, seperti DPRD, DPR RI untuk mengawal RUU Kefarmasian dan RUU Pengawasan obat dan makanan. Dengan begitu, prosesnya tidak dibajak oleh cukong yang hanya memikirkan bisnisnya yang bisa mengabaikan atau menciderai kepentingan prinsip dasar perlindungan kesehatan.
"Kita harus kawal dan awasi untuk bekerja dengan kami. Kami akan meneruskan aspirasi ke banleg DPR RI melalui Wakil Ketua Banleg Willy Aditya yang berasal dari dapil Madura," tambahnya.
Suyatni mengungkapkan dirinya mendapat penjelasan dari Willy Aditya bahwa posisi RUU Kesehatan Omnibus Law masih berupa draf usulan DPR RI dan belum masuk Prolegnas. Kalau draf disahkan menjadi RUU dan masuk Prolegnas, maka akan dibahas oleh DPR dengan pemerintah bersama sama dengan elemen masyarakat. Termasuk IDI dan organisasi profesi lainnya di bidang kesehatan.
"Semua bisa memberi konsep, masukan materi muatan yang lebih penting untuk menghilangkan atau memperbaiki kelemahan kelemahan materi muatan yang menjadi perdebatan dan kontroversial," pungkasnya.
Suyatni mengungkapkan bahwa sesungguhnya tahapan RUU menjadi undang-undang masih sangat jauh. Mulai dari pengesahan masuk Prolegnas, pembahasan yang menyebabkan perdebatan panjang, lalu dibawa ke paripurna DPR RI.
"Bisa disahkan satu tahun, atau dua tahun bisa gak. Tahapannya masih panjang," terangnya.
Suyatni menilai aspirasi yang disampaikan IDI menjadi pembelajaran bagi demokrasi. Jika dipandang tidak baik, konsep konsep yang dianggap tidak tepat, maka bisa disuarakan di parlemen. Baik ditingkat daerah maupun nasional. "Ini akan menjadi masukan yang sehat dan tidak ditempu dengan cara-cara kurang produktif," imbuhnya.
Politikus asal dapil Magetan, Pacitan, Ngawi, Ponorogo itu membeberkan bahwa dalam draf memang ada muatan yang salah satunya yang dipandang ada unsur liberalisasi dalam rekrutmen tenaga dokter dan pengawasan tenaga dokter. Dimana rumah sakit yang butuh dokter asing diperbolehkan rekrutmen tanpa melibatkan IDI dan organisasi profesi kesehatan lainnya.
Untuk diketahui, ratusan tenaga kesehatan (Nakes) dari berbagai ikatan profesi kesehatan di Jawa Timur, belum lama ini mendatangi Gedung DPRD Jatim. Mereka menyuarakan aspirasinya yang menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan Omnibus Law.
Editor : Ali Masduki