JAKARTA, iNewsSurabaya.id - PDI Perjuangan memiliki sejarah naik turun dikancah perpolitikan tanah air. Bahkan penentuan sosok Calon Presiden (Capres) selalu ditunggu rakyat Indonesia, karena PDI Perjuangan menjadi partai yang memiliki konsistensi dalam percaturan politik Indonesia.
Hari ini tepat 10 Januari 2023, PDI Perjuangan merayakan hari jadinya yang ke-50. Partai berlambang banteng itu merayakan ulang tahun emasnya di tengah kekuasaan yang masih berjalan usai menang pada pertarungan demokrasi 2019, dan bersiap untuk Pemilu 2024.
Tak mudah untuk menjadi penguasa, PDI Perjuangan juga sempat menjadi partai medioker di masa orde baru, "partai wong cilik" ini berhasil meraih kedigdayaannya di tangan Megawati Soekarnoputri.
Konsistensi menjadi kunci dari keberhasilan PDI Perjuangan menggapai tampuk kekuasaan. Sebelum akhirnya menjadi partai penguasa, PDIP di bawah Megawati bertahun-tahun memilih jalur sebagai oposisi.
Tak banyak yang dapat menyamai capaian PDIP. Ia mampu bertahan di tengah dinamika politik Tanah Air dengan segala problematikanya selama 50 tahun.
PDIP lahir dari rahim Partai Demokrasi Indonesia (PDI). PDI sendiri merupakan peleburan dari berbagai partai politik berhaluan nasionalis saat itu, yaitu Partai Nasional Indonesia (PNI) yang didirikan Soekarno pada 4 Juli 1927.
Lalu, Partai Musyawarah Rakyat Banyak (Murba) yang didirikan Tan Malaka, Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI), Partai Kristen Indonesia (Parkindo), dan Partai Katolik.
PDI Perjuangan merayakan HUT ke-50 tepat tanggal 10 Januari. Partai ini memiliki kekuatan dalam menentukan sosok calon presiden, siapkan itu?. Foto Okezone
Kelima partai ini sepakat membentuk partai baru bernama Partai Demokrasi Indonesia (PDI) pada 10 Januari 1973. Tanggal yang hingga kini diperingati sebagai hari lahir PDI Perjuangan.
Konflik internal Mencuat
PDI lahir di bawah rezim Orde Baru. Memiliki ideologi yang segaris dengan Soekarno membuat PDI kerap diintervensi oleh pemerintahan Soeharto. Tak hanya itu, partai nasionalis ini juga kerap diterpa konflik internal.
Konflik terbesar terjadi ketika Megawati bergabung ke partai tersebut pada 1987. Saat itu, PDI dipimpin oleh Soerjadi. Masuknnya Megawati berhasil mengangkat elektabilitas partai, setelah sebelumnya tak berdaya di Pemilu dengan perolehan suara di bawah Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Namun, popularitas Megawati ini mengancam Soerjadi. Kendati demikian, Pada 1993, Soerjadi kembali terpilih sebagai Ketua Umum PDI. Hanya saja, pemilihan ini tercoreng isu penculikan kader.
Atas isu itulah PDI menggelar Kongres Luar Biasa (KLB) di Surabaya, yang memenangkan Megawati sebagai Ketua Umum PDI. Terpilihnya Megawati itu dikukuhkan dalam Musyawarah Nasional (Munas) yang digelar pada 22 Desember 1993 di Jakarta. Megawati resmi menjabat Ketua Umum PDI periode 1993-1998.
Namun, baru 3 tahun berjalan, PDI menggelar Kongres di Medan. Lewat kongres yang digelar 22 Juni 1996 itu, Soerjadi dinyatakan sebagai ketua umum PDI masa jabatan 1996-1998.
Dari situlah, lahir dualisme kepemimpinan, menghadapkan Megawati dengan Soerjadi. Sementara, pemerintah melalui Kepala Staf Sosial Politik ABRI saat itu, Letjen Syarwan Hamid, mengakui Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI hasil Kongres Medan pimpinan Soerjadi. Alhasil, keputusan Munas Jakarta tak dianggap. Kepemimpinan Megawati tidak diakui pemerintah.
Atas campur tangan kekuasaan yang dianggap berat sebelah, dukungan terhadap Megawati pun semakin meluas, utamanya dari kalangan mahasiswa dan aktivis penentang rezim Orde Baru.
Perebutan DPP PDI pun menguat. PDI kubu Mega menjaga kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, siang dan malam. Puncaknya terjadi pada 27 Juli 1996 atau yang dikenal dengan peristiwa Kudatuli atau Kerusuhan Dua Puluh Tujuh Juli.
Peristiwa itu ditandai dengan Bentrok antara kubu Megawati dan Soerjadi. Sepanjang pagi hingga malam, kerusuhan pecah dengan massa yang saling lempar batu dan pembakaran. Api melalap tiga bus kota, bus tingkat, dan gedung di Jalan Salemba.
Usai peristiwa itu, seikitnya 171 orang yang diduga melakukan perusakan dan pembakaran ditangkap. Rinciannya, 146 massa pendukung Megawati dan oknum lainnya, lalu 25 orang pendukung Soerjadi. Menurut kesimpulan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), 5 orang tewas dalam kerusuhan berdarah ini. Lalu, 149 orang luka-luka, 23 hilang, dan 136 ditahan.
Kisah tersebut menjadi sejarah bagi PDI Perjuangan. Kini, partai berlambang moncong banteng putih ini mendarmakan diri untuk rakyat. Hasilnya, penentuan calon presiden selalu mendapat perhatian khusus dari banyak orang, kita tunggu siapa yang akan ditunjuk mengembang amanah dari PDI Perjuangan?
Editor : Arif Ardliyanto