Iip menerangkan bahwa kedatangan Raja Dangdut ke Pesantren Krapyak membuat para santri berduyun-duyun melihatnya. Termasuk dirinya yang kala itu duduk di bangku kelas 3 madrasah tsanawiyah (MTs). “Tokoh Sound of Muslim itu memang magnet,” kata Iip menggambarkan para santri yang ‘kalap’ berbondong-bondong ke ndalem Kiai Ali Maksum untuk melihat sosok Rhoma Irama.
Kediaman Kiai Ali tentu saja tidak muat sehingga pertemuan dengan Rhoma Irama dipindahkan ke gedung baru yang lebih luas. Iip menceritakan bahwa dirinya ingat ketika Rhoma Irama membacakan sebuah ayat, “Wa qaatilul musyrikiina kaaffah, kamaa yuqaatiluunakum kaaffah.” Lalu dilanjutkan pidato dengan penuh semangat. Para santri pun belum memahami maksud yang disampaikan Rhoma Irama.
Sampai pada akhirnya, lanjut Iip, tibalah shalat Jumat. Iip dan sahabat-sahabatnya bersyukur selalu mendapati shalat Jumat dengan KH Ali Maksum. Usai salam, kisah Iip, ia dan kawan-kawannya segera menyerbu KH Ali Maksum untuk mencium tangannya. Lalu duduk di sekitarnya menunggu beliau ber-dawuh. Satu-dua santri memijat kakinya yang berselonjor.
“Kalian mau tahu, apa maksud kedatangan Rhoma Irama tempo hari itu?” ujar Kiai Ali Maksum seperti ditulis Iip. “Nggiiih,” kompak para santri menjawab. “Dia datang untuk meminta izin perang,” lanjut Kiai Ali Maksum. “Tentu saja kami tidak mengizinkan. Dia diminta untuk fokus saja berkesenian dan menyerahkan urusan (konflik) politik kepada para ulama,” tutur Kiai Ali Maksum kala itu.
Editor : Arif Ardliyanto