SURABAYA, iNewsSurabaya.id - Kasus OTT dana hibah DPRD Jawa Timur oleh KPK membuat Ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Timur Kusnadi pusing. Ia memilih mundur dari jabatannya untuk berkonsentrasi melakukan pemeriksaan di Gedung KPK di Jakarta.
Keputusan mundurnya Kusnadi yang juga menjabat Ketua DPRD Jatim diungkapkan Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Ideologi dan Kaderisasi Djarot Saiful Hidayat. Ia mengatakan bahwa Kusnadi memutuskan untuk mundur di kantor DPD PDI Perjuangan Jatim.
"Pak Kusnadi mengajukan pengunduran diri karena ingin fokus pada penegakan hukum KPK terkait dana hibah di Jatim. Beliau sudah dua kali diperiksa tim KPK," kata Djarot.
Djarot menuturkan, keputusan Kusnadi mundur demi ikut membesarkan partai. Ia tidak ingin konsentrasinya terpecah di tengah PDI Perjuangan Jatim sedang intens berkonsolidasi untuk pemenangan di Pilpres dan Pileg 2024.
"Beliau kader partai senior, Pak Kusnadi ingin kepentingan partai diutamakan. Inilah bentuk kebesaran hati beliau," ujarnya.
Disinggung soal perkembangan ka susunya, Djarot mengaku tidak mengetahui bagaimana kelanjutan proses penyelidikan KPK. Namun, yang pasti, PDI Perjuangan tetap menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah kepada kadernya yang tersangkut masalah hukum.
"Ibu Ketua Umum PDI-P (Megawati Soekarnoputri) terus mengingatkan kader dan pengurus untuk menjauhi praktik korupsi dan tidak menyalahgunakan jabatan untuk melakukan praktik korupsi," paparnya.
Seperti diketahui, pasca operasi tangkap tangan terhadap Wakil Ketua DPRD Jatim dari Partai Golkar, Sahat Simanjuntak, KPK terus melakukan proses penegakan hukum berupa pemeriksaan sejumlah pihak. KPK menggeledah rumah dan ruang pribadi Kusnadi yang merupakan Ketua DPRD Jatim serta sejumlah pimpinan DPRD Jatim lainnya. Bahkan KPK juga menggeledah rumah milik istri kedua Kusnadi di Lamongan dengan membawa bukti-bukti untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan.
Sahat sendiri telah ditetapkan sebagai tersangka dengan dugaan menerima uang sekitar Rp 5 miliar dari pengurusan alokasi dana hibah untuk kelompok masyarakat (pokmas).
Politisi Golkar ini telah disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau b jo Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Editor : Arif Ardliyanto