GRESIK, iNews.id - Sebagai pahlawan nasional, Harun, anggota Korps Komando Operasi (KKO) asal Pulau Bawean, ternyata tidak banyak peninggalan-peninggalan. Hanya cerita-cerita masa kecilnya yang nakal dan pemberani saat kecil dikampung halamannya.
Bahkan foto masa kecilnya saja tidak ada. "Maklum dulu belum ada tukang foto. Apalagi Harun dilahirkan dikeluarga kurang mampu", ucap Muhammad salim, keponakan Harun.
Dirumah depan tua berukuran 7 x 12 meter, tepanya di Dusun Walu Tumpuh, Desa Diponggo, Bawean, Kabupaten Gresik, Salim bercerita, Harun yang memiliki nama asli Tahir sejak lulus SR sudah merantau ke Jakarta. Ia menyusul saudaranya yang sudah dulu merantau disana. Semenjak merantau, Harun tidak pernah pulang ke Bawean.
"Beliau hanya berkirim surat lewat teman-temannya yang pulang ke Bawean", kenangnya.
Apa yang dilakukan Harun diperantauanpun, keluarga di Bawean tidak banyak yang tahu. "Bahwa harun pernah bersekolah di pelayaran hingga menjadi anggota KKO, keluarga juga tidak tahu", kata salim
"Menurut cerita tetangga yang pulang dari Jakarta, Harun memang ditakuti banyak orang disana. Dia sering membuat ulah, suka tawuran, tidak mau bayar saat naik bus", ujarnya.
Salim menjelaskan, keluarga di Bawean sangat shok saat mendengar Harun dihukum gantung oleh pemerintah Singapura. Awalnya keluarga mengira harun telah melakukan tindakan kriminal. Tapi setelah pemerintah melayangkan surat resmi, keluarga akhirnya memahami.
"Soalnya memang dari kecil beliau terkenal nakal. Sampai-sampai pernah diikat oleh petani karena mencuri padi untuk dibagikan pada warga kurang mampu", imbuhnya.
Lantas apa peninggalan Harun selain rumah keluarga?
Salim akhirnya menunjukkan kalung yang dia pakai. Kalung tersebut berhiaskan liontin emas dengan simbol Garuda. "Ini satu-satunya peninggalan beliau pada ibunya", tunjuknya dengan bangga.
Sebagai keponakan, salim tidak tahu apa makna liontin Garuda milik pamannya itu. Yang Ia tahu, liontin Garuda itu milik Harun yang diberikan pada mendiang ibunya Harun.
Dari Ibunya Harun, liontin diberikan pada adiknya harun yakni Asiyah. "Setelah ibu saya meninggal, liontin ini baru saya pakai. Ini baru tiga hari saya pakai", ujarnya.
Salim yang kini menjabat Kepala Desa Diponggo, Bawean ini mengaku siap menjaga dan memlihara rumah kecil pamannya. Apalagi pemerintah bakal menjadikan rumah tersebut sebagai museum.
"Saya menyambut baik niat pemerintah. Harun Tahir bukan hanya milik keluarga, tapi sudah menjadi milik Negara", tegasnya.
Kepala Desa itu juga berharap, anak turunnya kelak ada yang mengabdi menjadi tentara.
Harun memiliki nama asli Tahir. Ia merupakan anak ke-3 dari pasangan Mahdar dan Aswiyani, yang lahir pada 4 April 1947. Pasangan itu mempunyai 5 anak yang berdasarkan urutan lahirnya adalah Samsuri, Ruaidah, Tahir, Asiyah, dan Nawawi.
Atas jasa-jasanya kepada negara, Kopral KKO TNI Anumerta Harun bin Said alias Thohir bin Mandar Anggota Korps Komando AL-RI Harun bin Said dianugerahi gelar Pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden RI No.050/TK/Tahun 1968, tanggal 17 Oktober 1968.
Diketahui, nama Harun yang tewas dihukum gantung oleh pemerintah Singapura bersama temannya, Usman, mencuat setelah nama mereka diukir dilambung KRI milik TNI AL, yakni KRI Usman Harun - 359.
Kedua pasukan khusus TNI AL itu dihukum gantung oleh pemerintah Singapura pada Oktober 1968, lantaran telah menyusup dan meledakkan gedung Hongkong and Shanghai Bank (dikenal dengan nama MacDonald House), di wilayah pusat kota Singapura yang padat pada 10 Maret 1965.
Menurut catatan sejarah, tiga orang meninggal dunia dan sedikitnya 33 orang dicederai dalam aksi sabotase tersebut.
Namun tidak banyak yang bisa dilakukan oleh pemerintah Indonesia pada waktu itu. Maklum saja, Usman dan Harun tertangkap tanpa identitas sebagai prajurit TNI. Pemerintah Singapura menganggap mereka sebagai teroris. Disisi lain, pemerintah Indonesia langsung menobatkan mereka sebagai pahlawan nasional.
Editor : Ali Masduki