SURABAYA, iNewsSurabaya.id – Pemenuhan target pelaksanaan KB di Jawa Timur tak terpenuhi. Berdasarkan Data Sistem informasi Keluarga (SIGA-YAN) KB per 16 Juni 2023 masih tinggi, di angka 12,97 persen, sedangkan target unmetneed atau kebutuhan KB sebesar 11.74 persen.
Untuk itu, perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Jawa Timur melatih para bidan dalam pelayanan kontrasepsi. Hal ini menyusul angka kebutuhan KB yang tidak terpenuhi (unmetneed) di Jawa Timur.
Ketua Timja Latbang Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Timur, Sukamto, menjelaskan, salah satu upaya penurunan angka stunting adalah menekan angka unmetneed. Oleh karenannya digelar pelatihan pelayanan kontrasepsi untuk para bidan kemarin.
Selain angka unmetneed yang masih tinggi, kata Sukamto, berdasarkan data SIGA-YAN, jumlah cakupan Peserta KB Baru (PB) 17.77 persen. Sedangkan untuk PB dengan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) sebesar 46,56 persen dan PB Pasca persalinan atau pasca keguguran sebesar 52.83 persen.
"Animo masyarakat terhadap permintaan alat kontrasepsi non MKJP masih tinggi. Hal tersebut berdasarkan total PB 174.873, yang paling diminati adalah suntik sebanyak 47.98 persen, pil sebanyak 17.65 persen, implant sebanyak 15.94 persen, IUD sebanyak 11.88 persen, Metode Operasi Wanita (MOW) sebanyak 3.14 persen, kondom sebanyak 3.40 persen dan Metode kontrasepsi Medis Operasi Pria (MOP) sebanyak 0.02 persen," jelas Sukamto, di Surabaya, Minggu (25/6/2023).
Sukamto menambahkan masih terjadi kasus komplikasi berat sebanyak 76 kasus dengan rincian 37 kasus implan, 39 kasus IUD, dan satu kasus MOW.
Selain itu juga maraknya pernikahan usia dini di beberapa wilayah di Jawa Timur. Berdasarkan data Dispensasi Nikah dari Pengadilan Tinggi Agama pada tahun 2022 ada 10 kabupaten tertinggi, yaitu Pengadilan Agama (PA) Jember sebanyak 1.388 kasus, PA Malang sebanyak 1.384 kasus, PA Kraksaan sebanyak 1.141 kasus, PA Banyuwangi sebanyak 876 kasus, PA Lumajang sebanyak 849 kasus, PA Bondowoso sebanyak 722 kasus, PA Pasuruan sebanyak 703 kasus, PA Kediri sebanyak 584 kasus, PA Bojonegoro sebanyak 527 kasus dan PA Tuban sebanyak 511 kasus.
Sedangkan untuk status gizi, sambung Sukamto, berdasarkan data Survey Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) bahwa angka prevalensi stunting di Jawa Timur mengalami penurunan signifikan. Data SSGBI tahun 2019 sebanyak 26,86 persen turun menjadi 23.5 persen pada SSGBI Tahun 2021, sedang data SSGBI tahun 2022 turun menjadi 19.2 persen.
"Kita masih punya tugas berat untuk menurunkan angka stunting sebesar 5.2 persen yang sangat membutuhkan kerjasama dan pendekatan secara komprehensif dan berkesinambungan dengan berbagai pihak. Oleh karenanya dukungan ibu bidan sangat diperlukan dalam mendukung percepatan penurunan angka stunting di Jawa Timur, salah satu upaya kami adalah dengan meningkatkan kemampuan bidan dalam memberikan pelayanan kontrasepsi melalui pelatihan yang dilakukan secara daring selama tujuh hari dan luring di Surabaya juga selama tujuh hari," terangnya.
Untuk pelatihan ini, ungkap Sukamto diberikan kepada 125 Bidan Se-Jatim yang dibagi dalam lima angkatan dalam satu tahun ini. Dalam satu angkatan sebanyak 25 orang Bidan dan kali ini adalah angkatan ke-IV dan semua peserta pelatihan dinyatakan lulus.
Sementara itu, Sekretaris Pengurus Daerah Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Provinsi Jawa Timur, Wiwiek Hariyati, menjelaskan, pihaknya sangat berterimakasih kepada Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Timur yang sudah memberikan pelatihan pelayanan kontrasepsi kepada para Bidan di Jawa Timur.
Tahun lalu pelatihan pelayanan kontrasepsi juga dilakukan dengan jumlah peserta 20 orang bidan dalam satu angkatan. Ia sangat bersyukur pada tahun 2023 ini, Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Timur kembali mengadakan pelatihan pelayanan kontrasepsi dengan jumlah peserta lebih banyak dari tahun lalu, yaitu 25 orang bidan dalam setiap angkatan.
"Pelatihan pelayanan kontrasepsi ini sangat kami butuhkan, apalagi untuk pelayanan kontrasepsi kali ini tidak saja dengan yang dulu, sebut saja untuk pelayanan CTU yang kali ini lebih ditekankan pada konseling dari Alat Bantu Pengambilan Keputusan ber-KB (ABPK) dan penapisan kriteria kelayakan medis dalam penggunaan kontrasepsi (Roda KLOP), " ungkap Wiwiek.
Wiwiek menjelaskan kedua hal tersebut memiliki peranan sangat penting bagi keberhasilan kontrasepsi yang akan dijalani oleh akseptor KB. Bila ABPK dan Roda KLOP berhasil maka pelayanab selanjutnya akan berhasil.
"Pelatihan pelayanan kontrasepsi seperti ini sangat kami butuhkan. Kami berharap bahwa pelatihan seperti ini akan terus dilakukan, "pungkasnya
Editor : Arif Ardliyanto