SURABAYA, iNewsSurabaya.id - Pelayanan Ibadah Haji yang disinyalir sembrono mulai dikuak. Jamaah Haji Kloter 17 juga Pengacara asal Sidoarjo Prayitno melayangkan gugatan karena merasa ditelantarkan.
Sayang keinginan mendapatkan keadilan justru berujung tuduhan pemerasan dari Kementerian Agama (Kemenag) RI. Akhirnya, ia dilaporkan pengacara Kemenag, Taufik Hidayat karena dianggap melakukan pemerasan.
Saat itu, bulan Juni 2023, Prayitno menunaikan ibadah Haji yang terdaftar pada kloter 17 dari Kabupaten Sidoarjo. Ia menikmati proses ibadah haji. Namun saat di Arofah, ada insiden yang tidak diinginkan. Dirinya bersama ratusan jamaah haji tidak mendapat jatah makan. Padahal sesuai ketentuan, para jamaah haji ini harus mendapat makan dari panitia. Sehari tiga kali.
“Kami tidak diberi makan selama tiga hari. Setahu saya ada 2 kloter yang tidak dapat jatah makan. Sekitar 900 orang,” ujar Prayitno.
Meski demikian, Prayitno tetap berusaha khusus menjalankan ibadah haji. Setelah pulang, baru Prayitno berinisiasi mengajukan gugatan perdata terhadap tiga pihak yang dianggap paling bertanggung jawab dalam permasalahan tersebut. Mereka adalah Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Sidoarjo, Kepala Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur, dan Menteri Agama RI.
Gugatan yang dilayangkan Prayitno bernomor Perkara 250/PDT.G/2023/PN Sda telah disidangkan sebanyak dua kali. Gugatan tersebut meminta ganti rugi materiil dan imateriil.
“Menghukum Para Tergugat membayar kerugian materiil berupa kerugian tidak mendapat jatah makan saat menjalankan ibadah haji selama 11 (sebelas) kali dan dengan adanya gugatan ini, Penggugat harus mengeluarkan biaya, tenaga dan waktu yang apabila dihitung senilai Rp 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah) serta kerugian imateriil yaitu telantar di Musdalifah karena menunggu dijemput sampai dehidrasi dan hampir pingsan, sehingga kerugian imateriil sebesar Rp 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah), jadi total seluruhnya sebesar Rp. 1.150.000.000,- (satu milyar seratus lima puluh juta rupiah) yang harus dibayar secara tunai dan sekaligus,” demikian bunyi salah satu poin dalam petitum gugatannya.
“Saya dituding menyebarkan pemerasan melalui media sosial. Padahal yang meng-upload-kan pihak televisi. Dan beberapa rekan wartawan. Seharusnya mereka juga dilaporkan,” terangnya.
Terkait uang ganti rugi yang dimintanya, Prayitno menegaskan bahwa itu bukanlah pemerasan.
“Kalau imateriil, kan terserah kita mau mengajukan berapa. Nanti pengadilan yang membuktikan, berapa yang harus dibayar oleh penggugat,” ucapnya.
Editor : Arif Ardliyanto