GRESIK, iNewsSurabaya.id - Adu sapi atau Tok-Tokan Sape bakal dijadikan tradisi budaya Bawean oleh Dewan Kebudayaan Gresik. Isu ini semakin menghangat setelah Dewan Kebudayaan Gresik mengunggahnya di media sosial atau medsos, unggahan tersebut langsung membuat masyarakat adat Bawean marah dengan melayangkan protes keras.
Ketua PCNU Bawean, Fauzi Rouf mengatakan, apa yang dilakukan Dewan Kebudayaan Gresik bertentangan dengan budaya asli Bawean. Menurutnya, Tok-Tokan Sape bukan budaya asli Bawean, adu sapi tersebut ada sekitar tahun 90-an, dengan begitu aktivitas tersebut bukan kategori budaya Bawean.
"Masyarakat dan tokoh masyarakat Bawean menolak adanya Tok-Tokan Sape yang akan dijadikan budaya. Kegiatan itu banyak negatifnya, lagian itu baru ada sekitar tahun 90-an, kok bisa dikatakan budaya!," katanya.
Fauzi mengatakan, pihak yang menyatakan itu sebagai kearifan lokal berarti tidak mengerti budaya Bawean. Sebagaimana diketahui, masyarakat Bawean merupakan orang-orang religi yang taat terhadap agama.
"Tok-Tokan Sape itu biasanya diadakan setelah sholat asar, banyak anak yang melihat. Saya yakin mereka akan hilang sholatnya. Makanya acara ini sangat banyak mudharatnya," lapar Tokoh Bawean ini.
Sementara itu, Anggota DPRD Gresik, Arif Rasyid menentang upaya pihak-pihak yang akan menjadikan Tok-Tokan Sape sebagai iKON Bawean. Sebab, acara seperti itu tidak layak dan bertentangan dengan budaya masyarakat Bawean.
"Kami dari Fraksi Demokrat menentang keras Tok-Tokan Sape dijadikan ikon. Itu bukan budaya Bawean," katanya.
Arif menceritakan, sebelum menjadi anggota DPRD Gresik, ia merupakan Kapolsek di beberapa tempat di Bawean. Dilokasi tempatnya bekerja, aktivitas Tok-Tokan Sape selalu dilarang dengan kesepakatan tokoh-tokoh yang ada di Bawean.
"Sewaktu saya menjadi Kapolsek, Tok-Tokan Sape saya larang. Itu bukan budaya, dan masyarakat mendukung saya," akunya.
Untuk itu, pihaknya akan mendukung masyarakat Bawean untuk melarang aktivitas adu sapi. Pasalnya, aktivitas tersebut bertentangan dengan masyarakat asli Bawean.
Berikut Pernyataan Sikap Masyarakat Adat Bawean :
Menyikapi unggahan Dewan Kebudayaan Gresik di laman FB dan IG tentang tok tok sapi yang dikategorikan sebagai tradisi budaya Bawean dan obyek pemajuan kebudayaan asal Bawean, kami MAB menyatakan bahwa unggahan tersebut tidak benar dan merupakan penghinaan yang menyakiti perasaan masyarakat Bawean.
Masyarakat Bawean Tolak Tok-Tokan Sape Jadi Budaya Lokal. Foto iNewsSurabaya/ist
Masyarakat Bawean selama ini tidak pernah tahu dan merasakan kiprah positif keberadaan Dewan Kebudayaan Gresik bagi budaya etnis Bawean. Unggahan tentang tok tok sapi dewan kebudayaan gresik terasa ibarat gempa budaya Bawean berskala 7,5 SR dengan sunami setinggi 35 M.
Menyikapi hal tersebut Masyarakat Adat Bawean menyatakan:
1. Tok tok sapi bukan tradisi budaya Bawean. Aduan sapi ini baru masuk ke Bawean pada tahun 1990-an di bawa pendatang dari tapal kuda yg menjadi pekerja di Bawean.
2. Meminta dinas pemangku kebudayaan pariwisata untuk tidak memasukkan tok tok sapi sebagai obyek pemajuan kebudayaan asal Bawean sebagaimana keberatan kami yang telah menjadi kesepakatan dalam FGD pembahasan usulan review Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah di kantor kecamatan Sangkapura tahun 2022.
3. Meminta pemkab Gresik melalui Bupati Gresik dan DPRD Gresik untuk membuat Perda larangan tok tok sapi.
4. Meminta pihak dewan kebudayaan gresik utk melakukan dialog dengan elemen masyarakat adat Bawean di Bawean terkait unggahan di sosial media tentang tok tok sapi.
Demikian surat pernyataan kami susun berdasar kesadaran budaya Bawean.
TTD
Masyarakat adat Bawean
Editor : Arif Ardliyanto