SURABAYA, iNewsSurabaya.id - Menjelang Pemilihan Wali Kota (Pilwali) Kota Surabaya, kinerja Eri Cahyadi menjadi sorotan tajam. Banyak pihak yang menilai, cara kerja Eri Cahyadi tak mampu menandingi Wali Kota Terdahulu, Tri Rismaharini.
Saat ini, kondisi kota terlihat berbeda, beberapa titik taman yang dulunya cantik terlihat mengering. Kondisi ini terlihat di area Jalan Diponegoro hingga Arjuna. Bahkan taman area Taman Bungkul juga tak seindah era Tri Rismaharini. Fakta ini membuat banyak masyarakat kecewa, harapan untuk seimbang dengan Risma masih belum bisa, meski jika melihat layar belakang Eri Cahyadi hampir sama dengan Risma yang berasal dari Bappeko Surabaya.
Fakta ini diperparah dengan janji Eri-Armuji yang akan melepas surat ijo sesuai dengan surat pernyataan atau kontrak politik yang ditandatangani tanggal 18 November 2020. Namun janji tersebut tak terealisasi tanpa ada alasan yang jelas. Padahal kontrak politik tersebut ditandatangani diatas materai 6.000.
Guru Besar Sosiologi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Prof. Dr. Hotman Siahaan mengatakan, apa yang dilakukan Wali Kota Surabaya (Eri Cahyadi) yang tak melepas surat ijo menjadi pertanyaan besar bagi diri nya. Apalagi persoalan tanah surat ijo bakal menjadi komuditas politik menjelang pemilihan Wali kota.
"Saya juga ndak tahu apa yang diinginkan Wali Kota. Padahal sudah kontrak politik dengan warga untuk melepas tanah surat ijo, mungkin beliau punya pertimbangan lain," katanya.
Hotman menuturkan, jika merujuk undang-undang agraria, orang yang sudah menempati atau mendiami suatu wilayah selama 20 tahun berturut-turut, ia menjadi prioritas untuk memiliki lahan tersebut. Nyatanya, hingga saat ini Pemerintah Kota tidak rela lahan surat ijo dimiliki warga yang telah menempati turun temurun.
"Ini semua harus diluruskan, klaim pemkot itu benar atau tidak? Lahan ini gak siapa sih, DPRD juga harus membantu warga untuk mendeteksi persoalan ini. Minimal DPRD terlibat aktif membuat perda pelepasan aset tanah surat ijo," paparnya.
Sementara itu, sorotan kinerja Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi masih menjadi pembicaraan hangat. Selama tiga tahun masa jabatannya, Eri Cahyadi sering disebut sebagai "penerus" Bu Risma, mengingat rekam jejaknya yang mirip. Harapan masyarakat pun tinggi, berharap kinerja Eri sepadan dengan Bu Risma. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa pembangunan di Surabaya berjalan lambat. Banyak warga mengeluhkan proyek bongkar pasang gorong-gorong yang hanya dilakukan di beberapa daerah yang parah banjirnya. Selain itu, jalan-jalan yang rusak dan tidak rata kerap dibiarkan begitu saja oleh pemerintah kota.
Ryu Choirul Adi Firmansyah, PJ Ketua Umum SEMMI Cabang Surabaya, menyuarakan kekecewaannya terhadap penanganan banjir yang belum optimal. Menurutnya, hal ini menimbulkan pertanyaan tentang prioritas, akuntabilitas, dan kredibilitas kepemimpinan Eri Cahyadi.
Janji pembangunan rumah susun (rusun) untuk masyarakat berpenghasilan rendah juga mendapat sorotan. Program yang dijanjikan sebagai prioritas ini belum menunjukkan kemajuan yang berarti. Hal ini memperkuat pandangan bahwa koordinasi dan kesigapan Pemerintah Kota Surabaya masih perlu ditingkatkan.
Di bidang pendidikan, program yang digagas Eri Cahyadi juga belum memberikan dampak signifikan. Harapan Surabaya untuk menjadi kota pendidikan masih belum terealisasi sepenuhnya, menimbulkan pertanyaan tentang efektivitas program ini.
"Saya rasa pak Eri Cahyadi ini cenderung lebih banyak retorika daripada mengeksekusi permasalahan substantif," ujar Ryu. Meski sering dibandingkan dengan Bu Risma, gaya kepemimpinan Eri dinilai belum mampu memenuhi harapan masyarakat.
Ryu juga menyoroti pengelolaan aset kota yang kurang transparan. Menurutnya, transparansi sangat penting agar warga mengetahui kontribusi aset terhadap APBD. Kurangnya keterbukaan ini dianggap bisa menurunkan kepercayaan masyarakat.
"Warga Surabaya sudah mulai kehilangan kepercayaan karena minimnya keterbukaan selama kepemimpinan Eri Cahyadi. Banyak yang bertanya-tanya tentang arah kepemimpinannya," tambahnya.
Editor : Arif Ardliyanto