SURABAYA, iNewsSurabaya.id - Rencana mendatangkan dokter naturalisasi oleh Menteri Kesehatan untuk membantu dunia kesehatan Indonesia ditolak oleh Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (UNAIR) Surabaya. Alasannya, dokter di Indonesia masih cukup berkualitas.
Penolakan tersebut disampaikan secara tegas oleh Dekan Fakultas Kedokteran (FK) UNAIR Surabaya, Profesor Budi Santoso, pada Rabu sore seusai melantik dokter spesialis dan sub spesialis di FK UNAIR.
Dekan FK UNAIR menyatakan bahwa Indonesia masih mampu memproduksi dokter yang berkualitas. Selain itu, pihaknya meyakini para dokter Indonesia tidak rela jika dokter asing didatangkan.
Pasalnya, 92 fakultas kedokteran lain di Indonesia masih mampu memproduksi dokter yang berkualitas. Terlebih, rumah sakit yang berada di kota besar memiliki jumlah dokter spesialis yang sangat banyak.
Budi Santoso juga menyebut bahwa FK UNAIR dan fakultas kesehatan kedokteran lain siap untuk menjadi tuan rumah dalam menyiapkan dokter spesialis di Indonesia.
Profesor Budi Santoso, Dekan Fakultas Kedokteran UNAIR, menambahkan bahwa Fakultas Kedokteran UNAIR akan terus memperjuangkan penolakan agar Kementerian Kesehatan tidak mendatangkan dokter asing.
Namun setelah menolak rencana dokter naturalisasi Profesor Budi Santoso diberhentikan dari jabatannya.
Awalnya, kabar pemberhentian Budi beredar melalui pesan WhatsApp di grup dosen FK Unair. Pesan tersebut berisi informasi pemberhentian dan permintaan maaf dari Budi.
Budi kemudian membenarkan bahwa pesan tersebut memang dikirimkan olehnya. Ia menjelaskan bahwa ia telah menerima surat keputusan (SK) pencopotan jabatannya sebagai Dekan FK Unair.
Sebelum SK dikeluarkan, Budi sempat dipanggil oleh Rektor Unair, Prof. Nasih, pada Senin (1/7/2024). Dalam pertemuan tersebut, Budi diminta untuk menjelaskan pernyataannya yang menolak kebijakan dokter asing.
Pencopotan Budi diduga terkait dengan pernyataannya yang menolak Surat Edaran (SE) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dengan nomor DG.03.02/D.IV/1483/2024. SE tersebut berisi tentang kebutuhan dokter Warga Negara Asing (WNA) pada RS vertikal di lingkungan Kementerian Kesehatan.
Budi secara terbuka menyatakan penolakannya terhadap SE tersebut. Ia berpendapat bahwa Indonesia masih memiliki banyak dokter lokal yang kompeten dan tidak perlu mendatangkan dokter asing.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta