SURABAYA, iNewsSurabaya.id - Kelainan refraksi seperti mata minus (miopia), mata plus (hipermetropia), silinder (astigmatisme), dan mata tua (presbiopia) menjadi salah satu masalah kesehatan mata paling umum di dunia. Berdasarkan data WHO, sekitar 2,2 miliar orang mengalami gangguan penglihatan, dengan mayoritas disebabkan oleh kelainan refraksi yang tidak terkoreksi. Di Indonesia sendiri, prevalensi miopia terus meningkat, dipengaruhi oleh gaya hidup serta kebutuhan akan tenaga profesional yang kompeten seperti dokter spesialis mata.
Menjawab tantangan ini, National Eye Center (NEC), salah satu cabang klinik di bawah naungan Eyelink Group, kembali mengadakan program tahunan LASIK Course.
Program ini dirancang untuk meningkatkan kompetensi dokter mata dalam bidang Laser Vision Correction (LVC), metode koreksi penglihatan berbasis laser yang kini semakin diminati masyarakat.
Ketua pelaksana LASIK Course, dr. Irma A. Pasaribu, Sp.M, menjelaskan bahwa program ini menawarkan pendekatan mendalam dalam edukasi LVC, lengkap dengan sertifikasi dari Kementerian Kesehatan (SKP).
"Acara ini dirancang untuk mempersiapkan dokter mata menghadapi meningkatnya prevalensi kelainan refraksi, seperti miopia, dengan meningkatkan kompetensi mereka di bidang koreksi penglihatan berbasis laser," ujar dr. Irma.
Program ini berhasil menarik perhatian dokter spesialis mata dari berbagai daerah, seperti Makassar, Kalimantan, Banjarbaru, hingga Pekanbaru. Dengan konsep pembelajaran privat, setiap peserta didampingi instruktur untuk memastikan pelatihan personal dan maksimal.
Tahun ini, LASIK Course menghadirkan 11 pembicara berpengalaman, termasuk Assoc. Prof. Dato’ Dr. Khairidzan bin Mohd Kamal dari Malaysia, serta 7 instruktur internal NEC. Selama dua hari pelaksanaan (7-8 Desember), peserta mengikuti empat sesi penting yang dirancang untuk memberikan wawasan dari dasar hingga studi kasus mendalam.
"Pendekatan sistematis ini memastikan peserta mampu mengaplikasikan teknik secara tepat di setiap sesi. Salah satu topik unggulan adalah Presbyond, metode baru yang sudah diterapkan di NEC untuk menangani kelainan refraksi, termasuk presbiopia," tambah dr. Irma.
Peserta LASIK Course, dr. Meiliaty Ariesta Angky dari RS Primaya Makassar, mengungkapkan kepuasannya terhadap program ini.
"Materi di hari pertama sangat berkualitas, dan pada hari kedua kami langsung praktik menggunakan mata babi, dibimbing oleh konsultan. Salah satu materi yang paling berkesan adalah LASIK Math, yang sangat aplikatif untuk praktik klinis kami," ujarnya.
Ia juga berharap program ini dapat berkembang dengan variasi metode baru, seperti SMILE Course, di masa mendatang.
Sebagai penyelenggara, Eyelink Group berkomitmen untuk terus mendorong inovasi dan edukasi oftalmologi sejalan dengan visinya yang edukatif.
Selain menjadi ajang pelatihan, LASIK Course juga menjadi wadah berbagi pengetahuan tentang manfaat LVC dalam memberikan kebebasan penglihatan tanpa kacamata, sebuah solusi untuk gaya hidup aktif dan bebas hambatan.
Dengan adanya program seperti LASIK Course, diharapkan kompetensi dokter mata Indonesia terus meningkat, sehingga dapat mengatasi tantangan kelainan refraksi yang semakin kompleks dan memberikan pelayanan kesehatan mata terbaik bagi masyarakat.
Editor : Arif Ardliyanto