SURABAYA, iNewsSurabaya.id - Pasangan calon (Paslon) Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Timur (Jatim, Tri Rismaharini (Risma)-KH Zahrul Azhar Asumta (Gus Hans), resmi mengajukan sengketa Perselisihan Hasil Pilkada (PHP) 2024 ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Dilihat di situs MK, Rabu (11/12/2024), gugatan tersebut diterima dengan akta permohonan 268/PAN.MK/e-AP3/12/2024. Akta pengajuan itu tertanggal 11 Desember 2024 pukul 22.34 WIB. Pokok perkara ialah PHP Gubernur dan Wakil Gubernur Jatim Tahun 2024. Perkara tersebut tercatat dengan pemohon Risma- Gus Hans, serta kuasa hukum Harli, Ronny Berty Talapessy, Alvon Kurnia Palma.
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Airlangga (Unair), Haidar Adam mengatakan, pengajuan gugatan ke MK adalah hak setiap warga negara. Hal ini juga selaras dengan asas umum yang ada dalam pemilihan umum secara universal, bahwa demokrasi harus dilaksanakan secara bebas dan adil.
“Di titik ini, semua pihak harus menghormati hak-hak yang dimiliki Risma-Gus Hans," kata Haidar, Jumat (13/12/2024).
Tahapan selanjutnya MK akan melakukan semacam assessment terhadap legal standing paslon itu dari sisi formalnya dan substansinya. Apakah mereka benar-benar memiliki kualifikasi untuk mengajukan permohonan itu dan yang krusial juga dari permohonan itu terkait aturan margin suara antar paslon yang bersengketa.
“MK akan menganalisa jika ada pemohon yang mengatakan soal kecurangan TSM (terstruktur, sistematis dan masif). Hanya saja, apakah kecurangan TSM itu bisa dibuktikan atau tidak,” ujarnya.
Menurut Haidar, gugatan Risma-Gus Hans ke MK tergolong cukup berat. Sebab, ada selisih suara lebih dari 5 juta antara Risma-Gus Hans dengan paslon suara terbanyak yang ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jatim.
Ada ketentuan di dalam UU pilkada yang memang syaratnya ada margin persentasi suara tertentu untuk tiap-tiap wilayah. “Itu ditentukan oleh besaran atau populasi yang berada di wilayah-wilayah tersebut, dalam hal ini Jawa Timur kalau tidak salah selisihnya tidak lebih dari 105 ribu suara," terangnya.
Haidar mengatakan gugatan-gugatan perselisihan hasil Pilkada di MK banyak kaitannya dengan tudingan kecurangan yang TSM. TSM, kata Haidar harus bisa dibuktikan dengan bukti yang konkret dan nyata, bukan sekedar lisan atau pengakuan-pengakuan seseorang dalam sidang.
"MK juga harus memenuhi keadilan substantif. Artinya kalau kecurangan yang TSM bisa dibuktikan, maka MK juga bisa memberikan putusan untuk melakukan pemungutan suara ulang. Cuma memang dalam praktiknya, hal semacam itu cukup susah," jelasnya.
Lebih lanjut kata Haidar, jika dalam proses persidangan tidak bisa membuktikan adanya kecurangan, maka sudah sepantasnya paslon yang kalah untuk legowo mengucapkan selamat.
"Tapi jika memang data itu sudah jelas, clear, tidak terbantahkan semestinya memang harus ada kelapangan hati untuk bisa memberikan ucapan. Dan itu biasanya sangatlah lazim dipraktikkan di negara negara maju dan itu justru menjadikan demokrasi lebih bermartabat," bebernya.
Sementara itu, kuasa hukum pemohon Risma-Gus Hans, Ronny Berty Talapessy menyatakan, pihaknya mempermasalahkan suara 0 yang dikantongi pasangan nomor urut 3 itu di banyak Tempat Pemungutan Suara (TPS). Di Jatim, pihaknya menemukan ada 3.900 TPS, dimana suara Risma-Gus Hans 0.
“Artinya apa? Artinya tidak ada yang memilih Bu Risma, sedangkan kami punya saksi dan lain-lain," kata Ronny, Kamis (12/12/2024).
Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Reformasi Sistem Hukum ini juga mengungkapkan, pihaknya menemukan jumlah surat suara yang tidak terpakai berdasarkan hasil rekapitulasi tingkat provinsi, berbeda dengan jumlah surat yang tidak terpakai di tingkat kabupaten/kota.
“Setelah kami jumlah, ada 600 ribu. Sedangkan di provinsi, surat suara yang tidak terpakai itu ada 1.200.000,” terangnya.
Editor : Arif Ardliyanto