Perokok Miliki Potensi Besar Derita Tuberkulosis, Begini Penjelasan Guru Besar UNAIR

Dalam konferensi ini, Prof. Dr. dr. Santi Martini, M.Kes, Dekan FKM UNAIR, mengingatkan bahwa merokok merupakan faktor risiko terbesar kedua untuk TBC di Indonesia setelah malnutrisi. “Perokok memiliki risiko 73% lebih tinggi untuk terinfeksi TBC dan lebih dari dua kali lipat berisiko mengembangkan TBC aktif dibandingkan individu yang tidak merokok. Tanpa intervensi yang kuat, TBC akan terus menjadi beban kesehatan yang besar bagi Indonesia,” ujar Prof. Santi.
dr. Wiwin IS Effendi, Sp.P(K), Ph.D, FAPSR, menekankan pentingnya deteksi dini dan kepatuhan terhadap pengobatan untuk memerangi TBC. “Pasien yang terdiagnosis TBC harus segera mendapatkan pengobatan sesuai standar. Kepatuhan dalam menjalani terapi sangat penting agar tidak terjadi resistensi obat, yang bisa memperburuk kondisi pasien dan memperpanjang masa pengobatan,” jelas dr. Wiwin.
Dalam diskusi ini, para narasumber menegaskan beberapa langkah penting dalam pengendalian TBC di Indonesia, yaitu: Peningkatan deteksi dini untuk memutus rantai penularan, Akses pengobatan yang lebih luas bagi penderita TBC, dan Kebijakan lingkungan bebas rokok sebagai langkah preventif.
UNAIR berharap agar kampanye “GIATKAN! Gerakan Indonesia Akhiri Tuberkulosis” dapat memperkuat kolaborasi antara pemerintah, tenaga kesehatan, akademisi, dan masyarakat untuk menanggulangi TBC secara efektif. Dengan langkah nyata dan sinergi yang kuat, Indonesia optimistis dapat mencapai target eliminasi TBC pada tahun 2030.
Editor : Arif Ardliyanto