get app
inews
Aa Text
Read Next : Ekspor Kayu Indonesia Tembus Rp3,23 Miliar Dolar AS

Industri Tembakau dan Denyut Nadi Ekonomi Rakyat

Jum'at, 30 Mei 2025 | 09:55 WIB
header img
Matniri, salah satu petani tembakau asal Desa Tobungan Kecamatan Galis, Kabupaten Pamekasan dengan semangat menyirami satu persatu tanaman tembakau di lahan persawahannya. Foto iNewsSurabaya/lukman

SURABAYA, iNewsSurabaya.id - Matahari mulai menyingsing dari ufuk timur. Perlahan, panasnya mulai menyengat tubuh. Matniri, salah satu petani tembakau asal Desa Tobungan Kecamatan Galis, Kabupaten Pamekasan dengan semangat menyirami satu persatu tanaman tembakau di lahan persawahannya.   

Hingga saat ini, tembakau masih menjadi tanaman primadona warga Madura, terutama Pamekasan. Warga berharap dari hasil tembakau mampu meningkatkan taraf hidup mereka. Tak jarang, petani tembakau di Pamekasan bisa menyekolahkan anaknya hingga perguruan tinggi. Bahkan diantara mereka yang ada yang bisa berangkat naik haji. “Alhamdulillah, anak saya ada yang pengembang perumahan di Sidoarjo. Ada pula yang menjadi dokter,” kata Matniri dengan wajah berbunga-bunga.

Matniri menilai, menanam tembakau lebih menguntungkan dibanding dengan tanaman yang lain semacam bawang dan tebu. Ini karena menanam tebu sudah menjadi tradisi masyarakat Pamekasan. Selain itu, masa panennya juga relatif lebih pendek dibanding dengan tebu. Jika tebu menunggu sekitar satu tahun, tembakau hanya butuh waktu tiga bulan untuk dipanen. “Tapi saya berharap agar pabrik (perusahaan rokok) jangan sampai memberi harga terlalu rendah. Nanti kami jadi rugi,” harapnya.

Matniri menjadi salah satu dari ratusan ribu warga yang menggantungkan hidup dari tembakau. Berdasarkan data dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) tahun 2023, dari sisi off farm, penyerapan tenaga kerja di sektor ini mencapai 90 ribu tenaga produksi/pabrik.

Sedangkan dari sisi on farm, industri tembakau melibatkan 387.000 petani dan buruh tani dan cengkih di seluruh sentra-sentra produksi tembakau di Jatim. Khusus untuk petani dan buruh tani, kurang lebih 279.000-an orang. Jumlah tenaga kerja tersebut belum termasuk tenaga kerja di sektor-sektor pendukung Industri Hasil Tembakau (IHT) seperti distribusi dan retail yang mencapai ribuan tenaga kerja. 

Berdasarkan data dari Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas) Kementerian Perindustrian (Kemenperin), IHT di Jatim hingga akhir tahun 2024 berjumlah 1.352 unit industri. Jumlah tersebut terdiri dari Industri Besar yang mencapai 53 unit industri, Industri Menengah mencapai 18 unit industri dan Industri Kecil mencapai 1.281 unit industri. 

Dari sisi kontribusi terhadap perekonomian Jatim, IHT berkontribusi besar dalam memperkuat perekonomian daerah. Badan Pusat Statistik (BPS) Jatim mencatat ekonomi Jatim pada triwulan I 2025 tumbuh 5,00 persen. 

Dari sisi produksi, pertumbuhan tertinggi terjadi pada Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan yang tumbuh sebesar 14,17 persen. Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan tertinggi terjadi pada Komponen Ekspor Barang dan Jasa yang tumbuh sebesar 2,18 persen. 

Dari sisi produksi, pertumbuhan tertinggi terjadi pada Lapangan Usaha Pengadaan Listrik dan Gas yang tumbuh sebesar 10,40 persen. Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan tertinggi terjadi pada Komponen Pengeluaran Konsumsi Lembaga Nonprofit yang Melayani Rumah Tangga (PK-LNPRT) yang tumbuh sebesar 6,53 persen. 

Secara struktur, ekonomi Jatim pada triwulan I 2024 ditopang dari lapangan usaha Industri Pengolahan dengan kontribusi 31,42 persen. Industri pengolahan ini termasuk industri hasil tembakau. Lebih dari 75 persen penduduk Jatim bekerja di sektor ini. Sedangkan dari sisi pengeluaran didominasi Komponen Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga (PK-RT) dengan kontribusi sebesar 60,94 persen. 

Kepala Disperindag Jatim, Iwan mengatakan, penyerapan tenaga kerja yang besar di IHT memberikan efek domino terhadap daya beli masyarakat. Jatim sendiri tercatat sebagai provinsi dengan jumlah IHT terbanyak di Indonesia. 

"Jika tenaga kerja yang bergerak di IHT kami kira sangat sejahtera dan otomatis kesejahteraan itu akan berpengaruh terhadap peningkatan daya beli mereka," katanya. 

Jumlah IHT yang cukup besar, berbanding lurus dengan Penerimaan cukai tembakau atau cukai hasil tembakau (CHT). Tercatat CHT Jatim tahun 2023 mencapai Rp129,98 triliun. Jumlah itu membuat Jatim berkontribusi terhadap penerimaan cukai nasional sebesar 60,88 persen dari total yang mencapai Rp213,48 triliun. 

Lalu, dari sisi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT), alokasi DBHCHT Jatim tahun 2024 berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 6 Tahun 2024 adalah sebesar Rp2,77 triliun. Di Jatim, DBHCHT digunakan untuk layanan masyarakat seperti layanan kesehatan hingga bantuan tenaga kerja pada industri kecil menengah (IKM). 

Melihat potensi dan kontribusi IHT yang cukup besar terhadap perekonomian Jatim, pemerintah terus berupaya meningkatkan industri ini. Salah satunya melalui program registrasi mesin pelinting sigaret. Tercatat, Disperindag Jatim telah melakukan registrasi terhadap 42 perusahaan dengan 250 mesin di tahun 2023. Kemudian meningkat lagi menjadi 78 perusahaan, 255 mesin sepanjang tahun 2024. "Kami juga memiliki dua UPT (Unit Pelaksana Teknis) di Jember dan Surabaya," ungkap Iwan. 

Iwan berharap daya saing produk IHT mampu semakin meningkat dan mampu bertahan di kancah global. Pihaknya juga berharap IHT terus memberikan kontribusi kepada pemerintah, baik pemerintah daerah maupun pusat. Pihaknya tengah menginisiasi terbentuknya Kawasan Industri Hasil Tembakau (IHT) di Jatim. 

“Kita sudah melihat di beberapa lokasi yang cocok. Kawasan ini bertujuan agar IHT bisa terus berkembang,” tandasnya.

Sementara itu, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa dengan tegas menolak rencana kenaikan CHT tahun 2026. Dukungan ini ditandatangani Khofifah bertepatan dengan peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day 2025. Bersama para buruh dan Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman (RTMM) Jatim, orang nomor satu di Jatim itu menandatangani 17 poin dalam dokumen Komitmen Bersama Pemerintah Provinsi Jatim dan Serikat Pekerja/Serikat Buruh. 

Dalam komitmen yang ditandatangani pada 1 Mei 2025 di Kantor Gubernur Jatim, poin (1.g) dan (1.h) menjadi sorotan utama. Khofifah dengan tegas mendukung rekomendasi buruh untuk merevisi Peraturan Pemerintah Nomor (PP) 28 Tahun 2024, yang mengatur tentang Peraturan Pelaksanaan UU 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan atas kepentingan lain. Khususnya pasal-pasal yang menyentuh isu sensitif tentang tembakau, makanan, dan minuman. 

“Industri pertembakauan berkontribusi besar bagi Jatim. Tidak hanya penerimaan negara, tapi juga penyerapan tenaga kerja, peningkatan kesejahteraan petani dan masyarakat hingga peluang usaha,” ujar Khofifah.  

Disisi lain, elemen masyarakat yang tergabung dalam RTMM mendesak pasal-pasal tembakau pada PP 28/2024 dibatalkan. Sebab, banyak pasal di dalamnya yang mengancam eksistensi sektor IHT. Tidak hanya akan merugikan pengusaha kecil dan menengah, tetapi juga mengancam hilangnya lapangan kerja secara masif. 

Beberapa aturan di PP tersebut antara lain, larangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari sekolah dan area bermain anak, serta pengaturan zat adiktif. Hal ini dinilai justru memicu lonjakan peredaran rokok ilegal. Akibatnya, industri rokok legal mengalami penurunan volume penjualan dan nilai tambah. “Pembatalan pasal-pasal tembakau pada PP 28/2024 adalah harga mati bagi kami. PP ini mengancam hilangnya lapangan kerja,” kata Ketua RTMM Jatim, Purnomo. 

Kepala Kantor Bea dan Cukai Wilayah Jatim I Untung Basuki mengatakan, IHT bukan hanya strategis dari sisi ekonomi, tetapi juga menjadi denyut nadi bagi penyerapan tenaga kerja dan stabilitas sosial masyarakat. Maka, pembatalan pasal tembakau dalam PP 28/2024 perlu menjadi perhatian.

Sektor ini (IHT) merupakan sektor padat karya dan menjadi tumpuan hidup bagi ribuan pekerja perempuan di berbagai pabrik tembakau. Untung juga mendukung pengendalian konsumsi rokok ilegal yang merusak ekosistem usaha legal dan berimbas langsung pada penerimaan negara. “Pemberantasan rokok ilegal dilakukan lewat patroli darat dan cyber crawling di platform daring,” katanya. 

Sementara itu, kalangan industri tembakau, khususnya produsen rokok legal, juga mendesak agar pasal-pasal di PP 28/2024 yang represif terhadap keberlangsungan IHT dicabut. Ketua Gabungan Pengusaha Rokok (Gapero) Surabaya, Sulami Bahar, menyoroti isi pasal tembakau dalam PP 28/2024 yang restriktif dan berpotensi menghantam industri tembakau nasional dari berbagai sisi. Mulai dari produksi hingga pemasaran. 

Beberapa poin yang dianggap sangat merugikan industri tembakau di antaranya larangan penjualan dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak, larangan pemajangan iklan produk tembakau di luar ruang dalam radius 500 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak, serta rencana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek pada Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes), aturan turunan PP 28/2024. “Kebijakan ini dapat memperparah maraknya peredaran rokok ilegal yang hingga saat ini masih belum bisa ditangani dengan serius oleh pemerintah,” katanya. 

Pemprov melalui Dinas Perkebunan (Disbun) Jatim terus melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan produksi tembakau. Antara lain melalui peningkatan kualitas bahan baku berupa kegiatan intensifikasi tembakau melalui pemberian bantuan pupuk. Kemudian dukungan sarana dan prasarana pertanian melalui bantuan alat mesin pertanian. 

“Kami juga melakukan pemberdayaan petani berupa kegiatan pelatihan teknis pembibitan tembakau, pelatihan teknis pengembangan benih tembakau sesuai standar,” kata Kepala Disbun Jatim Dydik Rudi Prasetya.   

Terpisah, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jatim, Adik Dwi Putranto menyebut bahwa, IHT adalah salah satu industri penting dengan kontribusi yang signifikan. Tidak hanya di tingkat nasional, melainkan juga bagi daerah-daerah seperti Jatim. Menurutnya, pembangunan Jatim tidak dapat dilepaskan dari IHT. Kontribusinya mencapai 33 persen dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). 

Jatim juga kontributor utama penerimaan CHT secara nasional dengan kontribusi hingga 60 persen. Di samping kontribusinya terhadap penerimaan cukai nasional, pelaku industri di Jatim menyerap 40 persen tenaga kerja langsung dari sektor IHT skala nasional. “IHT saat ini mengalami berbagai tekanan. Kami berpandangan bahwa kebijakan ke depannya memerlukan kajian mendalam untuk memastikan keberlangsungan industri,” ujarnya. 

Diketahui, Jatim merupakan lumbung nasional tembakau. Berdasarkan data Dinas Perkebunan (Disbun) Jatim, pada tahun 2024, Jatim memiliki luas areal tanam tembakau sebesar 147.373 hektare dengan total produksi tembakau sebanyak 185.437 ton. Kabupaten penghasil tembakau tertinggi di Jatim tahun 2024 adalah Pamekasan, yakni 29.670 ton. Disusul Bojonegoro 22.252 ton, Situbondo 17.616 ton, Probolinggo 16.318 ton, Lamongan 15.391 ton. 

Terdapat tujuh jenis tembakau yang dikembangkan di Jatim. Pertama adalah tembakau Jawa yang dikategorikan sebagai tembakau hitam. Tembakau ini merupakan tembakau varietas lokal yang dikembangkan dan dikhususkan sebagai bahan baku utama pembuatan rokok kretek (SKT), dengan karakter impact yang tinggi, karena kadar nikotin yang tinggi. 

Kedua dan ketiga adalah tembakau Kasturi dan tembakau Virginia yang dikategorikan sebagai tembakau kuningan. Tembakau ini mempunyai rasa yang ringan dengan kadar nikotin rendah dan gula reduksi yang sedang. Jenis ini digunakan sebagai bahan baku rokok SKM dan SKT yang berperan sebagai filler atau pengisi rokok.

Keempat, tembakau Paiton dari Paiton, Probolinggo. Tembakau ini terkenal karena daunnya yang lebar, aromanya kuat, dan warna daunnya coklat cerah. Sering digunakan untuk campuran rokok kretek kelas menengah dan atas. Kelima adalah tembakau Madura yang dikategorikan sebagai tembakau aromatik yang digunakan sebagai pemberi aroma, baik pada SKT maupun SKM. 

Tembakau Madura terkenal memiliki karakter harum dengan kadar nikotin yang rendah dengan kandungan gula reduksi yang tinggi. Keenam adalah tembakau Besuki Na Oogst. Jenis ini merupakan tembakau yang memiliki harga mahal, karena digunakan sebagai bahan baku rokok cerutu. 

Ketujuh adalah tembakau White Burley. Tembakau ini dikenalkan oleh Philip Morris yang dibudidayakan di Indonesia sebagai bahan baku utama rokok sigaret putih mesin (SPM). Karakternya memiliki kadar nikotin yang rendah, dengan kadar gula reduksi yang rendah. Kabupaten penghasil tembakau ini adalah hanya di Kabupaten Lumajang. 

Hadapi Tekanan Rokok Ilegal

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan sepanjang tahun 2025 mengamankan 752 juta batang rokok ilegal. Jumlah itu dari 20 ribu penindakan. Jika dibandingkan dengan 2023 dan 2022, angka penindakan itu turun.

Pasalnya, pada 2022 dan 2023, angka penindakan mencapai 22 ribu dengan jumlah yang diamankan pada 2023 mencapai 787 juta batang. Pada triwulan tahun 2025, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan menindak 253 juta batang rokok.  

Pada Februari 2025, Bea Cukai, bersama Direktorat Penindakan dan Penyidikan, Kanwil Bea Cukai Jawa Timur I, dan Bea Cukai Pasuruan, bersinergi dengan Puspom TNI dan Pomal Lantamal Surabaya melakukan penindakan rokok ilegal dengan berupa mobil boks di daerah exit tol Pakis Malang, Jawa Timur. 

Dari pemeriksaan, ditemukan 800 ribu batang rokok tanpa dilekati pita cukai, yang dikemas dalam 50 karton.

Berdasarkan pengakuan sopir, diketahui rokok itu berasal dari pabrik rokok di Purwosari, Pasuruan. 

Menyikapi maraknya rokok ilegal, anggota komisi B DPRD Jawa Timur Khusnul Khuluk menilai perlu ada kebijakan untuk pembatasan area tanam tembakau. Sehingga, tidak terjadi over produksi. Jika terjadi over produksi tembakau, maka petani kesulitan untuk menjualnya."Kalau kelebihan produksi tentunya sulit dijual. Ini harus diantisipasi," jelasnya.

Menurutnya, penyebab menjamurnya rokok ilegal tidak lepas dari pengaruh kenaikan harga rokok akibat dorongan tarif cukai. Dimana kenaikan cukai rokok ini jauh lebih tinggi dari angka inflasi nasional serta pendapatan masyarakat. Pada akhirnya berimbas pada daya beli masyarakat. "Peningkatan tarif cukai mengakibatkan konsumen cenderung mencari produk yang harganya lebih terjangkau,” terangnya. 

Ketua Gabungan Pengusaha Rokok (Gapero) Surabaya, Sulami Bahar berharap, pemerintah tidak bisa hanya dengan membuat aturan yang menyudutkan industri hasil tembakau legal saja. Pasalnya, selama ini IHT legal sudah sangat patuh terhadap aturan pemerintah. 

“Hal ini untuk menurunkan prevalensi merokok anak, tetapi tentu IHT juga tidak bisa ikut mengawasi semuanya. Maka itu, di sinilah peran aktif pemerintah,” ujarnya. 

Editor : Arif Ardliyanto

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut