Tingkatkan Profesionalisme Properti, REI Jatim Dorong Adanya Sertifikasi Developer
SURABAYA, iNewsSurabaya.id – Upaya memperkuat kualitas sumber daya manusia di sektor properti, Dewan Pengurus Daerah Realestat Indonesia (DPD REI) Jawa Timur menggelar kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) dan Sertifikasi Developer selama dua hari, 10–11 Juni 2025, di Hotel Shangri-La Surabaya.
Acara ini diikuti oleh 157 peserta dari berbagai perusahaan anggota REI Jatim. Mereka menjalani pelatihan intensif dan uji kompetensi yang difasilitasi oleh asesor dari Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) DPP REI serta Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Langkah ini menjadi bagian dari komitmen REI Jatim untuk menciptakan ekosistem properti yang profesional, aman, dan berkelanjutan.
Ketua DPD REI Jatim, H. Mochamad Ilyas, menegaskan pentingnya sertifikasi bagi para pengembang properti. Menurutnya, sertifikasi tidak sekadar formalitas, tetapi merupakan bekal penting bagi developer untuk menghasilkan proyek yang berkualitas, berorientasi pada kepuasan konsumen, dan ramah lingkungan.
“Kami berharap ke depan, seperti di Jawa Tengah, Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan pemerintah daerah lainnya menjadikan sertifikasi sebagai syarat wajib dalam proses perizinan pembangunan,” ujarnya, Selasa (10/6/2025).
Ilyas menambahkan, kegiatan ini tidak hanya menyasar pengembang besar, tetapi juga pelaku usaha properti skala kecil. Dengan demikian, seluruh pelaku industri memiliki kesempatan yang sama untuk meningkatkan kapabilitas dan profesionalisme mereka.
Melihat tingginya antusiasme peserta, REI Jatim berencana menggelar bimtek dan sertifikasi gelombang kedua dan ketiga dalam waktu dekat. Langkah ini menjadi bagian dari strategi REI untuk mendukung pembangunan perumahan dan properti yang berkualitas serta berdaya saing di Jawa Timur.
Sementara itu, Komisioner BNSP, Adi Mahfudz Wuhadji, mengungkapkan bahwa tingkat tenaga kerja konstruksi bersertifikat di Indonesia masih rendah. Pada 2019, hanya 10% tenaga kerja konstruksi yang memiliki sertifikasi, dan tren ini terus menurun di tahun-tahun berikutnya.
“Sertifikasi bukan hanya soal keahlian teknis, tapi juga menyangkut akuntabilitas dan etika profesional developer,” jelas Adi.
Ia menyebut bahwa BNSP bersama kementerian dan dinas terkait terus mendorong agar sertifikasi menjadi syarat resmi dalam proses pengajuan izin pembangunan, demi mencegah maraknya developer ilegal yang tidak bertanggung jawab terhadap kualitas produk properti mereka.
Dalam proses sertifikasi ini, peserta dinilai berdasarkan tujuh skema kompetensi yang mengacu pada Peraturan Menteri PUPR Nomor 24 Tahun 2018. Aspek yang diuji meliputi kemampuan teknis, legalitas usaha, kualitas konstruksi, hingga tata kelola pengembangan kawasan.
“Kolaborasi antara pemerintah, asosiasi, dan pelaku industri adalah kunci untuk membangun industri properti yang sehat dan transparan,” tandas Adi Mahfudz.
Editor : Arif Ardliyanto