Perindo Surabaya Kutuk Aksi Rasisme di Final Futsal Porprov Jatim 2025, Ingatkan Luka Kanjuruhan
SURABAYA, iNewsSurabaya.id – Insiden tak terpuji mewarnai laga final cabang olahraga futsal Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) Jawa Timur 2025 antara Kota Surabaya dan Kota Malang. Selain kericuhan fisik, muncul dugaan tindakan rasisme dan rivalitas berlebihan yang mencederai semangat sportivitas.
Merespons kejadian tersebut, Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Persatuan Indonesia (Perindo) Kota Surabaya menyuarakan keprihatinan mendalam sekaligus mengecam keras segala bentuk kekerasan dan ujaran kebencian yang terjadi di lapangan maupun di tribun.
Sekretaris DPD Perindo Surabaya, Andre Setiawan, menegaskan bahwa kejadian ini bukan hanya soal rivalitas daerah, tetapi menjadi refleksi serius terhadap kondisi budaya olahraga saat ini.
“Ini bukan tentang siapa juara atau siapa yang kalah. Ini tentang menjaga marwah olahraga sebagai ruang pemersatu, bukan ajang menyulut permusuhan. Aksi rasis dan kekerasan adalah racun bagi masa depan olahraga kita,” tegas Andre, Sabtu (28/6/2025).
Andre juga menyinggung momen peringatan 1.000 hari Tragedi Kanjuruhan yang belum lama berlalu. Ia menilai, semestinya dunia olahraga di Jawa Timur menjadi pelopor rekonsiliasi dan kemanusiaan, bukan malah memelihara konflik laten antardaerah.
“Jika di ajang Porprov saja kita gagal menjaga keamanan dan persaudaraan, bagaimana kita bisa berharap Jawa Timur dipercaya jadi tuan rumah event olahraga nasional bahkan internasional?” ujar Andre menambahkan.
Menurutnya, kejadian ini harus menjadi bahan evaluasi menyeluruh bagi semua pihak. Ia mendorong adanya kolaborasi antara Pemda, PSSI, Federasi Futsal Indonesia (FFI), pengelola event, tokoh masyarakat, hingga komunitas suporter untuk membangun ekosistem olahraga yang sehat dan inklusif.
DPD Perindo Surabaya juga mendorong penerapan pendidikan karakter dan nilai fair play sejak usia dini. Selain itu, perlu adanya regulasi tegas yang tak hanya menghukum, tetapi juga mencegah aksi kekerasan dan diskriminasi di lapangan olahraga.
“Tragedi Kanjuruhan adalah luka kolektif yang belum pulih. Jangan sampai kita ulangi dengan mengabaikan hal-hal kecil yang berpotensi jadi api. Dari sinilah semangat perbaikan harus terus dinyalakan,” pungkasnya.
Editor : Arif Ardliyanto